PERTANYAAN
:
Assalamu'alaikum. Boleh tidak cukur rambut di salon bencong ganas? [Membaca Menyimak].
JAWABAN :
WARIA DI SALON : Demi penampilan dan kesehatan, wanita modern saat ini wajib memanfaatkan jasa salon. Salon merupakan usaha jasa yang bergerak di bidang perawatan tubuh, kecantikan, dan model rambut. Jasa salon pada biasanya tidak hanya punya karyawan perempuan tapi juga banyak karyawan laki-laki yang berlagak mirip cewek (waria). Waria tersebut tidak canggung memberi pelayanan prima kepada klien wanita dengan memegang rambut dan kulitnya sebagai bentuk profesionalitas. Hal ini mudah kita jumpai di kota-kota besar dan mulai merambah ke kecamatan-kecamatan yang telah maju. Beberapa waktu ini, ada sebagian kalangan menfatwakan haram kegiatan mengais rejeki dengan model seperti ini bagi kaum waria. Muncul pertanyaan dan gugatan dari kalangan mereka, karena menganggap perlakuan masyarakat (red-agamawan) semakin keterlaluan dalam menghakimi hidup mereka. Sehari-hari mereka sudah dimarginalkan dengan stigma buruk, dan dengan fatwa itu mereka semakin terpojok. Padahal dunia salon merupakan peluang bagi mereka untuk hidup lebih wajar, daripada harus berprofesi di dunia 'asusila'.
Pertanyaan :
a. Bagaimana hukumnya pelayanan para waria pada klien wanitanya seperti di atas?
Jawaban :
a. Pada dasarnya pelayanan waria kepada klien wanita tidak ada bedanya dengan pelayanan laki-laki seutuhnya kepaa pelanggan wanita. Oleh karenanya hukum pelayanan waria terebut tidak diperbolehkan sebab ada unsur kema’siatan sebagaimana melihat lawan jenis meneyentuh anggota badan wanita dan percampuran dengan lawan jenis. Sedangkan tujuan diatas bukanlah bentuk hajat yang setara dengan hajat yang memperbolehkan melihat dan menyentuh anggota badan wanita.
Catatan :
Diperbolehkannya waria yang memang asli mempunyai perilaku seperti wanita (tidak dibuat-buat) sebatas melihat kepada wanita dalam madzhab hambali dan maliki itu adalah ketika waria tersebut sudah sama sekali tidak memiliki syahwat kepada wanita.
Referensi
1. Nihayah al Muhtaj, juz VII,
2. I’anah ath-Thalibiin, juz III, hal. 261
3. Hasyiyah Jamal, juz IV, hal.122
4. Al-Wasith, juz III, hal. 124
5. Al-Mughni Ibnu Quddamah, juz III, hal.80
6. Al-Fiqhu al-Islami juz IX, hal. 14
7. Al- Mufasshol, juz III, hal. 347
8. AL-Asybah Wannadzair, juz I, hal.81
Pertanyaan :
b. Bolehkah pemilik salon mengangkat karyawan orang-orang waria?
Jawaban :
b. Tidak boleh seorang pemilik salon mengangkat karyawan waria untuk melayani klien laki-laki atau perempuan, karena terjadi wujud madzinnah al ma’siat.
Catatan:
Untuk mengangkat karyawan waria yang tidak menyentuh langsung dengan anggaota badan yang diharamkan, seperti menyapu atau kasir maka diperbolehkan.
Referensi
1. Ihya’ Ulumuddin vol.2 hlm.324
2. Ta’liq Fathal al qarib, hlm. 98
3. Mughni al-Muhtaj vol. 3, hlm. 450
4. Ihya’ Ulumuddin vol.2 hlm.368
5. Bughya al-Murtasydin hlm. 283
6. Al-Majmu’ vol. 4, hlm 483
7. Hasyiyah Jamal vol. 4, hlm.125
Pertanyaan :
b. Jika tidak diperbolehkan, bagaimana solusi terbaik bagi mereka mempertimbangkan dilema di atas?
Jawaban :
b. Mengingat waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri, maka segala perilaku waria yang cenderung feminism sebagaimana layaknya wanita harus berusaha dihilangkan dan kembali kekodrat semula. Dan beralih profesi dalam sidang pekerjaan yang dapat menghilangkan karakteristik kewarianya, seperti halnya profesi sebagai desainer dll. Dan semua anggota forum sefaham fatwa MUI, sebagaimana berikut :
Bismillahirohmanirohim
Komisi Fatwa MUI dalam sidangnya pada tanggal 9 Jumadil Akhir 1418 H, bertepatan dengan tanggal 11 Okt ober 1997 t entang masalah waria, setelah Memperlihatkan :
Surat dari Ditjen Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Nomor : 1942/ BRS- 3/ IX/ 97, t anggal 15 Sept ember 1997, yang berisi, antara lain :
Penjelasan bahwa secara fisik waria, yang populasinya cukup banyak (9.693 orang), adalah laki-laki, namun secara kejiwaan mereka adalah wanita.
