PERTANYAAN
:
Assalamu'alaikum wr wb. Semua ustadz / ustadzah yang di rahmati Allah SWT. Mau nanya, ada sepasang suami istri, sudah maklum bahwa kewajiban suami adalah memberi nafkan istri / keluarganya. Suatu ketika suami pergi lupa memberi nafkah istri, akhirnya sang istri mencari dompetnya suami dan mengambil uang untuk belanja kebutuhan sehari-hari... Pertanyaan : Apakah istri berdosa mengambil uang tanpa sepengetahuan suami ? Terimakasih mohon jawabannya. Wassalamu'alaikum wr wb. [Shofy El-Fattha].
JAWABAN :
Wa'alaikumusslaam warahmatullah wabarakaatuh. Istri mengambil harta / uang suami hukumnya tidak boleh / berdosa kecuali mengambil haknya istri yang wajib atas suaminya seperti uang belanja yang disebutkan dalam pertanyaan di atas.
Referensi :
- Bughyatul Mustarsyidin halaman 242 :
[Masalah] Ada seorang suami atau kerabat tidak mau memberikan nafkah sehari hari yang menjadi kewajibannya, atau pergi dengan tanpa meninggalkan biaya nafkah untuk istri / kerabatnya maka bagi istri / kerabat tersebut diperbolehkan mengambil nafkahnya dari harta suaminya walaupun tanpa ada ijin dari hakim, Seperti halnya diperbolehkan bagi ibu / nenek mengambil nafkah anaknya dari suaminya yang tidak mau memberi nafkah anaknya atau karena pergi, hanya saja jenis harta disini hanya tertentu pada jenis harta yang wajib untuk nafkah bila ada, Apabila tidak ada maka ibu yang wajib menafkahinya dengan hartanya atau harta dari berhutang, dan nanti untuk membayarnya bisa minta ke anak tersebut (apabila sudah besar) atau minta kepada orang yang seharusnya wajib menafkahi anak tersebut dengan catatan bila qodli memberi ijin, atau dengan memakai saksi (bahwa ibu telah berhutang) yang nantinya akan meminta ganti rugi apabila tidak ada qodli, apabila kedua hal ini tidak terpenuhi (ijin qodli dan saksi) maka ibu tidak boleh meminta ganti rugi menurut qoul awjah karena jarang terjadi demikian (tidak dapat menghadirkan salah satu dari ijin qodli maupun saksi). Seperti halnya ibu, kerabat juga mempunyai kewajiban yang sama dengan ibu bila menjumpai anak yang ditinggal pergi atau tidak diberi nafkah oleh ayahnya. [Bughyatul Mustarsyidin halaman 242]. Wallaahu A'lam. [ Anake Garwane Pake].
Link diskusi :
www.fb.com/groups/piss.ktb/946486342040841
Assalamu'alaikum wr wb. Semua ustadz / ustadzah yang di rahmati Allah SWT. Mau nanya, ada sepasang suami istri, sudah maklum bahwa kewajiban suami adalah memberi nafkan istri / keluarganya. Suatu ketika suami pergi lupa memberi nafkah istri, akhirnya sang istri mencari dompetnya suami dan mengambil uang untuk belanja kebutuhan sehari-hari... Pertanyaan : Apakah istri berdosa mengambil uang tanpa sepengetahuan suami ? Terimakasih mohon jawabannya. Wassalamu'alaikum wr wb. [Shofy El-Fattha].
JAWABAN :
Wa'alaikumusslaam warahmatullah wabarakaatuh. Istri mengambil harta / uang suami hukumnya tidak boleh / berdosa kecuali mengambil haknya istri yang wajib atas suaminya seperti uang belanja yang disebutkan dalam pertanyaan di atas.
Referensi :
- Bughyatul Mustarsyidin halaman 242 :
ـ
(مسئلة) امتنع الزوج أو القريب من تسليم المؤن الواجبة عليه أو سافر ولم يخلف منفقا
، جاز لزوجته وقريبه أخذها من ماله ولو بغير إذن الحاكم ، كما أن للأم وإن علت أن
تأخذ للطفل من مال أبيه الممتنع أو الغائب أيضا ، لكن يتعين الأخذ من جنس الواجب
فيهما إن وجد ، فإن لم يكن له مال أنفقت الأم من مالها ، أو اقترضت ورجعت على الطفل
أو على من لزمته نفقته إن أذن القاضي لها في ذلك ، أو أشهدت على نية الرجوع عند
فقده وإلا فلا رجوع وإن تعذر الإشهاد على الأوجه لندرته ، وكالأم فيما ذكر بقيده
قريب محتاج وجد لطفل غاب أبوه أو امتنع ـ اهـ بغية المسترشدين ص ٢٤٢
[Masalah] Ada seorang suami atau kerabat tidak mau memberikan nafkah sehari hari yang menjadi kewajibannya, atau pergi dengan tanpa meninggalkan biaya nafkah untuk istri / kerabatnya maka bagi istri / kerabat tersebut diperbolehkan mengambil nafkahnya dari harta suaminya walaupun tanpa ada ijin dari hakim, Seperti halnya diperbolehkan bagi ibu / nenek mengambil nafkah anaknya dari suaminya yang tidak mau memberi nafkah anaknya atau karena pergi, hanya saja jenis harta disini hanya tertentu pada jenis harta yang wajib untuk nafkah bila ada, Apabila tidak ada maka ibu yang wajib menafkahinya dengan hartanya atau harta dari berhutang, dan nanti untuk membayarnya bisa minta ke anak tersebut (apabila sudah besar) atau minta kepada orang yang seharusnya wajib menafkahi anak tersebut dengan catatan bila qodli memberi ijin, atau dengan memakai saksi (bahwa ibu telah berhutang) yang nantinya akan meminta ganti rugi apabila tidak ada qodli, apabila kedua hal ini tidak terpenuhi (ijin qodli dan saksi) maka ibu tidak boleh meminta ganti rugi menurut qoul awjah karena jarang terjadi demikian (tidak dapat menghadirkan salah satu dari ijin qodli maupun saksi). Seperti halnya ibu, kerabat juga mempunyai kewajiban yang sama dengan ibu bila menjumpai anak yang ditinggal pergi atau tidak diberi nafkah oleh ayahnya. [Bughyatul Mustarsyidin halaman 242]. Wallaahu A'lam. [ Anake Garwane Pake].
Link diskusi :
www.fb.com/groups/piss.ktb/946486342040841
www.fb.com/notes/981998185156323/