PERTANYAAN
:
Assalammualaikum. Dari Hadist Riwayat Al Bukhari dan Muslim : Ibnu Masud radhiyallahu anhu, beliau mengatakan bahwa disebutkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam : ada seorang laki-laki yang tidur semalaman hingga waktu pagi (kehilangan waktu Subuh), maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :“Laki-laki itu telah dikencingi setan pada telinganya” : (HR. Al Bukhari dan Muslim). Pertanyaannya :
1. apa pengertian hadist di atas?
2. apa hukum air kencing syetan?
3. jika najis, bagai mana cara membersihkannya? Mohon penjelasannya dan terimakasih [Ching Cha Yilah].
JAWABAN :
Wa'alaikum salam. Berikut matan dan penjelasan ulama tentang hadits yang dimaksud;
- Irsyadu Saari :
Pembahasan Hadits Dalam Aspek Majaz
Hadits diatas jika difahami maknanya secara hakiki maka akan menimbulkan kesaalahan dalam pemahaman, karena secara logika tidak mungkin setan yang notabenya adalah bukan makhluk seperti kita dapat mengencingi kita. Maka dari itu dalam hadits diatas difahami menggunakan makna majaz.
Kata بَالَ oleh orang-orang arab digunakan untuk ditujukan kepada orang yang telah tampak pelanggarannya dan jelas kelemahannya. Adapun kata بَالَ ini pada asalnya diambil dari kata الافساد (kerusakan). Jika dimasukkan pada hadits diatas berarti maksut rasulullah didalam hadits diatas yaitu sungguh setan telah berhasil merusak pendengaran dan memutus hubungan pemuda dengan tuhannya mengenai ketaatan dan sholat pada waktunya.
Maksut بَالَ الشَّيْطَانُ dalam hadits diatas adalah setan telah berhasil merobohkan dan merusak pendengaran seorang pemuda, dalam arti lain setan benar-benar merusak pendengarannya dan memutus hubungan pemuda tersebut dengan tuhannya karena setan telah menguasai dirinya sehingga dia berhasil mencegah pemuda tersebut untuk melakukan sholat shubuh.
Dalam shahih muslim li syarhi an-nawawi disebutkan mengenai pendapat tentang بَالَ الشَّيْطَانُ, Ibnu Quthaibah berpendapat bahwa yang dimaksut بَالَ dalam hadits diatas adalah afsadahu .(setan telah merusakkan kuping seorang pemuda).sedangkan muhallab, atthohawai,dan yang lainnya berpendapat bahwa maksut بَال dalam hadits diatas adalah isti’aroh dan isyaroh bagi inqiyatnya setan dan sewenang-wenangnya setan terhadap diri sehingga mengakibatkan terputusnya diri terhadap tengkuk belakang lehernya.dan juga ada yang berpendapat bahwa maksutnya yaitu memandang ringan, memandang remeh, dan melemahkan.
Kesimpulan :
Makna majazi adalah makna yang tidak sebenarnya disebabkan adanya hubungan-hubungan tertentu dan disertai karinah yang mengharuskan untuk tidak dimaknai secara hakiki. Sedangkan ma’na dari hadits diatas adalah disebutkan pada sisi Rasulullah mengenai seorang laki-laki yang tidur pada malam hari, sehingga ia tidak melakukan sholat shubuh, Rasul bersabda itu adalah seorang laki-laki yang dimana setan telah berhasil merusak kedua telinganya (pendengaran) sehingga laki laki tersebut tidak lagi taat kepada Allah SWT dengan meninggalkan sholat.