MEMUTUSKAN
Memfatwakan:
Waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri. maka segala perilaku waria yang cenderung feminism sebagaimana layaknya wanita harus berusaha dihilangkan dan kembali kekodrat semula.
Menghimbau Kepada:
Kementrian Kesehatan dan Departemen Sosial RI untuk membimbing para waria agar menjadi orang yang normal, dengan menyertakan para psikolog.
Departemen Dalam negeri RI dan instansi terkait lainnya untuk membubarkan organisasi waria.
Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada t anggal : 1 Nopember 1997
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
Referensi
1. Fathul Bari vol.9 hlm.334
2. Sarh Sohih Muslim Ibnu Bathol vol. 7 hlm.326
3. Ta’liq Fathal al qarib, hlm. 98
4. Is’adur Rofiq vol.2 hlm.120
5. Qowa’id al-Ahkam vol.1 hlm.77
6. Is’adur Rofiq vol 2 hlm.50
MUJAWIB : Ghufron BKL
Link asal :
Assalamu'alaikum. Boleh tidak cukur rambut di salon bencong ganas? [Membaca Menyimak].
JAWABAN :
WARIA DI SALON : Demi penampilan dan kesehatan, wanita modern saat ini wajib memanfaatkan jasa salon. Salon merupakan usaha jasa yang bergerak di bidang perawatan tubuh, kecantikan, dan model rambut. Jasa salon pada biasanya tidak hanya punya karyawan perempuan tapi juga banyak karyawan laki-laki yang berlagak mirip cewek (waria). Waria tersebut tidak canggung memberi pelayanan prima kepada klien wanita dengan memegang rambut dan kulitnya sebagai bentuk profesionalitas. Hal ini mudah kita jumpai di kota-kota besar dan mulai merambah ke kecamatan-kecamatan yang telah maju. Beberapa waktu ini, ada sebagian kalangan menfatwakan haram kegiatan mengais rejeki dengan model seperti ini bagi kaum waria. Muncul pertanyaan dan gugatan dari kalangan mereka, karena menganggap perlakuan masyarakat (red-agamawan) semakin keterlaluan dalam menghakimi hidup mereka. Sehari-hari mereka sudah dimarginalkan dengan stigma buruk, dan dengan fatwa itu mereka semakin terpojok. Padahal dunia salon merupakan peluang bagi mereka untuk hidup lebih wajar, daripada harus berprofesi di dunia 'asusila'.
Pertanyaan :
a. Bagaimana hukumnya pelayanan para waria pada klien wanitanya seperti di atas?
Jawaban :
a. Pada dasarnya pelayanan waria kepada klien wanita tidak ada bedanya dengan pelayanan laki-laki seutuhnya kepaa pelanggan wanita. Oleh karenanya hukum pelayanan waria terebut tidak diperbolehkan sebab ada unsur kema’siatan sebagaimana melihat lawan jenis meneyentuh anggota badan wanita dan percampuran dengan lawan jenis. Sedangkan tujuan diatas bukanlah bentuk hajat yang setara dengan hajat yang memperbolehkan melihat dan menyentuh anggota badan wanita.
Catatan :
Diperbolehkannya waria yang memang asli mempunyai perilaku seperti wanita (tidak dibuat-buat) sebatas melihat kepada wanita dalam madzhab hambali dan maliki itu adalah ketika waria tersebut sudah sama sekali tidak memiliki syahwat kepada wanita.
Referensi
1. Nihayah al Muhtaj, juz VII,
2. I’anah ath-Thalibiin, juz III, hal. 261
3. Hasyiyah Jamal, juz IV, hal.122
4. Al-Wasith, juz III, hal. 124
5. Al-Mughni Ibnu Quddamah, juz III, hal.80
6. Al-Fiqhu al-Islami juz IX, hal. 14
7. Al- Mufasshol, juz III, hal. 347
8. AL-Asybah Wannadzair, juz I, hal.81
1.
