PERTANYAAN
:
Assalamualaikum. Saya ingin
bertanya, apa benar bila di dalam qolbu kita merasa tawadhu/rendah hati, itu
termasuk kedalam sombong dan takabur ? sebelumnya terimakasih atas jawabannya.
[Suryadi]
JAWABAN
:
Wa’alaikum salam. Dalam
Matan Al-Hikam dari Hikmah 237-249 dijelaskan :
جَعلَهُ
لَكَ عَدّواً لِيَحُوشَكَ بِهِ إلَيْهِ، وَحَرَّكَ عَلَيْكَ النَّفْسَ لِيَدومَ
إقْبالُكَ عَلَيْهِ.
Allah sengaja menjadikan
syetan sebagai musuhmu, karena Dia ingin menuntunmu menuju kepada-Nya. Dan Allah
menggerakkan hawa nafsumu, agar engkau senantiasa menghadap-Nya.
مَنْ
أثْبَتَ لِنَفْسِهِ تَواضُعاً فَهُوَ المُتَكَبِّرُ حَقّاً. إذْ لَيْسَ
التَّواضُعُ إلّا عَنْ رِفْعَهٍ. فَمَتى أثْبَتَّ لِنَفِسَكَ تَواضُعاً فَأنْتَ
المُتَكَبِّرُ حَقّاً.
Siapa yang merasa dirinya
tawadhu’ (randah hati), berarti ia orang yang sombong (takabur). Sebab,
anggapan diri tawadhu’ tidak akan muncul kecuali dari sikap tinggi hati. Maka,
saat engkau menyandangkan keagungan (tinggi hati) itu pada dirimu, berarti
engkau benar-benar orang yang sombong.
لَيْسَ
المُتَواضِعُ الَّذي إذا تَواضَعَ رَأى أنَّهُ فَوْقَ ما صَنَعَ. وَلكِنَّ
المُتَواضِعَ الَّذي إذا تَواضَعَ رَأى أنَّهُ دُونَ ما صَنَعَ.
Mutawadhi’ (orang yang
tawadhu’) itu bukanlah seseorang yang tawadhu’ namun merasa dirinya lebih dari
apa yang ia perbuat. Akan tetapi, orang tawadhu’ itu adalah yang meski ia
tawadhu’ tapi merasa dirinya kurang dengan apa yang telah ia
perbuat.
التَّواضُعُ
الحَقيقيُّ هُوَ ما كانَ ناشِئاً عَنْ شُهودِ عَظَمَتِهِ وَتَجَلّي
صِفَتِهِ.
Sikap tawadhu’ yang sejati
timbul dari menyadari akan keagungan Allah dan sifat-sifat-Nya yang begitu
nyata.
لا
يُخْرِجُكَ عَنِ الوَصْفِ إلا شُهودُ الوَصْفِ.
Tidak ada yang dapat
melepaskanmu dari sifat burukmu, kecuali bila engkau menyadari sifat agung yang
ada di sisi Allah.
المُؤْمِنُ
يَشْغَلُهُ الثَّناءُ عَلى اللهِ عَنْ أنْ يَكونَ لِنَفْسِهِ شاكِراً.
وَتَشْغَلُهُ حُقوقُ اللهِ عَنْ أنْ يَكونَ لِحُظوظِهِ ذاكِراً.
Seorang mukmin itu suka
menyibukkan diri menyanjung Allah, sehingga tidak sempat untuk memuji dirinya
sendiri. Dan ia sibuk menunaikan kewajiban kepada Allah, sehingga ia lupa akan
porsi untuk dirinya sendiri.
لَيْسَ
المُحِبُّ الَّذي يَرْجو مِنْ مَحْبوبِهِ عِوَضاً أوْ يَطْلُبُ مِنهُ غَرَضاً،
فَإنَّ المُحِبَّ مَنْ يَبْذُلُ لَكَ، لَيْسَ المُحِبُّ مَنْ تَبْذُلُ
لَهُ.
Seorang pecinta bukanlah
orang yang mengharapkan imbalan dari orang yang dicintainya, atau menuntut
sesuatu dari kekasihnya itu. Tapi sejatinya, pecinta adalah orang yang bermurah
hati memberi pada kekasihnya, bukan malah memperoleh sesuatu
darinya.
