PERTANYAAN
:
Assalamu'alaykum. Mohon jawaban dari para ustadz/kiyai/para alim, saya sangat membutuhkan jawaban tentang hadits : Dari seorang ibu putra Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang biasa memanjangkan (ukuran) pakaianku dan (kadang-kadang) aku berjalan di tempat kotor?’ maka Jawab Ummu Salamah, bahwa Nabi pernah bersabda, “Tanah selanjutnya menjadi pembersihnya.” (HR. Ibnu Majah, Imam Malik dan Tirmidzi. Hadits shahih). Darimana rujukannya dan apa istinbath hukumnya ? Semoga Alloh membalas kebaikan para mujawwib dengan berlipat ganda. [Asep Syarifudin].
JAWABAN :
Wa'alaikumussalam, berikut ini teks haditsnya :
Penjelasan dari kitab al istidzkar libni abdil barr (2/132) :
Fuqoha' berbeda pendapat tentang cara mensucikan ujung pakaian wanita, dan sunnahnya bardasarkan mankna yg disebt dalam hadits tsb.
imam malik berkata : maknanya adalah kotoran tsb dalam keadaan kering yg tdk menempel pada pakaian, jika keadaannya spt itu maka tanah selanjutnya yaitu tempat yg suci menjadi pembersih baju yg terkena kotoran kering tsb.
pendapat ini menurut imam malik bukanlah penyucian thd najis, karena najis menurut imam malik tdk bisa mensucikannya kecuali air, hanya saja dalam hadits ini sebagai pembersih saja.
ini juga menjadi pendapatnya imam syafi'i, imam ahmad, semuanya itu tdklah bisa mensucikan najis menurut mereka kecuali di siram dengan air.
al asrom berkata : aku pernah mendengar Ahmad bin Hambal ditanya mengenai hadits Ummu Salamah “tanah berikutnya akan menyucikan najis sebelumnya”.
Beliau menjawab, “Menurutku wanita tersebut bukanlah terkena kencing, lalu disucikan dengan tanah selanjutnya. Akan tetapi, ia melewati tempat yang kotor (bukan najis yang basah ) kemudian ia melewati tempat yang lebih suci, lalu tempat tersebut menyucikan najis sebelumnya.”
imam abu hanifah, abu yusuf dan muhammad berkata : " segala sesuatu yg bisa menghilangkan dzatiah najis maka telah mensucikannya , air dan selainnya dalam hal ini sama saja."
mereka berkata : jika najis tsb hilang dengan cahaya matahari atau selainnya hingga tdk terlihat dan tdk diketahui tempat najisnya , maka hal itulah yg mensucikannya. Wallohu a'lam. [Nur Hamzah, Opick].
Tambahan ta'bir :
- kitab tuhfatul ahwadzi sarah tirmidzi :
- kitab mausuatul fiqhiyah :
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/1314317658591039
Assalamu'alaykum. Mohon jawaban dari para ustadz/kiyai/para alim, saya sangat membutuhkan jawaban tentang hadits : Dari seorang ibu putra Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang biasa memanjangkan (ukuran) pakaianku dan (kadang-kadang) aku berjalan di tempat kotor?’ maka Jawab Ummu Salamah, bahwa Nabi pernah bersabda, “Tanah selanjutnya menjadi pembersihnya.” (HR. Ibnu Majah, Imam Malik dan Tirmidzi. Hadits shahih). Darimana rujukannya dan apa istinbath hukumnya ? Semoga Alloh membalas kebaikan para mujawwib dengan berlipat ganda. [Asep Syarifudin].
JAWABAN :
Wa'alaikumussalam, berikut ini teks haditsnya :
مالك
، عن محمد بن عمارة ، عن محمد بن إبراهيم ، عن أم ولد لإبراهيم بن عبد الرحمن بن
عوف ؛ أنها سألت أم سلمة زوج النبي - صلى الله عليه وسلم - فقالت : إني امرأة أطيل
ذيلي ، وأمشي في المكان القذر . قالت أم سلمة : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم
- : " يطهره ما بعده "
Penjelasan dari kitab al istidzkar libni abdil barr (2/132) :
اختلف
الفقهاء في طهارة الذيل للمرأة ، وأن ذلك سنتها على المعنى المذكور في هذا الحديث .
-
فقال مالك : معناه في القشب اليابس والقذر الجاف الذي لا يتعلق منه بالثوب شيء ،
فإذا كان هكذا كان ما بعده من المواضع الطاهرة تطهيرا للثوب .
-
وهذا عنده ليس تطهيرا للنجاسة ؛ لأن النجاسة عنده لا يطهرها إلا الماء ، وإنما هو
تنظيف .
-
وهو قول الشافعي ، وزفر ، وأحمد بن حنبل ، كل هؤلاء لا يطهر النجاسة عندهم إلا
الغسل بالماء .