نهاية المحتاج الجزء السادس صـ 187
ويحرم
نظر فحل ومجبوب وخصي وخنثى إذ هو مع النساء كرجل وعكسه فيحرم نظره لهما ونظرهما له
احتياطا وإنما غسلاه بعد موته لانقطاع الشهوة بالموت فلم يبق للاحتياط حينئذ معنى
لا ممسوح كما يأتي بالغ ولو شيخا هرما ومخنثا وهو المتشبه بالنساء عاقل مختار إلى
عورة حرة خرج مثالها فلا يحرم نظره في نحو مرآة كما أفتى به جمع لأنه لم يرها وليس
الصوت منها فلا يحرم سماعه ما لم يخف منه فتنة وكذا لو التذ به على ما بحثه الزركشي
ومثلها في ذلك الأمرد كبيرة بأن بلغت حدا تشتهى فيه لذوي الطباع السليمة أجنبية وهي
ما عدا وجهها وكفيها بلا خلاف لقوله تعالى قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ولأنه إذا
حرم نظر المرأة إلى عورة مثلها فأولى الرجل وكذا وجهها أو بعضه ولو بعض عينها وكفها
أي كل كف منها وهو من رأس الأصابع إلى المعصم عند خوف فتنة إجماعا من داعية نحو مس
لها أو خلوة بها وكذا عند النظر بشهوة بأن يلتذ به وإن أمن الفتنة قطعا وكذا عند
الأمن من الفتنة فيما يظنه من نفسه من غير شهوة على الصحيح.
2.
إعانة الطالبين الجزء الثالث صـ 261
وحيث
حرم نظره حرم مسه بلا حائل لأنه أبلغ في اللذة نعم يحرم مس وجه الأجنبية
مطلقا
(
قوله وحيث حرم نظره حرم مسه ) أي كل موضع حرم نظره حرم مسه فحرم مس الأمرد كما يحرم
نظره ومس العورة كما يحرم نظرها وقد يحرم النظر دون المس كأن أمكن الطبيب معرفة
العلة بالمس فقط وقد يحرم المس دون النظر كمس بطن المحرم أو ظهرها كما علمت إذا
علمت ذلك فالقاعدة المذكورة منطوقا ومفهوما أغلبية ( قوله بلا حائل ) قال في التحفة
وكذا معه إن خاف فتنة بل وإن أمنها على ما مر بل المس أولى اه ( قوله لأنه الخ )
علة لترتب حرمة المس على حرمة النظر أو لمقدر أي حرم مس بالأولى لأنه
الخ
3.
حا شية جمل الجزء الرابع صـ 122
(
قوله : وحرم نظر نحو فحل إلخ ) ذكر للمسألة خمسة قيود : كون الناظر فحلا أو نحوه
وكونه كبيرا واختلاف الجنس وكون المنظورة كبيرة وكونها أجنبية وذكر مفهوم الأول
بقوله فيما بعد ونظر ممسوح إلخ وترك مفهوم الثاني فذكره الشارح بقوله بخلاف طفل إلخ
وذكر مفهوم الثالث بقوله ورجل لرجل وامرأة لامرأة إلخ وذكر مفهوم الرابع بقوله وحل
بلا شهوة إلخ وذكر مفهوم الخامس بقوله ومحرمه إلخ ا هـ . إلى أن قال ( قوله : كشعر
) أي من سائر البدن وظفر من يد أو رجل ودم الفصد والحجامة دون البول وتجب مواراة
ذلك الشعر ونحوه كما تجب مواراة شعر عانة الرجل قال حج والمنازعة في ذلك بأن
الإجماع الفعلي بإلقائها في الحمامات والنظر إليها يرد ذلك قدمت في مبحث الانتفاع
بالشارع في إحياء الموات ما يرده فراجعه ا هـ . ولا يخفى أن شعر جميع بدنه كذلك ;
لأن وجوب ستر شعر المرأة وشعر عانة الرجل لئلا يراه من يحرم نظره فليحرر ا هـ . ح
ل
4.
الوسيط الجزء الثالث صـ 124
الموضع
الثالث نظر الرجل الى المرأة : فإن كانت منكوحة حل النظر الى جميع بدنها وفى النظر
الى فرجها فيه تردد, وحمل الاصحاب النهى على انه اراد به كراهية والكراهية فى باطن
الفرج أشد -الى ان قال- وإن كانت أجنبية حرم النظر اليها مطلقا –الى ان قال- هذا
كله فى النظر بغير حاجة, فإن مست الحاجة لتحمل شهادة, او رغبة نكاح جاز النظر الى
الوجه, ولا يحل النظر الى العورة الالحاجة مؤكدة كمعالجة مرض شديد, يخاف عليه فوت
العضو او طول الضنى ولتكن الحاجة فى السوأتين اكد وهو أن تكون بحيث لا يعد التكشف
لأجله هتكا للمروءة, وتعذر فيه فى العادة, فان ستر العورة من المروءات
الواجبة.
5.