Aplikasi pemaknaan majazi dalam sebuah hadis tentunya harus mengikuti kaidah-kaidah dalam makna majazi dan dapat disimpulkan bahwa ada tiga poin utama mengenai pemaknaan majaz dalam sebuah hadis yaitu:
a. Makna majaz merupakan ketentuan, jika tidak ditafsirkan secara majaz pasti akan menyimpang dari makna yang dimaksud dan terjerumus pada kesalahan yang fatal.
b. Makna majaz sebagai solusi bagi hadis yang dilihat sulit untuk dipahami secara harfiahnya dan kesulitan ini akan hilang bila hadis tersebut diartikan dengan makna majazi.
c. Makna majaz sebagai bentuk tamsil dan penyerupaan sebagai isyarat dari tingkat keharusan dari suatu anjuran maupun larangan.
Artinya, “Diceritakan disisi Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang seorang lelaki, dikatakan, “Ia berterusan tidur hingga masuk waktu shubuh, ia tidak bangun mengerjakan shalat.” Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah orang yang telinganya dikencingi oleh syaithan.”
Ulama berbeda pendapat mengenai shalat yang terluput dalam hadits diatas; diantara mereka ada yang berpendapat (diantaranya: Sufyân ats-Tsauri, Ath-Thahawi dan Ibnu Hazm) bahwa shalat yang dimaksud adalah shalat fardhu bukan shalat sunnah (tahajjud). Ada yang berpendapat (diantaranya: Imam Al-Bukhâri serta para pemiliki kitab sunan) adalah shalat sunnah (tahajjud) dan bukan shalat fardhu. Dan ada pula yang berpendapat (diantaranya Ibnu Hajar dan al-Qâri pemilik kitab Mirqât al-Mafâtih) bahwa shalat tersebut mencakup shalat fardhu dan shalat sunnah.
Yang unggul bahwa shalat yang dimaksud adalah shalat fardhu bukan shalat sunnah dengan pertimbangan sebagai berikut:
1- Adanya hadits yang sharih (terang dan jelas) yang menyebutkan bahwa shalat yang dimaksud adalah shalat fardhu. Yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibbân dalam shahihnya dengan lafazh:
2- Menetapkan hal itu sebagai shalat fardhu bukan shalat sunnah mencocoki nash-nash syariat, dimana shalat malam (Tahajjud) adalah bagian dari shalat sunnah; dan suatu hal yang dimaklumi bersama bahwa orang yang mengerjakan shalat sunnah karena Allah ta’ala mendapatkan pahala sedang orang yang meninggalkannya tidak ada dosa baginya.
3- Adapun shalat fardhu yang dimaksud pada hadits diatas adalah shalat ‘Isya bukan shalat Shubuh, lantaran dalam hadits diatas menggunakan redaksi : حتى أصبح (hatta ashbaha) yakni masuk diwaktu shubuh dan bukan telah lewat waktu shubuh. Imam As-Sindi berkata: Yang tampak bahwa shalat yang terluput adalah shalat ‘Isya, dan ada kemungkinan shalat tahajjud,” [Lihat: Hamisy Musnad Ahmad 6/22]. Ath-Thahawi seperti yang tercantum dalam at-Tamhid berkata, “Hadits ini menunjukkan –wallâhu a’lam- bahwa ia tertidur dari shalat ‘Isya, ia tidak mengerjakannya hingga habis seluruh waktu malam.”
Adapun yang dimaksud dengan ‘telinganya dikecingi oleh syetan’ , maka ulama dalam hal ini juga berbeda pendapat. Al-Hâfizh ibnu Hâjar dalam Fathul Bâri menyebutkan beragam makna tentang kencingnya setan ditelinga manusia, di antaranya:
LINK ASAL :
Assalammualaikum. Dari Hadist Riwayat Al Bukhari dan Muslim : Ibnu Masud radhiyallahu anhu, beliau mengatakan bahwa disebutkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam : ada seorang laki-laki yang tidur semalaman hingga waktu pagi (kehilangan waktu Subuh), maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :“Laki-laki itu telah dikencingi setan pada telinganya” : (HR. Al Bukhari dan Muslim). Pertanyaannya :
1. apa pengertian hadist di atas?