-
وقال الأثرم : سمعت أحمد بن حنبل يسأل عن حديث أم سلمة : " يطهره ما بعده " ، فقال
: ليس هذا عندي على أنه أصابه بول فمر بعده على الأرض فطهره ، ولكنه يمر بالمكان
يتقذره فيمر بمكان أطيب منه فيطهره .
-
وقال أبو حنيفة ، وأبو يوسف ، ومحمد : كل ما أزال عين النجاسة فقد طهرها ، والماء
وغيره في ذلك سواء .
-
قالوا : ولو زالت بالشمس أو بغيرها حتى لا تدرك معها ، ولا يرى ولا يعلم موضعها
فذلك تطهير لها .
Fuqoha' berbeda pendapat tentang cara mensucikan ujung pakaian wanita, dan sunnahnya bardasarkan mankna yg disebt dalam hadits tsb.
imam malik berkata : maknanya adalah kotoran tsb dalam keadaan kering yg tdk menempel pada pakaian, jika keadaannya spt itu maka tanah selanjutnya yaitu tempat yg suci menjadi pembersih baju yg terkena kotoran kering tsb.
pendapat ini menurut imam malik bukanlah penyucian thd najis, karena najis menurut imam malik tdk bisa mensucikannya kecuali air, hanya saja dalam hadits ini sebagai pembersih saja.
ini juga menjadi pendapatnya imam syafi'i, imam ahmad, semuanya itu tdklah bisa mensucikan najis menurut mereka kecuali di siram dengan air.
al asrom berkata : aku pernah mendengar Ahmad bin Hambal ditanya mengenai hadits Ummu Salamah “tanah berikutnya akan menyucikan najis sebelumnya”.
Beliau menjawab, “Menurutku wanita tersebut bukanlah terkena kencing, lalu disucikan dengan tanah selanjutnya. Akan tetapi, ia melewati tempat yang kotor (bukan najis yang basah ) kemudian ia melewati tempat yang lebih suci, lalu tempat tersebut menyucikan najis sebelumnya.”
imam abu hanifah, abu yusuf dan muhammad berkata : " segala sesuatu yg bisa menghilangkan dzatiah najis maka telah mensucikannya , air dan selainnya dalam hal ini sama saja."
mereka berkata : jika najis tsb hilang dengan cahaya matahari atau selainnya hingga tdk terlihat dan tdk diketahui tempat najisnya , maka hal itulah yg mensucikannya. Wallohu a'lam. [Nur Hamzah, Opick].
Tambahan ta'bir :
- kitab tuhfatul ahwadzi sarah tirmidzi :
قال
الخطابي كان الشافعي يقول إنما هو فيما جر على ما كان يابسا لا يعلق بالثوب منه شيء
، فأما إذا جر على رطب فلا يطهره إلا بالغسل ،
وقال
أحمد : ليس معناه إذا أصابه بول ثم مر بعده على الأرض أنها تطهره ولكنه يمر بالمكان
فيقذره ثم يمر بمكان أطيب منه فيكون هذا بذاك ، لا على أنه يصيبه منه شيء ،
وقال
مالك فيما روي عنه : إن الأرض يطهر بعضها بعضا ، وإنما هو أن يطأ الأرض القذرة ثم
يطأ الأرض اليابسة النظيفة فإن بعضها يطهر بعضا ، فأما النجاسة مثل البول ونحوه
يصيب الثوب أو بعض الجسد فإن ذلك لا يطهره إلا الغسل ، قال وهذا إجماع الأمة .
انتهى كلامه
- kitab mausuatul fiqhiyah :
ذهب
الشّافعيّة والحنابلة إلى أنّه إذا تنجّس ذيل ثوب المرأة فإنّه يجب غسله كالبدن ،
ولا يطهّره ما بعده من الأرض .وذهب المالكيّة إلى أنّه يعفى عمّايصيب ذيل ثوب
المرأة اليابس من النّجاسة إذا مرّت بعد الإصابة على موضع طاهر يابس، سواء كان
أرضاً أو غيره .وقيّدوا هذا العفو بعدّة قيود هي :أ - أن يكون الذّيل يابساً وقد
أطالته للسّتر ، لا للزّينة والخيلاء .قال الدّسوقيّ : من المعلوم أنّه لا تطيله
للسّتر إلاّ إذا كانت غير لابسة لخفّ أو جورب ، فعلى هذالو كانت لابسةً لهما فلا
عفو ، كان ذلك من زيّها أم لا .ب - وأن تكون النّجاسة الّتي أصابت ذيل الثّوب
مخفّفة جافّة ، فإن كانت رطبةً فإنّه يجب الغسل ، إلاّ أن يكون معفوّاً عنه كالطّين
.ج - وأن يكون الموضع الّذي تمرّ عليه بعد الإصابة طاهراً يابساً .
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/1314317658591039