المغني لابن قدامة حنبلي الجزء الثالث صـ: 80
(
5340 ) فصل : ومن ذهبت شهوته من الرجال , لكبر , أو عنة , أو مرض لا يرجى برؤه , أو
الخصي , أو الشيخ , أو المخنث الذي لا شهوة له , فحكمه حكم ذي المحرم في النظر لقول
الله تعالى : { أو التابعين غير أولي الإربة من الرجال } أي : غير أولي الحاجة إلى
النساء قال ابن عباس : هو الذي لا تستحي منه النساء وعنه : هو المخنث الذي لا يقوم
زبه وعن مجاهد وقتادة الذي لا أرب له في النساء فإن كان المخنث ذا شهوة . ويعرف أمر
النساء , فحكمه حكم غيره ; لأن عائشة قالت : { دخل على أزواج النبي صلى الله عليه
وسلم مخنث , فكانوا يعدونه من غير أولي الإربة فدخل علينا النبي صلى الله عليه وسلم
وهو ينعت امرأة , أنها إذا أقبلت أقبلت بأربع , وإذا أدبرت أدبرت بثمان , فقال
النبي صلى الله عليه وسلم ألا أرى هذا يعلم ما هاهنا ؟ لا يدخلن عليكم هذا فحجبوه }
رواه أبو داود وغيره . قال ابن عبد البر ليس المخنث الذي تعرف فيه الفاحشة خاصة ,
وإنما التخنيث شدة التأنيث في الخلقة , حتى يشبه المرأة في اللين , والكلام ,
والنظر , والنغمة , والعقل , فإذا كان كذلك , لم يكن له في النساء إرب , وكان لا
يفطن لأمور النساء , وهو من غير أولي الإربة الذين أبيح لهم الدخول على النساء ,
ألا ترى أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يمنع ذلك المخنث من الدخول على نسائه ,
فلما سمعه يصف ابنة غيلان , وفهم أمر النساء , أمر بحجبه ؟ .
6.
الفقه الإسلامي وأدلته الجزء التاسع صـ 14
ومذهب
الحنفية كالشافعية في المخنث: لا يجوز له النظر، بدليل ما روته عائشة، قالت: كان
يدخل على أزواج النبي صلّى الله عليه وسلم مخنث، فكانوا يعدونه من غير أولي الإربة،
قالت: فدخل رسول الله صلّى الله عليه وسلم ذات يوم، وهو ينعت امرأة، قال: إذا أقبلت
أقبلت بأربع، وإذا أدبرت أدبرت بثمان، فقال: أرى هذا يعرف ما ههنا، لا يدخل عليكن،
فحجبوه (1) .
هذا
يدل على أن النبي حظر دخول المخنث على نسائه؛ لأنه وصف امرأة أجنبية بحضرة الرجال
الأجانب، وقد نهى الرجل أن يصف امرأته لغيره (2) ، فكيف إذا وصفها غيرهُ من
الرجال؟!.وذهب المالكية والحنابلة إلى أن المجبوب والكبير والعنِّين من أولي
الإربة، ومثلهم من ذهبت شهوته لمرض لا يرجى برؤه، ودليلهم نفس قصة المخنث السابقة
التي يفهم منها أن الشريعة رخصت في ذلك للحاجة الماسة إليه، ولقصد نفي الحرج
به.والراجح أن المراد بغير أولي الإربة: كل من ليس له حاجة إلى النساء وأمنت من
جهته الفتنة ونقل أوصاف النساء للأجانب، ويشمل الشيخ الذي فنيت شهوته، والأبله الذي
لا يدري من أمر النساء شيئاً، والمجبوب، والخصي، والممسوح، والعنَّين، وخادم القوم
للعيش، والمخنث الذي لا يصف المرأة لغيره، ولايتعين ذلك بنوع من هذه الأنواع. فإذا
كان أحد هؤلاء أعرف بالنساء وأقدر على وصفهن، منع من النظر.
7.
مفصل الجزء الثالث صـ 347
مشروعية
الزينة : الزينة في الاصل مبا حة بجمع انواعها الا ما خصه الدليل واخجه عن درجة
الاباحة فقد جاء في تفسير الرازي ان جميع الزينة مباح مأ ذون في استعماله الاما خصه
الدليل اي منعه ونهى عنه
8.
الأشباه والنظائر صـ 81
وأما
المشقة التي لا تنفك عنها العبادات غالبا , فعلى مراتب : الأولى : مشقة عظيمة فادحة
: كمشقة الخوف على النفوس , والأطراف ومنافع الأعضاء فهي موجبة للتخفيف والترخيص
قطعا لأن حفظ النفوس , والأطراف لإقامة مصالح الدين أولى من تعريضها للفوات في
عبادة , أو عبادات يفوت بها أمثالها . الثانية : مشقة خفيفة لا وقع لها كأدنى وجع
في إصبع , وأدنى صداع في الرأس , أو سوء مزاج خفيف , فهذه لا أثر لها , ولا التفات
إليها ; لأن تحصيل مصالح العبادات أولى من دفع مثل هذه المفسدة التي لا أثر لها .
