PERTANYAAN :
Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh, ada orang main judi online dan menang dapat uang banyak. Pertanyaan :
1. bagaimana hukum qurbannya jika pakai uang hasil judi online tersebut sah atau tidak?
2. mohon dipaparkan dan sertakan ibarot dari kitab Madzhab Syafi'iyah?
3. akan tetapi saya nemu ibarat Mughnil Mukhtaj juz 1 hal 633 seperti ini :
ويسقط فرض من حجّ أو اعتمر بمال حرام كمغصوب وإن كان عاصياً، كما في الصلاة في مغصوب أو ثوب حرير. مغني المحتاج
Dan gugurlah kefardhuannya orang yang melakukan haji atau umrah sehubungan dengan mengunakan harta haram seperti menggunakan barang ghasaban, meskipun statusnya orang tersebut itu orang yang bermaksiat sebagaimana sehubungan dengan melakukan sholat dengan menggunakan perkara yang dighasab atau memakai baju sutra bagi orang lelaki.
(Tapi ini untuk ibadah haji atau umrah) bisakah disamakan atau diilhaqkan segi hukum nya sehubungan dengan ibadah qurban tersebut ? Terimakasih. (Kang Rasjid).
JAWABAN :
Wa'alaikumussalam. Tidak boleh dan tidak sah qurbannya.
1. Keharaman harta haram, Malul harom bukan dzatiyah nya seperti khomer ataupun anjing, akan tetapi keharamannya sebab cara mendapatkannya
2. Qurban adalah ibadah yang mempunyai dua sudut pandang yaitu :
~ Syurutul udzhiyah seperti cukup umur. Tidak cacat dsb.
~ Sudut pandang kedua soal ubudiyah Allah maha suci dan tentu yang di terima disisi Allah adalah yang suci, maka dalam hal qurban dengan menggunakan harta haram hasil judi.
Menurut segi fiqhiyah : SAH secara lahiriyah alias model khilah dengan syarat :
1. tidak Ainul mal atau kahanan harta haram itu sendiri yang dipakai qurban secara langsung.
2. melakukan qurban dengan hewan yang halal bisa model pinjaman / hutang kemudian dilunasi dengan harta haram hasil judi tersebut.
3. tetapi wajib meyakini bahwa harta haram itu tidak boleh disedekahkan oleh karena ia wajib mengembalikan harta haram itu kepada pemiliknya
4. meyakini tidak dapat pahala karena jika meyakini dapat pahala maka ia berstatus kufur.
5. karena ada kemaslahatan tapi meyakini tidak dapat perijinan syariat.
نعم لو وجب عليه دم من دماء الحج واشترى دما بعين المال الحرام لم يجزه، وبقي الدم في ذمته،
Ya benar, seandainya ada kewajiban pada seseorang suatu dam dari sebagian dam dam haji dan ia membayar dam tersebut dengan kahanan harta haram maka tidak cukup (tidak dianggap sah) dan dia masih punya tanggungan terhadap dam tersebut.
فإن اشتراه في ذمته، ثم دفع المال الحرام لم تبرأ ذمته، ولكن الدم يجزيه عن الدم الواجب،
Begitu pula jika ia membayar dam tersebut dalam bentuk akad pesen / jaminan (dzimmah) kemudian ia melunasi dengan harta haram itu maka ia juga tidak terbebaskan dari tanggungannya itu (yaitu tanggungan hutang hewan yang dipakai dam tersebut) akan tetapi (secara lahiriyah) dam tersebut itu dianggap cukup bagi orang tersebut itu untuk membayar dam wajibnya.
NB : Ini si Mushonif memberikan solusi dengan hilah untuk menuju keabsahan lahiriyah akan tetapi Mushonif menggunakan لكن istidrok, sedangkan لكن istidrok itu dalam pembahasan ini dalam segi fikihnya merupakan susulan sanggahan yang menunjukkan arah pilihan ke tasyawuf. Jadi menurut fikih dan tasyawuf : tidak sah.
ﻣﻦ ﺃَﻋﺎَﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻌْﺼِﻴَﺔٍ ﻭَﻟَﻮْ ﺑِﺸَﻄْﺮِ ﻛَﻠِﻤَﺔٍ ﻛﺎَﻥَ ﺷَﺮِﻳْﻜﺎً ﻓِﻴْﻬﺎَﻭﻓﻰ ﻧﻔﺲ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺍﺟﺮﺓ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺍﻟﺬﻯ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﺣﺮﺍﻡ ﻭﺍﻟﺘﺼﺪﻕ ﺑﻪ ﻣﻨﻬﺎ ﻻﻳﺠﻮﺯ ﻭﻻﻳﺼﺢ ﺇﻫـ .