2. apa hukum air kencing syetan?
3. jika najis, bagai mana cara membersihkannya? Mohon penjelasannya dan terimakasih [Ching Cha Yilah].
JAWABAN :
Wa'alaikum salam. Berikut matan dan penjelasan ulama tentang hadits yang dimaksud;
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ، فَقِيلَ: مَا زَالَ نَائِمًا حَتَّى
أَصْبَحَ، مَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَقَالَ: (ذَاكَ رَجُلٌ بَالَ الشَّيْطَانُ
فِي أُذُنِهِ)
قَوْلُهُ
ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ لَمْ أَقِفْ
عَلَى اسْمِهِ لَكِنْ أَخْرَجَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ يزِيد النَّخعِيّ عَن بن مَسْعُودٍ مَا يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ هُوَ
وَلَفْظُهُ بَعْدَ سِيَاقِ الْحَدِيثِ بِنَحْوِهِ وَأَيْمُ اللَّهِ لَقَدْ بَالَ
فِي أُذُنِ صَاحِبِكُمْ لَيْلَةً يَعْنِي نَفْسَهُ قَوْلُهُ فَقِيلَ مَا زَالَ
نَائِمًا حَتَّى أَصْبَحَ فِي رِوَايَةِ جَرِيرٍ عَنْ مَنْصُورٍ فِي بَدْءِ
الْخَلْقِ رَجُلٌ نَامَ لَيْلَةً حَتَّى أَصْبَحَ قَوْلُهُ مَا قَامَ إِلَى
الصَّلَاةِ المُرَادُ الْجِنْسُ وَيُحْتَمَلُ الْعَهْدُ وَيُرَادُ بِهِ صَلَاةُ
اللَّيْلِ أَوِ الْمَكْتُوبَةُ وَيُؤَيِّدُهُ رِوَايَةُ سُفْيَانَ هَذَا عِنْدَنَا
نَامَ عَنِ الْفَرِيضَة أخرجه بن حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ وَبِهَذَا يَتَبَيَّنُ
مُنَاسَبَةُ الْحَدِيثِ لِمَا قَبْلَهُ وَفِي حَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ الَّذِي
قَدَّمْتُ ذِكْرَهُ مِنْ فَوَائِدِ الْمُخَلِّصِ أَصْبَحَتِ الْعُقَدُ كُلُّهَا
كَهَيْئَتِهَا وَبَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنِهِ فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ وَقْتُ
بَوْلِ الشَّيْطَانِ وَمُنَاسَبَةُ هَذَا الْحَدِيثِ لِلَّذِي قَبْلَهُ قَوْلُهُ
فِي أُذُنِهِ فِي رِوَايَةِ جَرِيرٍ فِي أُذُنَيْهِ بِالتَّثْنِيَةِ وَاخْتُلِفَ
فِي بَوْلِ الشَّيْطَانِ فَقِيلَ هُوَ عَلَى حَقِيقَتِهِ قَالَ الْقُرْطُبِيُّ
وَغَيْرُهُ لَا مَانِعَ مِنْ ذَلِكَ إِذْ لَا إِحَالَةَ فِيهِ لِأَنَّهُ ثَبَتَ
أَنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ وَيَنْكِحُ فَلَا مَانِعَ مِنْ أَنْ
يَبُولَ وَقِيلَ هُوَ كِنَايَةٌ عَنْ سَدِّ الشَّيْطَانِ أُذُنَ الَّذِي يَنَامُ
عَنِ الصَّلَاةِ حَتَّى لَا يَسْمَعَ الذِّكْرَ وَقِيلَ مَعْنَاهُ أَنَّ
الشَّيْطَانَ مَلَأَ سَمْعَهُ بِالْأَبَاطِيلِ فَحَجَبَ سَمْعَهُ عَنِ الذِّكْرِ
وَقِيلَ هُوَ كِنَايَةٌ عَنِ ازْدِرَاءِ الشَّيْطَانِ بِهِ وَقِيلَ مَعْنَاهُ
أَنَّ الشَّيْطَانَ اسْتَوْلَى عَلَيْهِ وَاسْتَخَفَّ بِهِ حَتَّى اتَّخَذَهُ