الثالثة : متوسطة بين هاتين المرتبتين . فما دنا من المرتبة العليا , أوجب التخفيف
, أو من الدنيا , لم يوجبه كحمى خفيفة ووجع الضرس اليسير , وما تردد في إلحاقه
بأيهما اختلف فيه ولا ضبط لهذه المراتب , إلا بالتقرب . وقد أشار الشيخ عز الدين
إلى أن الأولى في ضبط مشاق العبادات : أن تضبط مشقة كل عبادة بأدنى المشاق المعتبرة
في تخفيف تلك العبادة فإن كانت مثلها , أو أزيد , ثبتت الرخصة , ولذلك اعتبر في
مشقة المرض المبيح للفطر في الصوم : أن يكون كزيادة مشقة الصوم في السفر عليه في
الحضر وفي إباحة محظورات الإحرام : أن يحصل بتركها , مثل مشقة القمل الوارد فيه
الرخصة . وأما أصل الحج ,فلا يكتفى في تركه بذلك بل لا بد من مشقة لا يحتمل مثلها
كالخوف على النفس والمال وعدم الزاد والراحلة وفي إباحة ترك القيام إلى القعود : أن
يحصل به ما يشوش الخشوع وإلى الاضطجاع أشق لأنه مناف لتعظيم العبادات بخلاف القعود
فإنه مباح بلا عذر كما في التشهد فلم يشترط فيه العجز بالكلية . وكذلك اكتفى في
إباحة النظر إلى الوجه والكفين بأصل الحاجة واشترط في سائر الأعضاء تأكدها . وضبطه
الإمام بالقدر الذي يجوز الانتقال معه إلى التيمم واشترط في السوأتين مزيد التأكيد
وضبطه الغزالي بما لا يعد التكشف بسببه هتكا للمروءة ويعذر فيه في العادة
.
Pertanyaan :
b. Bolehkah pemilik salon mengangkat karyawan orang-orang waria?
Jawaban :
b. Tidak boleh seorang pemilik salon mengangkat karyawan waria untuk melayani klien laki-laki atau perempuan, karena terjadi wujud madzinnah al ma’siat.
Catatan:
Untuk mengangkat karyawan waria yang tidak menyentuh langsung dengan anggaota badan yang diharamkan, seperti menyapu atau kasir maka diperbolehkan.
Referensi
1. Ihya’ Ulumuddin vol.2 hlm.324
2. Ta’liq Fathal al qarib, hlm. 98
3. Mughni al-Muhtaj vol. 3, hlm. 450
4. Ihya’ Ulumuddin vol.2 hlm.368
5. Bughya al-Murtasydin hlm. 283
6. Al-Majmu’ vol. 4, hlm 483
7. Hasyiyah Jamal vol. 4, hlm.125
9.
إحياء علوم الدين الجزء الثاني صـ 324
الثالثة
أن يكون المنكر متوقعا كالذي يستعد بكنس المجلس وتزيينه وجمع الرياحين لشرب الخمر
وبعده لم يحضر الخمر فهذا مشكوك فيه إذ ربما يعوق عنه عائق فلا يثبت للآحاد سلطنة
على العازم على الشرب إلا بطريق الوعظ والنصح فأما بالتعنيف والضرب فلا يجوز للأحاد
ولا للسلطان إلا إذا كانت تلك المعصية علمت منه بالعادة المستمرة وقد أقدم على
السبب المؤدي إليها ولم يبق لحصول المعصية إلا ما ليس له فيه إلا الانتظار وذلك
كوقوف الأحداث على أبواب حمامات النساء للنظر إليهن عند الدخول والخروج فإنهم وإن
لم يضيقوا الطريق لسعته فتجوز الحسبة عليهم بإقامتهم من الموضع ومنعهم عن الوقوف
بالتعنيف والضرب وكان تحقيق هذا إذا بحث عنه يرجع إلى أن هذا الوقوف في نفسه معصية
وإن كان مقصد العاصي وراءه كما أن الخلوة بالأجنبية في نفسها معصية لأنها مظنة وقوع
المعصية وتحصيل مظنة المعصية معصية ونعني بالمظنة ما يتعرض الإنسان به لوقوع
المعصية غالبا بحيث لا يقدر على الانكفاف عنها فإذا هو على التحقيق حسبة على معصية
راهنة لا على معصية منتظرة.
10.
تعليق فتح القريب المجيب فى الحديث صـ 98
(المخنثين)
جمع مخنث وهو الرجل الذى يتشبه بالنساء فى حركاته وسكناته وكلامه وغير ذلك, فان كان
من اصل الخلقة فعليه أن يتكلف بإزالة ذلك, وإن كان بقصد منه كان أقبح واشنع والواجب
أن يقلع ويستغفر.
