PERTANYAAN :
Assalamualaikum, mau bertanya :
الرَّحْمٰنِ bolehkah ditulis seperti ini الرَّحْمانِ
الرَّحِيمِ bolehkah ditulis seperti ini الرَّحٖمِ
Terimakasih. [Al Hikam Ibnu 'Atho'illah Assyakandary ra.].
JAWABAN :
Wa'alaikumussalam. Penulisan teks ayat Al-Quran bukan sesuatu yang sifatnya ijtihadi, dimana apa yang kita hafal bisa dengan seenaknya kita tuliskan begitu saja dengan nalar dan analogi kita. Dalam ILMU RASM, teknis penulisan itu justru masuk wilayah tauqifi yang tidak bisa seenaknya ditulis sesuai bunyinya, namun harus ikut petunjuk NAbi SAW. Terbukti ketika wahyu turun, Nabi SAW memerintahkan para shahabat untuk menuliskannya di hadapan Beliau. Kenapa menuliskannya harus dihadapan Beliau? Karena penulisan Al-Quran tidak selalu sesuai bunyinya, sehingga nilai tulisan itu menjadi bersifat tauqifi dan bukan semata-mata ijtihadi. Contoh penulisan huruf alif pada lafaz bismillah (بسم الله). Seharusnya kan ditulis (بإسم الله). Namun saat menuliskannya di depan Nabi SAW, semua shahabat kompak menghilangkan huruf alif pada kata ism. Ternyata huruf alif menghilang dari kata ism. Tidak ada alasan ilmiah kenapa huruf alif harus menghilang di lafadz basmalah.
Sekarang bandingkan keberadaan huruf alif pada lafadz yang sama, tapi di ayat pertama surat Al-'Alaq yaitu iqra' bismi rabbikalladzi khalaq. Ternyata huruf alif pada kata ism muncul dan dituliskan dengan apa adanya menjadi (باسم ربك). Tidak ada alasan ilmiah kenapa huruf alif tetap ada di lafadz ini. Penjelasannya bahwa cara menuliskan ayat-ayat Al-Quran itu bersifat tauqifi, bukan ijtihadi. Maka Zaid bin Tsabit tidak menuliskan ayat Al-Quran berdasarkan hafalannya, melainkan berdasarkan naskah asli yang bersifat tauqifi dari masa Nabi SAW.
Dengan demikian, jika penulisan kedua lafadz yang ditanyakan itu maksudnya di mushaf Al-Qur'an, maka harus merujuk kepada riwayat penulisan tempo dulu, kalau misalnya jaman sahabat tertulis demikian, tentunya tidak masalah. Jika penulisan dimaksud di luar Al-Qur'an, maka bisa melihat hasil keputusan ulama akhir tentang ejaan kata (kaidah imla'), bila menurut keputusan tersebut boleh, tentunya boleh juga. Contoh : dalam mushaf Utsmani: tertulis العٰلمين , selain mushaf Utsmani ada dituliskan: العالمين, ini tidak apa-apa.
Secara kaidah, penulisan Alif pada الرحمان dibuang saat ma'rifat (ada alif lam nya) alasannya كثرة الاستعمال (sering digunakan) sedang ketika nakirah ditulis رحمان dengan disertai huruf alif. Itu artinya penulisan الرَّحْمٰنِ dan الرَّحْمانِ , keduanya sama saja, tidak mengurangi makna, selama pada penulisan lafadz pertama, tidak menghilangkan alif khanjariyah, dan menggantinya dengan fathah biasa. Adapun penulisan الرَّحِيمِ menjadi الرَّحٖمِ (huruf ya dibuang diganti harokat kasroh tegak), belum kita temukan kaidah dan dasar sumber referensinya. Wallohu a'lam. [Abi Nadhif, Saiful Mustofa, Iwan Mahrus Arema].
Referensi :
الإملاء والترقيم في الكتابة العربية • الموقع الرسمي للمكتبة الشاملة
قالَ ابنُ قُتيبةَ في «أدب الكاتبِ»: (وكتبوا «الرَّحْمَن» بغيرِ ألِفٍ حينَ أثبتوا الألفَ واللاَّمَ، وإذا حُذِفَتِ الألفُ واللاَّمُ؛ فأحَبُّ إليَّ أن يُعيدوا الألفَ فيكتبوا: «رَحْمَان الدُّنيا والآخِرة») انتهى.
وتحذف من كلمة الرحمن إذا كانت علما مقرونا بأل، أما نحو: لا زلت كريما رحمانا، فلا حذف؛ لأنها ليست علمًا، وخالية من أل.
قال السفاريني في شرح السفارينية وهو يعرض أقول القائلين بأصل اشتقاق لفظ الجلالة :
وقيل من وله يوله من باب علم ولهاً ومعناه تحير لكن قلبت الواو همزة فصار إلهاً كما أبدلوا وسادة فقالوا أسادة ونحوه فلما دخلت عليه أداة التعريف صار الإله ثم حذفت الهمزة لكثرة دورانه على الألسنة فصار الله فزيدت الألف بين اللام والهاء لتكون كالعوض عن الهمزة فصار اللاه لكن لا تكتب الألف كما لا تكتب في الرحمن لكثرة الاستعمال في الدوران ... أهـ
LINK ASAL :