كَالْكَنِيفِ الْمُعَدِّ لِلْبَوْلِ إِذْ مِنْ عَادَةِ الْمُسْتَخِفِّ بِالشَّيْءِ
أَنْ يَبُولَ عَلَيْهِ وَقِيلَ هُوَ مَثَلٌ مَضْرُوبٌ لِلْغَافِلِ عَنِ
الْقِيَامِ بِثِقَلِ النَّوْمِ كَمَنْ وَقَعَ الْبَوْلُ فِي أُذُنِهِ فَثَقَّلَ
أُذُنَهُ وَأَفْسَدَ حِسَّهُ وَالْعَرَبُ تُكَنِّي عَنِالْفَسَادِ بِالْبَوْلِ
قَالَ الرَّاجِزُ بَالَ سُهَيْلٌ فِي الْفَضِيخِ فَفَسَدَ وَكَنَّى بِذَلِكَ عَنْ
طُلُوعِهِ لِأَنَّهُ وَقْتُ إِفْسَادِ الْفَضِيخِ فَعَبَّرَ عَنْهُ بِالْبَوْلِ
وَوَقَعَ فِي رِوَايَةِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ
عِنْدَ أَحْمَدَ قَالَ الْحَسَنُ إِنَّ بَوْلَهُ وَاللَّهِ لَثَقِيلٌ وَرَوَى
مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ مِنْ طَرِيقِ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ عَنْ بن مَسْعُودٍ
حَسْبُ الرَّجُلِ مِنَ الْخَيْبَةِ وَالشَّرِّ أَنْ يَنَامَ حَتَّى يُصْبِحَ
وَقَدْ بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنِهِ وَهُوَ مَوْقُوفٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ
وَقَالَ الطِّيبِيُّ خَصَّ الْأُذُنَ بِالذِّكْرِ وَإِنْ كَانَتِ الْعَيْنُ
أَنْسَبَ بِالنَّوْمِ إِشَارَةً إِلَى ثِقَلِ النَّوْمِ فَإِنَّ الْمَسَامِعَ هِيَ
مَوَارِدُ الِانْتِبَاهِ وَخَصَّ الْبَوْلَ لِأَنَّهُ أَسْهَلُ مَدْخَلًا فِي
التَّجَاوِيفِ وَأَسْرَعُ نُفُوذًا فِي الْعُرُوقِ فيورث الكسل فِي جَمِيع
الْأَعْضَاء .
- Irsyadu Saari :
باب
إِذَا نَامَ وَلَمْ يُصَلِّ بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنِهِ
هذا
(باب) بالتنوين (إذا نام ولم يصل بال الشيطان في أذنه) قال في الفتح: كذا
للمستملي وحده، ولغيره باب، فقط، وهو بمنزلة الفصل من سابقه، وفي اليونينية: باب
إذا نام ولم يصل بال الشيطان في أذنه، فليتأمل مع ما قبله.
1144
- حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ قَالَ: حَدَّثَنَا
مَنْصُورٌ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ
عَبْدِ
اللَّهِ -رضي الله عنه- قَالَ: "ذُكِرَ عِنْدَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- رَجُلٌ فَقِيلَ: مَا زَالَ نَائِمًا حَتَّى أَصْبَحَ، مَا
قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ فَقَالَ: بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنِهِ". [الحديث 1144
- طرفه في: 3270].
وبالسند
قال: (حدّثنا مسدد قال: حدّثنا أبو الأحوص) سلام بن سليم (قال: حدّثنا) ولأبي ذر:
أخبرنا (منصور) هو: ابن المعتمر (عن أبي وائل) شقيق بن سلمة (عن عبد الله) بن
مسعود (رضي الله عنه قال):
(ذكر
عند النبي -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- رجل).