11.
مغني المحتاج الجزء الثالث صـ 450
(
و ) لا استئجار مسلمة ( حائض ) أو نفساء أو مستحاضة إجارة عين ( لخدمة مسجد ) , وإن
أمنت التلويث , وجوزنا العبور لاقتضاء الخدمة المكث أو التردد , وهي ممنوعة منه .
أما الكافرة إذا أمنت التلويث فالأشبه الصحة كما قاله الأذرعي بناء على الأصح من
تمكين الكافر الجنب من المكث بالمسجد ; لأنها لا تعتقد حرمته , ولو استأجر عين
امرأة مسلمة لكنس مسجد فحاضت أو نفست انفسخت الإجارة , فلو دخلت وكنست عصت ولم
تستحق أجرة , وفي معنى خدمة المسجد تعليم القرآن , وفي معنى الحائض المستحاضة ومن
به جراحة نضاحة إذا لم يأمن التلويث . وأما إجارة من ذكر في الذمة فتصح , ولا
استئجار لتعليم التوراة والإنجيل والسحر والفحش والنجوم والرمل , ولا لختان الصغير
الذي لا يحتمل , ولا لختان الكبير في شدة الحر والبرد , ولا لتثقيب الأذن ولو لأنثى
ولا للزمر والنياحة وحمل الخمر غير المحترمة لا للإراقة , ولا لتصوير الحيوانات
وسائر المحرمات , وجعل في التنبيه من المحرمات الغناء , وفيه كلام ذكرته في شرحه ,
ولا يجوز أخذ العوض على شيء من ذلك كبيع الميتة . أما الاستئجار على حمل الخمر
للإراقة أو حمل المحترمة فجائز كنقل الميتة إلى المزبلة , وكما يحرم أخذ الأجرة على
المحرم يحرم إعطاؤها إلا لضرورة كفك الأسير , وإعطاء الشاعر لئلا يهجوه , والظالم
ليدفع ظلمه , والحاكم ليحكم بالحق , فلا يحرم الإعطاء عليها ,
12.
إحياء علوم الدين ومعه تخريج الحافظ العراقي الجزء الثاني صـ 367
الثاني
أن لا تتضمن الإجارة استيفاء عين مقصودة فلا يجوز إجارة الكرم لارتفاقه ولا إجارة
المواشي للبنها ولا إجارة البساتين لثمارها ويجوز استئجار المرضعة ويكون اللبن
تابعا لأن إفراده غير ممكن وكذا يتسامح بحبر الورق وخيط الخياط لأنهما لا يقصدان
على حيالهما الثالث أن يكون العمل مقدورا على تسليمه حسا وشرعا فلا يصح استئجار
الضعيف على عمل لا يقدر عليه ولا استئجار الأخرس على التعليم ونحوه وما يحرم فعله
فالشرع يمنع من تسليمه كالاستئجار على قلع سن سليمة أو قطع عضو لا يرخص الشرع في
قطعه أو استئجار الحائض على كنس المسجد أو المعلم على تعليم السحر أو الفحش أو
استئجار زوجة الغير على الإرضاع دون إذن زوجها أو استئجار المصور على تصوير
الحيوانات أو استئجار الصائغ على صيغة الأواني من الذهب والفضة فكل ذلك
باطل
13.
بغية المسترشدين صـ 283
(مسئلة
ى) ضابط التشبه المحرم من تشبه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه في الفتح والتحفة
والامداد وشن الغارة وتبعه الرملي في النهاية هو ان يتزيا احدهما مما يختص بالاخر
او يغلب اختصاصه به في ذلك المحل الذي هما فيه
14.
المجموع الجزء الرابع صـ 483
قال
المصنف - رحمه الله تعالى - : ( ولا تجب الجمعة على صبي ولا مجنون , ; لأنه لا تجب
عليهما سائر الصلوات فالجمعة أولى , ولا تجب على المرأة لما روى جابر قال : قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم { من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فعليه الجمعة إلا
على امرأة أو مسافر أو عبد أو مريض } ولأنها تختلط بالرجل , وذلك لا يجوز
)
(
الشرح ) : حديث جابر رواه أبو داود والبيهقي وفي إسناده ضعف , ولكن له شواهد ذكرها
البيهقي وغيره , ويغني عنه حديث طارق بن شهاب السابق والإجماع , فقد نقل ابن المنذر
وغيره الإجماع أن المرأة لا جمعة عليها , وقوله : ولأنها تختلط بالرجال وذلك لا
يجوز , ليس كما قال فإنها لا يلزم من حضورها الجمعة الاختلاط , بل تكون وراءهم .