“Barang siapa yang menolong kemaksiyatan walaupun hanya dengan setengah kalimat, maka ia telah terlibat dalam maksiyat tersebut” (al-Hadits). Dalam Kitab al-Ihyaa’ ‘Uluumiddiin dijelaskan “Ongkos pekerjaan yang berhubungan dengan maksiat haram, dan mensedekahkannya juga tidak boleh dan tidak sah”. [ Ihyaa’ ‘Uluumiddiin II/91 ].
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺍﺻﺎﺏ ﻣﺎﻻ ﻣﻦ ﻣﺎﺛﻢ ﻓﻮﺻﻞ ﺑﻪ ﺭﺣﻤﺎ ﺍﻭ ﺗﺼﺪﻕ ﺑﻪ ﺍﻧﻔﻘﻪ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺟﻤﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺟﻤﻴﻌﻪ ﺛﻢ ﻗﺬﻓﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﺎﺭ . ﺍﺣﻴﺎﺀ ٢/٩١
Rosululloh bersabda : Barang siapa yang memperoleh harta dari pekerjaan dosa,kemudian ia pergunakan untuk menyambung kerabat atau disedekahkan di jalan Allah SWT, maka Allah akan mengumpulkan semuanya dan melemparkannya ke neraka.
ﺍﺟﺮﺓ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺍﻟﺬﻯ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﺣﺮﺍﻡ ﻭﺍﻟﺘﺼﺪﻕ ﺑﻪ ﻣﻨﻬﺎ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻭ ﻻ ﻳﺼﺢ . ﻧﻔﺲ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ
"Upah dari pekerjaan yang terkait dengan maksiat itu haram,dan tidak boleh serta tidak sah bersedekah dengan upah itu".
Catatan : Empat (4) tehnik cuci harta haram :
وَالْحَقُّ أَنَّ هَذَا الْمَالِ خَبِيْثٌ بِالنِّسْبَةِ لِمَنِ اكْتَسَبَهُ مِنْ غَيْرِ حِلِّهِ،
Sebenarnya bahwa ini harta, kotor berkaitan dengan terhadap orang yang mengusahakannya dari tanpa didapat dengan kehalalannya
وَلَكِنَّهُ طَيِّبٌ بِالنِّسْبَةِ لِلْفُقَرَاءِ وُجِهَاتِ الْخَيْرِ.
Akan tetapi harta itu baik/halal berkaitan dengan untuk para fakir dan untuk arah wilayah kebaikan (sarana sosial)
هُوِ حَرَامٌ عَلَيْهِ، حَلَالٌ لِتِلْكَ الْجِهَات.
Adapun harta tersebut itu haram bagi orang yang mengusahakannya, halal bagi arah-arah yang begitu (yaitu untuk para fakir dan sarana sosial)
فَالْمَالُ لَا يَخْبُثُ فِيْ ذَاتِهِ، إِنَّمَا يَخْبُثُ بِالنِّسْبَةِ لِشَخْصٍ مُعَيَّنٍ لِسَبَبٍ مُعَيَّنٍ
Lalu adapun harta itu tidaklah kotor sehubungan dengan dzatiyahnya, sungguh harta tersebut itu kotor berkaitan dengan pada arah pihak tertentu dan sebab tertentu.
وهذا المال الحرام لا بد أن يتصرَّف فيه بأحد تصرُّفات أربعة، لا خامس لها بحسب القسمة العقلية:
dan harta haram ini harus ditasyarufkan dalam salah satu dari 4 (empat) bentuk, tidak bentuk yang ke-5 (ke lima) yang memiliki bentuk pentasyarufannya sehubungan dengan perhitungan menurut pembagian sejenis logika akal :
الأول: أن يأخذ هذا الحرام لنفسه أو لمَن يعوله، وهذا لا يجوز، كما بيَّناه.
1. mengambil harta haram ini untuk dirinya sendiri atau orang-orang yang bergantung padanya, ini tidak diperbolehkan, seperti yang telah kami tunjukkan atas hal ini
الثاني: أن يتركه للبنك الربوي، وهذا لا يجوز أيضًا، كما ذكرنا.