قال
الحافظ ابن حجر: لم أقف على اسمه، لكن أخرج سعيد بن منصور عن عبد الرحمن بن يزيد
النخعي، عن ابن مسعود ما يؤخذ منه. أنه هو، ولفظه بعد سياق الحديث بنحوه: وايم
الله لقد بال في أذن صاحبكم ليلة يعني نفسه.
(فقيل)
أي؛ قال رجل من الحاضرين (ما زال) الرجل المذكور (نائمًا حتى أصبح، ما قام إلى
الصلاة) اللام للجنس، أو المراد: المكتوبة، فتكون للعهد. ويدل له قول سفيان، فيما
أخرجه ابن حبان في صحيحه: هذا عبد نام عن الفريضة. (فقال) عليه الصلاة
والسلام:
(بال
الشيطان في أذنه) بضم الهمزة والذال وسكونها، ولا استحالة أن يكون بوله حقيقة،
لأنه ثبت أنه يأكل ويشرب وينكح، فلا مانع من بوله، أو: وهو كناية عن صرفه عن
الصارخ بما يقره في أذنه حتى لا ينتبه، فكأنه ألقى في أذنه بوله فاعتل سمعه بسبب
ذلك.
وقال
التوربشتي: يحتمل أن يقال إن الشيطان ملأ سمعه بالأباطيل، فأحدث فى أذنه، وقرأ عن
استماع دعوة الحق.
وقال
في شرح المشكاة، خص الأذن بالذكر. والعين أنسب بالنوم إشارة إلى ثقل النوم، فإن
المسامع هي موارد الانتباه بالأصوات، ونداء: حي على الصلاة.
قال
الله تعالى: {فَضَرَبْنَا عَلَى آَذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ} [الكهف: 11] أي:
أنمناهم إنامة ثقيلة لا تنبههم فيها الأصوات.
وخص
البول من بين الأخبثين لأنه مع خباثته أسهل مدخلاً في تجاويف الخروق والمعروف،
ونفوذه فيها، فيورث الكسل في جميع الأعضاء.
ورواة
هذا الحديث كوفيون إلا شيخ المؤلّف فبصري، وفيه: التحديث والإخبار والعنعنة
والقول، وأخرجه المؤلّف في صفة إبليس، ومسلم والنسائي وابن ماجة في:
الصلاة.
Pembahasan Hadits Dalam Aspek Majaz
Hadits diatas jika difahami maknanya secara hakiki maka akan menimbulkan kesaalahan dalam pemahaman, karena secara logika tidak mungkin setan yang notabenya adalah bukan makhluk seperti kita dapat mengencingi kita. Maka dari itu dalam hadits diatas difahami menggunakan makna majaz.
Kata بَالَ oleh orang-orang arab digunakan untuk ditujukan kepada orang yang telah tampak pelanggarannya dan jelas kelemahannya. Adapun kata بَالَ ini pada asalnya diambil dari kata الافساد (kerusakan). Jika dimasukkan pada hadits diatas berarti maksut rasulullah didalam hadits diatas yaitu sungguh setan telah berhasil merusak pendengaran dan memutus hubungan pemuda dengan tuhannya mengenai ketaatan dan sholat pada waktunya.
Maksut بَالَ الشَّيْطَانُ dalam hadits diatas adalah setan telah berhasil merobohkan dan merusak pendengaran seorang pemuda, dalam arti lain setan benar-benar merusak pendengarannya dan memutus hubungan pemuda tersebut dengan tuhannya karena setan telah menguasai dirinya sehingga dia berhasil mencegah pemuda tersebut untuk melakukan sholat shubuh.