وقد نقل ابن المنذر وغيره الإجماع على أنها لو حضرت وصلت الجمعة جاز , وقد ثبتت
الأحاديث الصحيحة المستفيضة أن النساء كن يصلين خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم
في مسجده خلف الرجال ولأن اختلاط النساء بالرجال إذا لم يكن خلوة ليس
بحرام
15.
حا شية جمل الجزء الرابع صـ 125
(
قوله : هذا كله ) أي المذكور من المعاملة والشهادة والتعليم وشراء الرقيق ويحتاج
إلى الفرق بينه وبين من يريد خطبتها ا هـ . ح ل وقوله : إن لم يتعين ذلك أي الشخص
الخائف ( قوله : وإلا نظر وضبط نفسه ) قال السبكي ومع ذلك يأثم بالشهوة , وإن أثيب
على التحمل ; لأنه فعل ذي وجهين لكن خالفه غيره فبحث الحل مطلقا ; لأن الشهوة أمر
طبيعي لا ينفك عن النظر فلا يكلف الشاهد بإزالتها ولا يؤاخذ بها كما لا يؤاخذ الزوج
بميل قلبه لبعض نسوته والحاكم بميل قلبه لبعض الخصوم والأوجه حمل الأول على ما هو
اختياره والثاني على خلافه ا هـ . شرح م ر ( قوله : والخلوة في جميع ذلك كالنظر )
أي فيما قبل الاستثناء من عند قوله وحرم نظر نحو فحل كبير إلخ أي متى حرم النظر
حرمت الخلوة ومتى جاز جازت وأما الاستثناء وهو قوله لا نظر إلخ فلا تجوز فيه الخلوة
إلا في تعليم الأمرد لا المرأة فلا تجوز الخلوة بها للحاجة ولهذا لم يرجع إليه وإلا
لاقتضى خلاف هذا التفصيل ا هـ . عشماوي وضابط الخلوة اجتماع لا تؤمن معه الريبة
عادة بخلاف ما لو قطع بانتفائها عادة فلا يعد خلوة ا هـ . ع ش على م ر من كتاب
العدد .
Pertanyaan :
b. Jika tidak diperbolehkan, bagaimana solusi terbaik bagi mereka mempertimbangkan dilema di atas?
Jawaban :
b. Mengingat waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri, maka segala perilaku waria yang cenderung feminism sebagaimana layaknya wanita harus berusaha dihilangkan dan kembali kekodrat semula. Dan beralih profesi dalam sidang pekerjaan yang dapat menghilangkan karakteristik kewarianya, seperti halnya profesi sebagai desainer dll. Dan semua anggota forum sefaham fatwa MUI, sebagaimana berikut :
Bismillahirohmanirohim
Komisi Fatwa MUI dalam sidangnya pada tanggal 9 Jumadil Akhir 1418 H, bertepatan dengan tanggal 11 Okt ober 1997 t entang masalah waria, setelah Memperlihatkan :
Surat dari Ditjen Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Nomor : 1942/ BRS- 3/ IX/ 97, t anggal 15 Sept ember 1997, yang berisi, antara lain :
Penjelasan bahwa secara fisik waria, yang populasinya cukup banyak (9.693 orang), adalah laki-laki, namun secara kejiwaan mereka adalah wanita.
MEMUTUSKAN
Memfatwakan:
Waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri. maka segala perilaku waria yang cenderung feminism sebagaimana layaknya wanita harus berusaha dihilangkan dan kembali kekodrat semula.
Menghimbau Kepada:
Kementrian Kesehatan dan Departemen Sosial RI untuk membimbing para waria agar menjadi orang yang normal, dengan menyertakan para psikolog.
Departemen Dalam negeri RI dan instansi terkait lainnya untuk membubarkan organisasi waria.
Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada t anggal : 1 Nopember 1997
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
Referensi
1. Fathul Bari vol.9 hlm.334
2. Sarh Sohih Muslim Ibnu Bathol vol. 7 hlm.326
3. Ta’liq Fathal al qarib, hlm. 98
4. Is’adur Rofiq vol.2 hlm.120
5. Qowa’id al-Ahkam vol.1 hlm.77
6. Is’adur Rofiq vol 2 hlm.50
1.
فتح الباري - ابن حجر الجزء التاسع صـ 334
ووقع
في أول رواية الزهري عن عروة عن عائشة عند مسلم كان يدخل على أزواج النبي صلى الله
عليه و سلم مخنث وكانوا يعدونه من غير أولي الاربة فدخل النبي صلى الله عليه و سلم
يوما وهو عند بعض نسائه وهو ينعت امرأة الحديث وعرف من حديث الباب تسمية المرأة
وإنها أم سلمة والمخنث بكسر النون وبفتحها من يشبه خلقه النساء في حركاته وكلامه
وغير ذلك فإن كان من أصل الخلقة لم يكن عليه لوم وعليه أن يتكلف إزالة ذلك وأن كان
بقصد منه وتكلف له فهو المذموم ويطلق عليه اسم مخنث سواء فعل الفاحشة أو لم يفعل
قال بن حبيب المخنث هو المؤنث من الرجال وأن لم تعرف منه الفاحشة مأخوذ من التكسر
في المشي وغيره وسيأتي في كتاب الأدب لعن من فعل ذلك
16.