2. dan menyerahkannya atau ditinggalkan di bank yang Ribawi, ini juga tidak diperbolehkan, seperti yang telah kami sebutkan (atas hal ini),
الثالث: أن يتخلَّص منه بالإتلاف والإهلاك، وهذا قد روي عن بعض المتورِّعين من السلف، وردَّ عليهم الإمام الغزالي في (الإحياء) فقد نهينا عن إضاعة المال.
3. untuk memurnikannya dengan menghilangkannya/merusaknya dan menghancurkannya dan ini sungguh diriwayatkan dari sebagian ahli wira'i dari kalangan salaf tetapi imam Ghozali menolak dari mereka itu di jelaskan dalam kitab ihya'nya : maka sungguh kami mecegah dari membuang-buang atau menyia-nyiakan harta tersebut itu.
الرابع: أن يُصرَف في مصارف الخير، أي للفقراء والمساكين واليتامي وابن السبيل، وللمؤسَّسات الخيرية الإسلامية الدعوية والاجتماعية، وهذا هو الوجه المتعيِّن.
4. dibelanjakan atau ditasyarufkan untuk amal kebaikan, yaitu : untuk orang fakir miskin, yatim piatu dan ibnu sabil, dan untuk lembaga amal dan advokasi islam, dan inilah wajah atau pendapat yang ditunjuk.
وأودُّ أن أبيِّن هنا أن هذا ليس من باب الصدقة، حتي يقال: "إن الله طيِّب لا يقبل إلا طيِّبا" [1].
Dan harapan saya menunjukkan di sini bahwa ini bukanlah termasuk bagian pintu amal sedekah, hanya untuk mengatakan: "Allah itu baik. dia hanya menerima yang baik."
إنما هو من باب صرف المال الخبيث أو الحرام في مصرفه الوحيد، فهو هنا ليس متصدِّقا،
Sesungguhnya itu demi untuk membuat pintu pentasyarufannya harta kotor atau harta yang dihukumi haram sehubungan dengan satu-satunya pentasyarufannya, oleh karena itu, harta tersebut itu di sini tidaklah keberadaannya menjadi suatu amal sedekah.
ولكنه وسيط في توصيل هذا المال لجهة الخير.
Tetapi hal itu adalah sebuah mediator sehubungan dengan menyampaikan/penyaluran atas harta haram tersebut ini untuk arah menjadi baik atau arah yang benar.
ويمكن أن يقال: إنها صدقة من حائز المال الحرام عن صاحب المال ومالكه.
Dan bisa dikatakan atau diucapkan : bahwa hal ini adalah amal sedekah yang dari pemegang harta haram itu untuk orang yang selaku orang yang berhak menguasai harta tersebut dan atau untuk orang yang berhak selaku pemilik harta tersebut itu.
Sumber : www.al-qaradawi.net/node/3830
Wallohu a'lam. (Abd Jabbar, Kang Rasjid).
Referensi Tambahan :
الفروق: ۲/ ۸٥
(المسألة الثالثة) الَّذِي يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ مَغْصُوبٍ أَوْ يَتَوَضَّأُ بِمَاءٍ مَغْصُوبٍ، أَوْ يَحُجُّ بِمَالٍ حَرَامٍ. كُلُّ هَذِهِ الْمَسَائِلِ عِنْدَنَا سَوَاءٌ فِي الصِّحَّةِ خِلَافًا لِأَحْمَدَ، وَالْعِلَّةُ في مَا تَقَدَّمَ أَنَّ حَقِيقَةَ الْمَأْمُورِ بِهِ مِنْ الْحَجِّ وَالسُّتْرَةِ وَصُورَةِ التَّطَهُّرِ قَدْ وُجِدَتْ مِنْ حَيْثُ الْمَصْلَحَةُ لَا مِنْ حَيْثُ الْإِذْنُ الشَّرْعِيُّ، وَإِذَا حَصَلَتْ حَقِيقَةُ الْمَأْمُورِ بِهِ مِنْ حَيْثُ الْمَصْلَحَةُ كَانَ النَّهْيُ مُجَاوِرًا وَهِيَ الْجِنَايَةُ عَلَى الْغَيْرِ كَمَا فِي الدَّارِ الْمَغْصُوبَةِ.
ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺨﻠﻴﻠﻲ , ﻓﺘﺎﻭﻱ ﺍﻟﺨﻠﻴﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ , 1/115
( ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺤﺞ )
ﻣﻄﻠﺐ : ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺤﺞ، ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻻ ﻳﺠﺐ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺤﺞ ﻭﻻ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﻻ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺇﻟﺦ
( ﺳﺌﻞ ) ﻓﻲ ﺭﺟﻞ ﻋﻨﺪﻩ ﻣﺎﻝ ﺣﺮﺍﻡ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﺷﺒﻬﺔ، ﻓﻬﻞ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺤﺞ، ﻭﺇﺫﺍ ﺣﺞ ﻣﻨﻪ، ﻫﻞ ﻳﺼﺢ ﺣﺠﻪ ﻭﻳﺴﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﻓﺮﺽ ﺍﻹﺳﻼﻡ، ﻭﻫﻞ ﺇﺫﺍ ﺗﺼﺪﻕ ﻣﻨﻪ ﻳﺜﺎﺏ، ﻭﻫﻞ ﺗﺠﺐ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ؟
( ﺃﺟﺎﺏ ) ﺍﻋﻠﻢ ﻭﻓﻘﻚ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻳﺠﺐ ﺭﺩﻩ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻟﻜﻪ ﻭﻛﻞ ﻣﺎ ﻣﺮ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﻦ ﻳﻜﻮﻥ ﺁﺛﻤﺎ ﺑﺒﻘﺎﺋﻪ ﻋﻨﺪﻩ، ﻓﻼ ﻳﻄﺎﻟﺐ ﻣﻦ ﻋﻨﺪﻩ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻻ ﺑﺤﺞ، ﻭﻻ ﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻻ ﺯﻛﺎﺓ ﻣﺎﻝ، ﻭﻻ ﺯﻛﺎﺓ ﺑﺪﻥ؛ ﻷﻧﻪ ﻓﻘﻴﺮ ﺣﻴﺚ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻨﺪﻩ ﻏﻴﺮﻩ، ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺬﻱ ﻣﻦ ﺷﺒﻬﺔ، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻪ ﺷﺒﻬﺔ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ، ﻛﺄﻥ ﻗﺎﻝ ﺑﺤﻠﻪ ﻋﺎﻟﻢ، ﻭﺑﺤﺮﻣﺘﻪ ﺁﺧﺮ، ﻓﺈﻥ ﻗﻠﺪ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﺑﺎﻟﺤﺮﻣﺔ، ﻓﻘﺪ ﻋﻠﻢ ﺣﻜﻤﻪ، ﻭﺇﻥ ﻗﻠﺪ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﺑﺎﻟﺤﻞ ﺟﺮﺕ ﻓﻴﻪ ﺳﺎﺋﺮ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﻛﻮﺟﻮﺏ ﺍﻟﺤﺞ ﻭﺍﻟﺰﻛﺎﺓ، ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ؛ ﻷﻧﻪ ﻣﺎﻝ ﻣﻤﻠﻮﻙ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻮﺭﻉ ﺗﺮﻛﻪ، ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﺸﺒﻬﺔ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﻘﻄﻊ ﺑﺤﻠﻪ، ﻛﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﻣﻤﻦ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﺎﻟﻪ ﺣﺮﺍﻡ، ﻭﻣﺎﻝ ﻣﻦ ﻳﺒﻴﻊ ﺍﻟﺨﻤﺮ، ﻭﻣﻦ ﻳﺘﻌﺎﻃﻰ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ، ﻓﻬﺬﺍ ﺍﻟﻮﺭﻉ ﺗﺮﻛﻪ، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﺧﺬﻩ، ﻭﺃﻛﻠﻪ، ﻭﺍﻟﺘﻌﺎﻣﻞ ﻣﻊ ﻣﺎﻟﻜﻪ، ﻭﺗﺠﺮﻱ ﻓﻴﻪ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻣﻦ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻴﻪ، ﻭﺍﻟﺤﺞ ﻭﺍﻟﻌﻤﺮﺓ ﻭﺍﻟﻔﻄﺮﺓ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ، ﻭﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺣﺞ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﺣﺮﺍﻡ، ﺃﻭ ﺷﺒﻬﺔ ﺻﺢ ﺣﺠﻪ ﻭﻋﻤﺮﺗﻪ ﻭﻭﻗﻊ ﻋﻦ ﻓﺮﺽ ﺍﻹﺳﻼﻡ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﺤﺞ ﻻ ﺗﻌﻠﻖ ﻟﻪ ﺑﺎﻟﻤﺎﻝ ﺃﺻﻼ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺗﻌﻠﻘﻪ ﺑﺎﻟﺒﺪﻥ ﻭﺍﻷﻋﻤﺎﻝ؛ ﻷﻥ ﺍﻹﺣﺮﺍﻡ ﻭﺍﻟﻄﻮﺍﻑ ﻭﺍﻟﺴﻌﻲ، ﻭﺍﻟﻮﻗﻮﻑ ﺑﻌﺮﻓﺔ، ﻭﺭﻣﻲ ﺍﻟﺠﻤﺎﺭ، ﻭﺍﻟﺤﻠﻖ ﻭﺍﻟﺘﻘﺼﻴﺮ، ﻭﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﻗﻮﺍﻝ ﺍﻟﺘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺞ ﺳﻨﺔ،