Dalam shahih muslim li syarhi an-nawawi disebutkan mengenai pendapat tentang بَالَ الشَّيْطَانُ, Ibnu Quthaibah berpendapat bahwa yang dimaksut بَالَ dalam hadits diatas adalah afsadahu .(setan telah merusakkan kuping seorang pemuda).sedangkan muhallab, atthohawai,dan yang lainnya berpendapat bahwa maksut بَال dalam hadits diatas adalah isti’aroh dan isyaroh bagi inqiyatnya setan dan sewenang-wenangnya setan terhadap diri sehingga mengakibatkan terputusnya diri terhadap tengkuk belakang lehernya.dan juga ada yang berpendapat bahwa maksutnya yaitu memandang ringan, memandang remeh, dan melemahkan.
Kesimpulan :
Makna majazi adalah makna yang tidak sebenarnya disebabkan adanya hubungan-hubungan tertentu dan disertai karinah yang mengharuskan untuk tidak dimaknai secara hakiki. Sedangkan ma’na dari hadits diatas adalah disebutkan pada sisi Rasulullah mengenai seorang laki-laki yang tidur pada malam hari, sehingga ia tidak melakukan sholat shubuh, Rasul bersabda itu adalah seorang laki-laki yang dimana setan telah berhasil merusak kedua telinganya (pendengaran) sehingga laki laki tersebut tidak lagi taat kepada Allah SWT dengan meninggalkan sholat.
Aplikasi pemaknaan majazi dalam sebuah hadis tentunya harus mengikuti kaidah-kaidah dalam makna majazi dan dapat disimpulkan bahwa ada tiga poin utama mengenai pemaknaan majaz dalam sebuah hadis yaitu:
a. Makna majaz merupakan ketentuan, jika tidak ditafsirkan secara majaz pasti akan menyimpang dari makna yang dimaksud dan terjerumus pada kesalahan yang fatal.
b. Makna majaz sebagai solusi bagi hadis yang dilihat sulit untuk dipahami secara harfiahnya dan kesulitan ini akan hilang bila hadis tersebut diartikan dengan makna majazi.
c. Makna majaz sebagai bentuk tamsil dan penyerupaan sebagai isyarat dari tingkat keharusan dari suatu anjuran maupun larangan.
ذُكِرَ
عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ، فَقِيلَ: مَا زَالَ
نَائِمًا حَتَّى أَصْبَحَ، مَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَقَالَ: (ذَاكَ رَجُلٌ
بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنِهِ(
Artinya, “Diceritakan disisi Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang seorang lelaki, dikatakan, “Ia berterusan tidur hingga masuk waktu shubuh, ia tidak bangun mengerjakan shalat.” Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah orang yang telinganya dikencingi oleh syaithan.”
Ulama berbeda pendapat mengenai shalat yang terluput dalam hadits diatas; diantara mereka ada yang berpendapat (diantaranya: Sufyân ats-Tsauri, Ath-Thahawi dan Ibnu Hazm) bahwa shalat yang dimaksud adalah shalat fardhu bukan shalat sunnah (tahajjud). Ada yang berpendapat (diantaranya: Imam Al-Bukhâri serta para pemiliki kitab sunan) adalah shalat sunnah (tahajjud) dan bukan shalat fardhu. Dan ada pula yang berpendapat (diantaranya Ibnu Hajar dan al-Qâri pemilik kitab Mirqât al-Mafâtih) bahwa shalat tersebut mencakup shalat fardhu dan shalat sunnah.
