PERTAYAAN :
Assalamu'alaikum, bagaimana hukum nya jika bertemu dengan orang ahli bermaksiat... wajah kita masam.... merengut.. tidak ceria dll.... [ Zanzanti Yanti Andeslo ]
JAWABAN :
Wa'alaikumussalam. Benci kepada pekerjaan maksiat nya memang wajib, tapi benci kepada orangnya tidak boleh, karena kita belum tentu lebih baik dari dia di hadapan Allah.
.وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Lukman: 18).
Janganlah palingkan wajahmu dari orang lain ketika engkau berbicara dengannya atau diajak bicara. Muliakanlah lawan bicaramu dan jangan bersifat sombong. Bersikap lemah lembutlah dan berwajah cerialah di hadapan orang lain. Lihat Kitab Tafsir Ibnu Katsir Juz 6 Halaman 338 :
وقوله: { وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ } يقول: لا تُعرِضْ بوجهك عن الناس إذا كلمتهم أو كلموك، احتقارًا منك لهم، واستكبارًا عليهم ولكن ألِنْ جانبك، وابسط وجهك إليهم
Dalam kitab Al hikam ( Ibnu Athoillah ) diterangkan : Kemaksiatan yang menimbulkan rasa rendah diri dan harapan (akan rahmat dan belas kasih Allah), lebih baik daripada taat yang membangkitkan rasa mulia diri dan keangkuhan”.
Perasaan hina dan rasa rendah diri karena perbuatan maksiat yang melekat pada diri, adalah sifat hamba (ubudiyah). Dan perasaan Maha Mulia dan Maha Besar adalah sifat Tuhan (Rubibiyah). Adapun sifat seperti yang dimaksud adalah sikap yang harus dimiliki oleh hamba yang melekat pada dirinya dosa-dosa, hendaklah ia tidak merasa hina dan rendah diri. Ia harus berpengharapan penuh dengan rahmat Allah. Orang seperti ini adalah orang yang lebih baik dari pada orang yang merasa telah banyak beribadah dan taat kepada-Nya, akan tetapi tumbuh rasa angkuh dan tinggi hati dengan amal ibadahnya itu.
Dalam Shahih Muslim No. 6857 Juz 8 Halaman 37 :
حَدَّثَنِى أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِىُّ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ - يَعْنِى الْخَزَّازَ - عَنْ أَبِى عِمْرَانَ الْجَوْنِىِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ ».
Artinya : telah menceritakan kepadaku ghassan al-misma’I, telah menceritakan kepada kami ‘utsman bin umar, telah menceritakan kepada kami yakni al-khazzar, dari imron al-jauni, dari abdillah bin ash-shomit, dari abi dzar, ia berkata, Rasulullah saw bersabda kepadaku : Janganlah engkau menganggap remeh suatu kebaikan, walaupun sekedar bermanis muka ketika engkau bertemu dengan saudaramu.
Namun sebaiknya kita menghindari dari berteman dengan orang yang ahli maksiat, lebih-lebih jika kita masih awam dan mudah terpengaruh orang lain.
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628) Imam Muslim rahimahullah mencantumkan hadits di atas dalam Bab : Anjuran Untuk Berteman dengan Orang Shalih dan Menjauhi Teman yang Buruk”. Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat permisalan teman yang shalih dengan seorang penjual minyak wangi dan teman yang jelek dengan seorang pandai besi. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’, ilmu, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227)
Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah mengatakan : “Hadits di ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bari 4/324)
Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata :
وفى جملة، فينبغى أن يكون فيمن تؤثر صحبته خمس خصال : أن يكون عاقلاً حسن الخلق غير فاسق ولا مبتدع ولا حريص على الدنيا
“ Secara umum, hendaknya orang yang engkau pilih menjadi sahabat memiliki lima sifat berikut : orang yang berakal, memiliki akhlak yang baik, bukan orang fasik, bukan ahli bid’ah, dan bukan orang yang rakus dengan dunia” (Mukhtasar Minhajul Qashidin 2/36).
Pada kenyataannya, orang yang pesismis ( termasuk bermuka masam ) bisa memberi madharat kepada dirinya dan kepada lainnya. Ia berusaha menghilangkan semua upaya perbaikan dan bersikap membatu terhadap karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
وَاللَّهِ َلأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاًوَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
“Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala , sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi hidayah kepada seseorang melalui tanganmu lebih baik bagimu dari pada memperoleh unta merah.”
Sebagai obat bagi berbagai macam penyakit baik penyakit jasmani maupun rohani. Rasulullah saw, bersabda: “Obatilah orang-orang yg sakit diantaramu dgn shadaqah.” (Shahih At-targhib) beliau juga bersabda kpd orang yg mengeluhkan tentang kekerasan hatinya: “Jika engkau ingin melunakkan hatimu maka berilah makan pd orang miskin & usaplah kepala anak yatim.” (Hadis Riwayat: Ahmad)
Wallohu a'lam. (ALF)
MUJAWWIB :
Nur Hasyim S. Anam, N Abror, Hariz Jaya
LINK ASAL :