ﻧﻌﻢ ﻟﻮ ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺩﻡ ﻣﻦ ﺩﻣﺎﺀ ﺍﻟﺤﺞ ﻭﺍﺷﺘﺮﻯ ﺩﻣﺎ ﺑﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻟﻢ ﻳﺠﺰﻩ، ﻭﺑﻘﻲ ﺍﻟﺪﻡ ﻓﻲ ﺫﻣﺘﻪ، ﻓﺈﻥ ﺍﺷﺘﺮﺍﻩ ﻓﻲ ﺫﻣﺘﻪ، ﺛﻢ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻟﻢ ﺗﺒﺮﺃ ﺫﻣﺘﻪ، ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﺪﻡ ﻳﺠﺰﻳﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﺪﻡ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ، ﻭﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﺘﺼﺪﻕ ﺑﻪ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﺭﺩﻩ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻟﻜﻪ، ﺑﻞ ﻧﻘﻞ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺃﻧﻪ ﻳﺜﺎﺏ ﺑﺎﻟﻤﺎﻝ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ، ﻭﺗﺼﺪﻕ ﺑﻪ ﺃﻧﻪ ﻳﻜﻔﺮ، ﻧﻌﻢ ﻗﺪ ﻳﻘﺎﻝ : ﻓﻴﻪ ﻧﻮﻉ ﺳﺮﻭﺭ ﺑﺪﺧﻮﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺘﺼﺪﻕ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻟﻜﻦ ﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﻘﺎﻭﻡ ﺇﺛﻢ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ، ﻭﻻ ﺗﺠﺐ ﻓﻴﻪ ﺯﻛﺎﺓ، ﻭﻻ ﺗﺴﺘﺤﺐ؛ ﻟﻤﺎ ﻋﻠﻢ ﻣﻦ ﻭﺟﻮﺏ ﺭﺩﻩ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻟﻜﻪ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺑﺒﻌﺾ ﺍﻟﻤﺎﻝ، ﻭﻳﺼﺢ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻌﻮﺭﺓ ﺑﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ، ﻭﺗﺼﺢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻻﺑﺴﻪ ﺁﺛﻤﺎ ﺑﻠﺒﺴﻪ؛ ﻷﻥ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﺼﻼﺓ، ﻭﺃﻗﻮﺍﻟﻬﺎ ﺧﺎﺭﺟﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﺒﺎﺱ . ﻧﻌﻢ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻻ ﺗﺼﺢ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺎﻟﺤﺮﺍﻡ ﻟﺸﺪﺓ ﻭﺭﻋﻪ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ .
شرح النووي على مسلم
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما تصدق أحد بصدقة من طيب ولا يقبل الله إلا الطيب إلا أخذها الرحمن بيمينه وإن كانت تمرة فتربو في كف الرحمن حتى تكون أعظم من الجبل كما يربي أحدكم فلوه أو فصيله
قوله صلى الله عليه وسلم : ( ولا يقبل الله إلا الطيب ) المراد بالطيب هنا الحلال
جامع العلوم والحكم
وقوله " لا يقبل إلا طيبا " قد ورد معناه في حديث الصدقة ، ولفظه : لا يتصدق أحد بصدقة من كسب طيب ولا يقبل الله إلا طيبا . . . . . . . والمراد أنه تعالى لا يقبل من الصدقات إلا ما كان طيبا حلالا .
وقد قيل : إن المراد في هذا الحديث الذي نتكلم فيه الآن بقوله : " لا يقبل الله إلا طيبا " أعم من ذلك ، وهو أنه لا يقبل من الأعمال إلا ما كان طيبا طاهرا من المفسدات كلها ، كالرياء والعجب ، ولا من الأموال إلا ما كان طيبا حلالا ، فإن الطيب يوصف به الأعمال والأقوال والاعتقادات ، فكل هذه تنقسم إلى طيب وخبيث .