Yang unggul bahwa shalat yang dimaksud adalah shalat fardhu bukan shalat sunnah dengan pertimbangan sebagai berikut:
1- Adanya hadits yang sharih (terang dan jelas) yang menyebutkan bahwa shalat yang dimaksud adalah shalat fardhu. Yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibbân dalam shahihnya dengan lafazh:
من
نام عن الفريضة حتى أصبح فقد بال الشيطان في أذنه
Artinya: Barangsiapa yang
tertidur dari shalat fardhu hingga masuk waktu shubuh maka syaithan telah
mengencingi telinganya.” [Shahih Ibnu Hibbân 2562]. Setiap perkara yang
mengandung beberapa kemungkinan apabila datang nash (dalil yang tegas) maka
nash tersebut memutuskan kemungkinan-kemungkinan tersebut2- Menetapkan hal itu sebagai shalat fardhu bukan shalat sunnah mencocoki nash-nash syariat, dimana shalat malam (Tahajjud) adalah bagian dari shalat sunnah; dan suatu hal yang dimaklumi bersama bahwa orang yang mengerjakan shalat sunnah karena Allah ta’ala mendapatkan pahala sedang orang yang meninggalkannya tidak ada dosa baginya.
3- Adapun shalat fardhu yang dimaksud pada hadits diatas adalah shalat ‘Isya bukan shalat Shubuh, lantaran dalam hadits diatas menggunakan redaksi : حتى أصبح (hatta ashbaha) yakni masuk diwaktu shubuh dan bukan telah lewat waktu shubuh. Imam As-Sindi berkata: Yang tampak bahwa shalat yang terluput adalah shalat ‘Isya, dan ada kemungkinan shalat tahajjud,” [Lihat: Hamisy Musnad Ahmad 6/22]. Ath-Thahawi seperti yang tercantum dalam at-Tamhid berkata, “Hadits ini menunjukkan –wallâhu a’lam- bahwa ia tertidur dari shalat ‘Isya, ia tidak mengerjakannya hingga habis seluruh waktu malam.”
Adapun yang dimaksud dengan ‘telinganya dikecingi oleh syetan’ , maka ulama dalam hal ini juga berbeda pendapat. Al-Hâfizh ibnu Hâjar dalam Fathul Bâri menyebutkan beragam makna tentang kencingnya setan ditelinga manusia, di antaranya:
1.Ia merupakan kinayah
(kiasan) dari sumpalan yang dilakukan oleh setan ke telinga orang yang
ketiduran dari shalat sampai ia tidak mendengar azd-dzikr (adzan).
2.Bahwa setan telah menguasai
lelaki tersebut sehingga ia tidak ubahnya seperti jamban yang dipersiapkan untuk
kencing.
3.Setan menganggap remeh
lelaki tersebut, karena siapa saja yang diremehkan oleh seseorang maka ia akan
mengencinginya.
4.Dan boleh juga kencing yang
dimaksud adalah kencing yang sebenarnya karena setan itu sendiri makan dan
minum, maka tidak ada penghalang baginya jika ia kencing. Adapun pendapat yang
rajih (unggul) –wallahu a’lam- adalah pendapat yang terakhir, lantaran ia
adalah perkara ghaib yang diberitakan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
kepada kita, kita cukup membenarkannya tanpa perlu mengetahui bagaimana
hakikatnya. Imam Al-Qurthubi dan beberapa ulama lain mengatakan bahwa tidak ada
salahnya mengartikan seperti itu (bahwa ia benar-benar kencing), karena memang
telah terbukti bahwa setan makan, minum, dan kawin. Sehingga tidak ada larangan
untuk mengatakan bahwa setan pun kencing.
5.Mengapa sasarannya di
telinga dan mengapa pula dengan air kecing? al-Qâdhi ‘Iyyâdh berkata,
“Dikhususkan dengan telinga lantaran telinga adalah indera kewaspadaan”
[An-Nawawi dalam Syarh Muslim (3/290)]. Ath-Thîbi berkata, “Dikhususkan dengan
air kencing lantaran ia lebih mudah masuk kedalam rongga-rongga serta lebih
cepat meresap ke dalam urat-urat hingga menyebabkan kelesuan/rasa malas pada
semua anggota tubuh.” [al-Fath 3/29]. Wallâhu a’lam. [@santrialit].
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/1593816587307810/