PERTANYAAN :
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarakatuh. Minta izin smoga tuan guru admin memperkenankan-nya. Dan semoga teman-teman guru angota grup yang mulia ini senantiyasa mau membagi pengetahun-nya kepada saya yang cuma bisanya bertanya doang ini. Pertanya'an :
Sewaktu hidup nenek saya mewakafkan tanah sawa -+ 250 mtr. Tanah sawah yang diwakafkan nenek saya ini tepan di samping tanah sawah milik sayah. Terus saya punya ke inginan untuk tak tuker dgn tanah sawah milik saya di tempat lain seluas 2500 meter.
Tujuan pertama saya menukar tanah yang diwakafkan nenek saya ini mau tak jadikan satu dgn tanah sawah milik saya. Tujuan kedua saya menukar supaya penghasilan tanah yang diwakafkan nenek saya semakin banyak. Yang tadinya penghasilanya 200 kg menjadi 2500 kg. (Biar semakin banyak) maksudnya pendapatan musholla nya. Karena tukar guling tanah sawah dari saya lebih luas 10 kali lipat dari luas tanah sawah yang diwakafkan nenek saya. Apakah niat saya ini melanggar hukum syariat islam apa tidak. Saya bertanya di sini karena terjadi pro dan kontra di lingkunga masarakat saya. Yang pro bilang tidak apa-apa yang kontra bilang haram. Mohon pencerahanya sama teman-teman guru. Terima kasihwassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh. (Kholid Bin Walid).
JAWABAN :
Wa'alaikumussalam, menurut syafi'iyah nggak boleh, kalau Hanafiyah boleh dengan syarat ditukar dengan yang lebih baik dan sudah ditetapkan oleh hakim. Disebutkan dalam kitab Syarqowi : "Tidak boleh menukarkan barang wakaf menurut madzhab kami (Syafi'i), walaupun sudah rusak. Berbeda dengan madzhab Hanafi yang membolehkannya. Contoh kebolehan menurut pendapat mereka adalah apabila tempat yang diwakafkan itu benar-benar hampir longsor, kemudian ditukarkan dengan tempat lain yang lebih baik dari padanya, sesudah ditetapkan oleh Hakim yang melihat kebenarannya".
Nah, langkah yang perlu ditempuh adalah meminta izin penerima wakaf, bila penerima wakaf sudah memberi izin maka peralihan tinggal dipatenkan di akta notaris, sebab akta notaris telah mendapatkan wewenang dari pemerintah. Yang selanjutnya surat notaris diserahkan kembali ke penerima wakaf agar tidak ada yang mengganggu gugat. Dalam hal ini menyangkut banyak hal :
- Pertama, pihak yang mewakafkan (waqif) ketika mewakafkan barang dalam pernyataannya telah mensyaratkan kepada dirinya sendiri atau pada yang lain agar barang wakaf tersebut diperbolehkan untuk ditukar guling. Jika demikian adanya, dengan pernyataan waqif tersebut maka tukar guling diperbolehkan.
- Kedua, waqif sama sekali tidak mensyaratkan apa-apa atau diam seribu bahasa, jika barang wakaf ditukar gulingkan maka di antara ulama terjadi perbedaan pendapat. Sebagian ulama tidak memperbolehkan. Dan sebagain ulama lain, yang termasuk qaul ashah memperbolehkan dengan syarat atas restu (izin) pemerintah dan berdasarkan kebijakan yang maslahat.
- Ketiga, waqif juga tidak mensyaratkan apa-apa, akan tetapi tukar guling adalah lebih bermanfaat bagi keberadaan barang wakafan, maka lagi-lagi terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian tidak memperbolehkan dan sebagian lainnya memperbolehkan. Wallohu A'lam. (Mas Hamzah, Al Murtadho).
Referensi :
- Kitab Syarqowi (2/178) :
وَلاَ يَجُوْزُ اسْتِبْدَالُ الْمَوْقُوْفِ عِنْدَنَا وَاِنْ خَرَبَ ، خِلاَفًا لِلْحَنَفِيَّةِ . وَصُوْرَتُهُ عِنْدَهُ اَنْ يَكُوْنَ الْمَحَلُّ قَدْ آلَ اِلَى السُّقُوْطِ فَيُبْدَلُبِمَحَلٍّ آخَرَ اَحْسَنَ مِنْهُ بَعْدَ حُكْمِ حَاكِمٍ يَرَى صِحَّتَهُ .
- Radd al Mukhtar (Fiqih Hanafiyah) juz 4 hal. 348 :
اعلم أن الاستبدال على ثلاثة وجوه: الأول: أن يشرطه الواقف لنفسه أو لغيره أو لنفسه وغيره، فالاستبدال فيه جائز على الصحيح وقيل اتفاقا. والثاني: أن لا يشرطه سواء شرط عدمه أو سكت لكن صار بحيث لا ينتفع به بالكلية بأن لا يحصل منه شيء أصلا، أو لا يفي بمؤنته فهو أيضا جائز على الأصح إذا كان بإذن القاضي ورأيه المصلحة فيه. والثالث: أن لا يشرطه أيضا ولكن فيه نفع في الجملة وبدله خير منه ريعا ونفعا
LINK ASAL :