قال القاري في المرقاة
وَالْمَعْنَى أَنَّ التَّصَدُّقَ بِالْمَالِ الْحَرَامِ سَيِّئَةٌ، وَلَا يَمْحُوَ اللَّهُ الْأَعْمَالَ السَّيِّئَاتِ بِالسَّيِّئَاتِ، بَلْ قَالَ بَعْضُ عُلَمَائِنَا: مَنْ تَصَدَّقَ بِمَالٍ حَرَامٍ وَرَجَا الثَّوَابَ كَفَرَ، وَلَوْ عَرَفَ الْفَقِيرُ وَدَعَا لَهُ كَفَرَ (وَلَكِنْ يَمْحُو السَّيِّئَ بِالْحَسَنِ) أَيِ: التَّصَدُّقِ بِالْحَلَال. اهـ
وقال الحافظ ابن رجب رحمه الله: وَأَمَّا الصَّدَقَةُ بِالْمَالِ الْحَرَامِ، فَغَيْرُ مَقْبُولَةٍ كَمَا فِي " صَحِيحِ مُسْلِمٍ " عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ، وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ» .،، وَفِي " الصَّحِيحَيْنِ " عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «قَالَ مَا تَصَدَّقَ عَبْدٌ بِصَدَقَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ - وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ - إِلَّا أَخَذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِينِهِ» وَذَكَرَ الْحَدِيثَ.،،.... وَرُوِيَ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، وَيَزِيدَ بْنِ مَيْسَرَةَ أَنَّهُمَا جَعَلَا مَثَلَ مَنْ أَصَابَ مَالًا مِنْ غَيْرِ حِلِّهِ، فَتَصَدَّقَ بِهِ مَثَلَ مَنْ أَخَذَ مَالَ يَتِيمٍ، وَكَسَا بِهِ أَرْمَلَةً.،، وَسُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَمَّنْ كَانَ عَلَى عَمَلٍ، فَكَانَ يَظْلِمُ وَيَأْخُذُ الْحَرَامَ، ثُمَّ تَابَ، فَهُوَ يَحُجُّ وَيُعْتِقُ وَيَتَصَدَّقُ مِنْهُ، فَقَالَ: إِنَّ الْخَبِيثَ لَا يُكَفِّرُ الْخَبِيثَ وَكَذَا قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: إِنَّ الْخَبِيثَ لَا يُكَفِّرُ الْخَبِيثَ، وَلَكِنَّ الطَّيِّبَ يُكَفِّرُ الْخَبِيثَ.،، وَقَالَ الْحَسَنُ: أَيُّهَا الْمُتَصَدِّقُ عَلَى الْمِسْكِينِ يَرْحَمُهُ، ارْحَمْ مَنْ قَدْ ظَلَمْتَ.،، وَاعْلَمْ أَنَّ الصَّدَقَةَ بِالْمَالِ الْحَرَامِ تَقَعُ عَلَى وَجْهَيْنِ:،، أَحَدُهُمَا: أَنْ يَتَصَدَّقَ بِهِ الْخَائِنُ أَوِ الْغَاصِبُ وَنَحْوُهُمَا، عَنْ نَفْسِهِ، فَهَذَا هُوَ الْمُرَادُ مِنْ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ أَنَّهُ لَا يُتَقَبَّلُ مِنْهُ: بِمَعْنَى أَنَّهُ لَا يُؤْجَرُ عَلَيْهِ، بَلْ يَأْثَمُ بِتَصَرُّفِهِ فِي مَالِ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ، وَلَا يَحَصُلُ لِلْمَالِكِ بِذَلِكَ أَجْرٌ، لِعَدَمِ قَصْدِهِ وَنِيَّتِهِ.... الْوَجْهُ الثَّانِي مِنْ تَصَرُّفَاتِ الْغَاصِبِ فِي الْمَالِ الْمَغْصُوبِ: أَنْ يَتَصَدَّقَ بِهِ عَنْ صَاحِبِهِ إِذَا عَجَزَ عَنْ رَدِّهِ إِلَيْهِ أَوْ إِلَى وَرَثَتِهِ، فَهَذَا جَائِزٌ عِنْدَ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ، مِنْهُمْ مَالِكٌ، وَأَبُو حَنِيفَةَ، وَأَحْمَدُ وَغَيْرُهُمْ.
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/3482946245061492/