PERTANYAAN :
Asalamu alaikum ijin curhat saya masih belum paham ada ustad yang mengatakan jika orang yang suka rajin berjamaah setiap waktu lalu ia sakit, maka meski tidak sholat berjamaah keutamaan nya shalat berjamaah nya tetap ada karena kalau dia tak sakit pasti mau berjamaah apakah itu benar ?. [Wan Hermawan]
Wa'alaikumussalam. Benar jika yang dimaksud adalah orang itu punya keinginan sholat jamaah akan tetapi tak dapat melaksanakan shalat jama'ah karena terhalang sakit. Dalam kitab Ihya disebutkan :
إحياء علوم الدين ج ٤ ص ١٦٦ المكتبة الشاملة
وروي في الإسرائيليات أن رجلاً مر بكثبان من رمل في مجاعة فقال في نفسه لو كان هذا الرمل طعاماً لقسمته بين الناس فأوحى الله تعالى إلى نبيهم أن قل له إن الله تعالى قبل صدقتك وقد شكر حسن نيتك وأعطاك ثواب مالو كان طعاماً فتصدقت به وقد ورد في أخبار كثيرة من هم بحسنة ولم يعملها كتبت له حسنة (٨)
------
(٨) حديث من هم بحسنة فلم يعملها كتبت له حسنة متفق عليه وقد تقدم
"Dan diriwayatkan dalam kisah israiliyyat Bahwa seorang lelaki melewati bukit pasir dalam keadaan musibah kelaparan, lalu dia berkata: Seandainya pasir ini menjadi makanan, pasti aku bagikan kepada orang-orang. Lalu Allah mewahyukan pada nabi mereka: Katakanlah padanya bahwa sesungguhnya Allah telah menerima shodaqohmu dan berterima kasih atas niat baikmu serta memberimu pahala (seperti pahala) yang jika pasir itu adalah makanan lalu kau sedekahkan".
Dan telah disebutkan dalam banyak hadits bahwa "Barang siapa berniat melakukan kebaikan dan ia belum melakukannya maka dicatat untuknya satu kebaikan".
Ada juga hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996)
Hadits di atas menceritakan saat Yazid bin Abi Kabsyah puasa ketika safar (saat perjalanan jauh), Abu Burdah lantas mengatakan padanya bahwa ia baru saja mendengar Abu Musa menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti yang disebutkan di atas.
Imam Bukhari membawakan hadits di atas dalam bab:
يُكْتَبُ لِلْمُسَافِرِ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ فِى الإِقَامَةِ
“Dicatat bagi musafir pahala seperti kebiasaan amalnya saat mukim.”
Dari hadits itu, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan :
وَهُوَ فِي حَقّ مَنْ كَانَ يَعْمَل طَاعَة فَمَنَعَ مِنْهَا وَكَانَتْ نِيَّته لَوْلَا الْمَانِع أَنْ يَدُوم عَلَيْهَا
“Hadits di atas berlaku untuk orang yang ingin melakukan ketaatan lantas terhalang dari melakukannya. Padahal ia sudah punya niatan kalau tidak ada yang menghalangi, amalan tersebut akan dijaga rutin.” (Fath Al-Bari, 6: 136)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْعَبْدَ إِذَا كَانَ عَلَى طَرِيقَةٍ حَسَنَةٍ مِنَ الْعِبَادَةِ ثُمَّ مَرِضَ قِيلَ لِلْمَلَكِ الْمُوَكَّلِ بِهِ اكْتُبْ لَهُ مِثْلَ عَمَلِهِ إِذَا كَانَ طَلِيقاً حَتَّى أُطْلِقَهُ أَوْ أَكْفِتَهُ إِلَىَّ
“Seorang hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, “Tulislah padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (HR. Ahmad, 2: 203. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih, sedangkan sanad hadits ini hasan).
Wallohu a'lam. [Anake Garwane Pake, ラヘマヌレ ハキメ].