PERTANYAAN
:
Assalamualaikum. Maaf
sebelumnya. Ada hal yang ana tanyakan. Apakah kita boleh memanggil suami kita
atau istri kita dengan panggilan, mama, papa, ibu atau ummi sama abi DLL.
Seperti yang dilakukan orang-orang saat ini. Syukron lakum. Minta bantuan cari
ta'bir. Suami memanggil istrinya dengan sebutan "ummi" atau "mama" atau "ibu",
apakah termasuk DZIHAR ?. Kalo sudah ada di dokumen, tolong di-share link-nya,
terimakasih ? [Fajar
Bashir, Abu Ayyub Ayyub].
JAWABAN
:
Wa'alaykumussalaam...wr.wb.
Memanggil istri dengan sebutan ummi, mama, ibu dengan tujuan menghormati bukan
termasuk zhihar, namun makruh untuk diucapkan. namun jika ada niat dhihar maka
terjadi dhihar, karena termasuk kinayah dhihar. Untuk permasalahan memanggil
suami dengan sebutan abi, papa, ayah dan lain-lain. belum ada ibarat yang
sharih/jelas. sementara hukumnya sama yakni tidak apa-apa untuk tujuan
menghormati.
Kalau dilihat dari
pengertian dzihar secara syara' dzihar bisa terjadi andai dari panggilan kepada
istri mengandung unsur mengharamkan istri seperti keharaman orang-orang yang
diharamkan digauli (ibu kandung, saudara perempuan, ibu mertua, dll). kalau kita
tinjau yang terjadi di masyarakat bahwa panggilan ummi, mama, ..itu adalah
memberi contoh kepada anaknya, tidak ada unsur menyamakan istri dengan
ibunya.
والظهار
شرعا: تشبيه المرأة أو عضو منها بامرأة محرمة نسبا أو رضاعا أو مصاهرة بقصد التحريم
لا بقصد الكرامة، ولهذا المعنى نزلت الآية، « إِنْ أُمَّهاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي
وَلَدْنَهُمْ »: أي ما أمهاتهم، والمنكر: ما ينكره الشرع والعقل والطبع, تفسير
المراغى المجادلة اية 2
Untuk semuanya,
terimakasih, terutama mbah Afif..Tambahan keterangan dalam i'anatutthalibin,.
ZHIHAR ada empat syarat:
1.Adanya ucapan itu dari
suami
2.Adanya wanita itu istrinya
sendiri
3.Adanya musyabbah bih, yaitu
anggota-anggota dhahir dari perempuan yang tidak halal dinikah, seperti ibu,
adik, kakak, dll.Anggaota-anggota dhahir seperti punggung, tangan, kaki, wajah,
dll.Contoh: Kau bagiku seperti punggung ibuku, kau bagiku seperti tangan ibuku,
kau bagiku seperti kaki ibuku, dll.Sedangkan menyerupakan istri dgn anggota
batin tidak termasuk dhihar. Seperti contoh: Kau seperti mata ibuku, kau seperti
perut ibuku. Dua kata itu jika tidak diniatkan dhihar, maka tidak terjadi
dhihar. sebab termasuk kata kinayah.
4.Adanya shigat (kata-kata)
dhihar.Sighat (kata-kata) ada yang jelas (sharih) dan ada yang tidak jelas
(kinayah).
Untuk kata yang jelas
seperti: "kau bagiku seperti punggung ibuku", maka kata tersebut menjadi dhihar,
baik diniatkan dhihar atau tidak. Sedangkan kata yang tidak jelas (kinayah)
seperti; "Kau seperti ibuku". Perkataan ini termasuk perkataan yang tidak jelas,
sebab jika hanya "seperti ibuku" akan mencakup anggota dhahir dan batin, juga
mencakup perbuatan atau tingkah laku. Maka jika demikian dibutuhkan niat. Jika
ketika mengatakan "kau seperti ibuku" tidak niat dhihar, maka tidak terjadi
dhihar, namun bila ada niat dhihar, maka terjadilah dhihar.
Dari keterangan tersebut,
jika ada seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan "ummi", atau "mama",
atau "adek", atau "ibu", maka tidak termasuk dhihar. Sebab tidak memenuhi unsur
penyerupaan, hanya panggilan, yang jika dijelaskan memuat "ibu dari anaknya".
Jika melihat keterangan dalam Al-Mahally, kata-kata itu tidak sesuai dgn dhihar
yang masyhur di kalangan orang jahiliyah. Padahal, keharaman dhihar itu karena
menyerupai perkataan orang jahiliyyah dlm mencerai istrinya. [Ref.
I'anatutthalibin. 4. 35-36].
Dalam Kitab Minhaj
At-Tarbiyah Ash-Shalihah panggilan ABI dan UMI memang termasuk hal yang mesti
dibiasakan saat seseorang mendidik anaknya diusia pertama hingga 6 tahun, namun
demikian bila panggilan tersebut tidak berlaku atau sesuai dengan kondisi
setempat dapat diubah disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Apa tidak termasuk dzihar ?
tidak, karena pada umumnya, panggilan itu mengajarkan / mencontohkan pada anak,
bukan berarti memanggil Ibu nya, tidak ada unsur menyamakan dengan
ibunya.
- Majmu' Lin-Nawawi XVIII /
434 Cet Daar El-Fikr :
:
قال المصنّف رحمه الله: (وإن قال: أنتِ عليَّ كأمِّي أو مثْل أمي، لم يكنْ ظهاراً
إلا بالنيَّةِ، لأنه يحتملُ أنها كالأم في التحريمِ أو في الكرامةِ فلم يُجْعَلْ
ظهاراً من غير نيةٍ، كالكنايات في الطلاق
- Tafsir rawa-i'ul bayan
syekh ali shabuni Jil 2 hal 522 ;
ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻻﻣﺮﺃﺗﻪ: ﻳﺎ ﺃﺧﺘﻲ
ﺃﻭ ﻳﺎ ﺃﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻜﺮاﻣﺔ ﻭاﻟﺘﻮﻗﻴﺮ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻈﺎﻫﺮا، ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻜﺮﻩ ﻟﻪ
ﺫﻟﻚ
Maka jika demikian
dibutuhkan niat. Jika ketika mengatakan "kau seperti ibuku" tidak niat dhihar,
maka tidak terjadi dhihar, namun bila ada niat dhihar, maka terjadilah dhihar
(Dzihar Kinayah). Wallahu a'lam bishshowab. [Ibnu
Al-Ihsani, Afif Yang Khoir, Fajar Bashir, Toni Imam Tontowi, Nimas, Brojol
Gemblung].
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/340401529315995
www.fb.com/groups/piss.ktb/682447451778066