شرح صحيح البخارى ـ لابن بطال الجزء السابع صـ 362
قال
المهلب : قال ابن حبيب : والمخنث هو المؤنث من الرجال وإن لم تعرف فيه الفاحشة ،
وهو مأخوذ من تكسر الشىء ، ومنه حديثه الآخر أنه نهى عليه السلام عن اختناث الأسقية
، وهو أن تكسر أفواه الأسقية ليشرب منها . وكان يدخل على أزواج النبى ( صلى الله
عليه وسلم ) ؛ لأنه كان عندهن من غير ذوى الإربة . حدثنى ابن حبيب ، عن مالك فى
قوله : ( تقبل بأربع وتدبر بثمان ) ، أنه أراد أعكانها ؛ لأن العكن هى أربع طوابق
فى بطنها بعضها فوق بعض ، فإذا بلغت خصريها صارت أحواقها ثمانيًا أربعًا من هاهنا ،
وأربعًا من هاهنا ، وقوله : ( تدبر بثمان ) ، ولم يقل : بثمانية ، وإن كان يقع ذلك
على الأطراف ، والأطراف مذكرة ، فإنما أراد العطن التى هى مؤنثة ، واحدها عكنة ؛
لأن كل جزء من العطن يلزمه من التأنيث ما يلزم جمعه ، وهذا من التأنيث المحمول على
المعنى . وقال ابن الكلبى : هذا المؤنث يسمى : هيت ، وهو مولى لعبد الله بن أبى
أمية أخى أم سلمة لأمها ، وكان طوس مولى عبد الله بن أبى أمية ومن قبله سرى إلى طوس
الخنث . قال المهلب : وفى وصف المخنث لمحاسن المرأة حجة لمن أجاز بيع
17.
تعليق فتح القريب المجيب فى الحديث صـ 98
(المخنثين)
جمع مخنث وهو الرجل الذى يتشبه بالنساء فى حركاته وسكناته وكلامه وغير ذلك فان كان
من اصل الخلقة فعليه أن يتكلف بإزالة ذلك, وإن كان بقصد منه كان أقبح واشنع والواجب
أن يقلع ويستغفر.
18.
إسعاد الرفيق الجزء الثاني صـ 120 الهداية
(و)
منها (تشبه الرجال بالنساء) فيما يختص بهن في العرف غالبا من لباس وكلام وحركة
ونحوها (و) كذا (عكسه) وهو تشبه النساء بالرجال. قال في الزواجر : وهو من الكبائر
كما هو ظاهر الأحاديث :كحديث { لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم المتشبهين من
الرجال بالنساء ، والمتشبهات من النساء بالرجال } وحديث { لعن رسول الله صلى الله
عليه وسلم المخنثين من الرجال ، والمترجلات من النساء } والمخنث من فيه تخنث :أي
تكسر وتثن كما يفعل النساء .
19.
قواعد الأحكام الجزء الأول صـ 77 دار الكتب العلمية
المثال
السادس والثلاثون التقرير على المعاصي كلها مفسدة لكن يجوز التقرير عليها عند العجز
عن إنكارها باليد واللسان ومن قدر على إنكارها مع الخوف على نفسه كان إنكاره مندوبا
إليه ومحثوثا عليه لأن المخاطرة بالنفوس في إعزاز الدين مأمور بها كما يعذر بها في
قتال المشركين وقتال البغاة المتأولين وقتال مانعي الحقوق بحيث لا يمكن تخليصها
منهم إلا بالقتال وقد قال (أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر) جعلها أفضل الجهاد
لأن قائلها قد جاد بنفسه كل الجود بخلاف من يلاقي قرنه من القتال فإنه يجوز أن
يقهره ويقتله فلا يكون بذله نفسه مع تجويز سلامتها كبذل المنكر نفسه مع يأسه من
السلامة
20.
إسعاد الرفيق الجزء الثاني صـ 50
ومنها
الفرح بالمعصية والرضا بها سواء صدرت منه أو صدرت من غيره من خلق الله لأن الرضا
بالمعصية معصية بل هو من
الكبائر
كما في الزواجر
MUJAWIB : Ghufron BKL
Link asal :
www.fb.com/groups/piss.ktb/1050812871608187/