لَوْلا
مَيادينُ النُّفوسِ ما تَحَقَّقَ سَيْرُ السّائِرينَ. إذْ لا مَسافَةَ بَيْنَكَ
وَبَيْنَهُ حَتى تَطْوِيَها رِحْلَتُكَ. وَلا قَطيعَةَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ حتى
تَمْحُوَها وُصْلَتُكَ.
Kalaulah tidak ada tempat
bagi nafsu, maka pasti tidak ada orang yang melakukan perjalanan menuju kepada
Allah. sebab tanpa adanya nafsu itu, tak ada lagi jarak yang memisahkan antara
engkau dengan Allah, dan juga tak ada lagi sekat yang harus dibuka antara
engkau dan Allah.
جَعَلَكَ
في العالَمِ المُتَوَسِّطِ بَينَ مُلْكِهِ وَمَلَكوتِهِ لِيُعَلِّمَكَ جَلالَةَ
قَدْرِكَ بَيْنَ مَخْلوقاتِهِ، وَأنَّكَ جَوْهَرَةٌ تَنْطَوي عَلَيْكَ أصْدافُ
مُكَوَّناتِهِ.
Allah menempatkanmu di
alam pertengahan, diantara alam nyata (kerajaan-Nya) dan alam gaib
(makhluk-Nya). Ini untuk membuatmu mengerti akan tingginya kedudukanmu di
antara semua makhluk-Nya. Dan bahwa engkau adalah permata yang tersembunyi
dalam alam raya ciptaan-Nya.
إنَّما
وَسِعَكَ الكَونُ مِنْ حَيْثُ جُثْمانِيَّتُكَ وَلَمْ يَسَعْكَ مِنْ حَيْثُ ثُبوتِ
رُوحانيَّتِكَ.
Alam ini hanya memuaskan
jasmanimu, tapi tidak memuaskan rohanimu.
الكائِنُ
في الكَونِ، وَلَمْ تُفْتَحْ لَهُ مَيادينُ الغُيوبِ، مَسْجونٌ بِمُحيطاتِهِ،
وَمَحْصورٌ في هَيْكَلِ ذاتِهِ.
Mereka yang ada di alam
ini ada yang belum terbuka alam gaib baginya, hingga mereka terkurung oleh
kesenangan dunia (syahwat) yang ada di sekelilingnya, dan terpenjara dalam
kerangka tubuhnya.
أنْتَ
مَعَ الأكْوانِ ما لَمْ تَشْهَدِ المُكَوِّنَ، فَإذا شَهِدْتَهُ كانَتِ الأكْوانُ
مَعَكَ.
Engkau tetap terikat
dengan alam materi, selama engkau belum menyaksikan Sang Pencipta alam itu.
Namun, apabila engkau telah menyaksikan-Nya, maka alamlah yang akan
mengikutimu.
لا
يَلْزَمُ مِنْ ثُبوتِ الخُصوصِيَّةِ عَدَمُ وَصْفِ البَشَريَّةِ، إنَّما مَثَلُ
الخُصوصِيَّةِ كإشْراقِ شَمْسِ النَّهارِ ظَهَرَتْ في الأُفُقِ وَلَيْسَتْ
مِنْهُ. تارَةً تُشْرِقُ شُموسُ أوصْافِهِ عَلى لَيْلِ وُجودِكَ. وَتارَةً
يَقْبِضُ ذلِكَ عَنْكَ فَيَرُدُّكَ إلى حُدودِكَ، فَالنَّهارُ لَيْسَ مِنْكَ
وَإلَيْكَ، وَلكِنَّهُ وارِدٌ عَلَيْكَ.
Diperolehnya keistimewaan
sifat kewalian (khususiyah) itu bukan berarti lalu hilang sifat kemanusiaannya.
Sifat khususiyah tersebut laksana pancaran sinar matahari di siang hari. Ia
tampak di cakrawala, namun bukan bagian darinya. Terkadang matahari (cahaya)
dari sifat-sifat Allah menyinari malam wujudmu. Dan terkadang Allah menariknya
darimu, lalu mengembalikanmu pada keterbatasanmu. Cahaya siang itu bukan
berasal darimu dan bukan untukmu, namun ia menyinarimu. Wallahu a’lam
[Mujaawib : Ust Ghufron
Bkl].
Sumber :
islamport.com/w/akh/Web/2831/187.htm
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/1188224661200340/
www.fb.com/notes/1246248415397964