Bab VI
Shalat (Bagian 2) : Sunnat-sunnat Shalat
Sunnat-sunnat shalat ada
dua macam: ada yang dilakukan sebelum shalat, adapula yang dilakukan ketika
shalat. Sunnat shalat yang dilakukan sebelum shalat adalah adzân dan iqâmah.
Sedangkan sunnat shalat yang dikerjakan saat shalat ada dua macam, yaitu sunnat
Ab‘âd dan sunnat Hay’ât.
Sunnat-sunnat
Ab‘âd
1.Tasyahhud awal.
2.Duduk untuk membaca
tasyahhud awal.
3.Membaca shalawat kepada
Nabi Muhammad saw setelah tasyahhud awal.
4.Duduk untuk membaca
shalawat kepada Nabi Muhammad saw.
5.Membaca shalawat kepada
keluarga Nabi Muhammad saw setelah tasyahhud akhir.
6.Duduk untuk membaca
shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw.
7.Membaca doa qunût di rakaat
kedua shalat subuh dan di rakaat terakhir shalat witir yang dilaksanakan pada
paruh kedua di bulan Ramadhan.
8.Berdiri untuk membaca doa
qunut.
9.Membaca shalawat kepada
Nabi Muhammad saw setelah bacaan qunut
10.Berdiri untuk membaca
shalawat kepada Nabi Muhammad saw
11.Membaca shalawat kepada
keluarga Nabi Muhammad saw (setelah membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw
dalam qunut).
12.Berdiri untuk membaca
shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw tersebut.
13.Membaca shalawat kepada
sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw
14.Berdiri untuk membaca
shalawat kepada sahabat Nabi Muhammad saw
15.Mendoakan selamat terhadap
Nabi Muhammad saw
16.Berdiri untuk mendoakan
selamat terhadap Nabi Muhammad saw
17.Mendoakan selamat kepada
keluarga Nabi Muhammad saw
18.Berdiri untuk mendoakan
selamat terhadap keluarga Nabi Muhammad saw.
19.Mendoakan selamat terhadap
sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw.
20.Berdiri untuk mendoakan
selamat terhadap sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw.
Qunût dilakukan setelah
selesai membaca doa i'tidâl. Bacaan qunût bisa menggunakan kalimat-kalimat yang
mengandung doa dan tsanâ’ (pujian) kepada Allah SWT. Namun yang lebih utama
membaca bacaan qunût yang sudah masyhur, yaitu:
اَللَّهُمَّ
اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِىْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيْمَنْ
تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِىْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ
فَإِنَّكَ تّقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَِانَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ
وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ ْرَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ
الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ إِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّىِّ وَعَلَى أَ ِلهِ وَصَحْبِهِ
وَبَارَكَ وَسَلَّمَ.
Artinya: “Ya Allah, berilah
aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku
kesehatan sebagaimana orang yang telah Engkau beri kesehatan. Berilah aku
kekuasaan sebagaiamana orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Berilah aku
keberkahan pada segala apa yang telah Engkau berikan. Lindungilah aku dari
keburukan sesuatu yang telah Engkau tetapkan. Karena, sesungguhnya Engkaulah
yang memberi ketetapan dan tak dapat diberi ketetapan. Sesungguhnya tidaklah
akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang
yang Engkau musuhi. Kebajikan Engkau selalu bertambah Ya Tuhan kami, dan Engkau
Maha Luhur. Maka segala puji bagi-Mu atas sesuatu yang telah Engkau tetapkan.
Aku mohon ampun dan bertaubat kepada Engkau. Semoga Allah melimpahkan rahmat,
barakah dan salam kepada junjungan kami Nabi yang ummi dan segenap keluarga
serta para sahabatnya.”
Di saat membaca qunût,
sunnat mengangkat kedua tangan. Posisi telapak tangan lurus bahu, dengan
jari-jari lebih tinggi dari telapak tangan. Kedua tangan bisa dipisah atau
dikumpulkan, namun yang lebih utama adalah dikumpulkan[1].
Dalam shalat jamaah,
seorang imam hendaknya mengganti dhamir mutakallim atau kata “aku” (اهدني dan
bacaan lainnya) dalam bacaan doa qunut dengan dhamîr mutakallim ma’a al-ghair
atau kata “kita” (اهدنا dan bacaan lainnya). Sedangkan makmum tidak usah membaca
qunût, melainkan mengamini qunût-nya imam. Baru ketika imam membaca :
فَإِنَّكَ
تَقْضِى
sampai pada
kalimat:
اَسْتَغْفِرُكَ
وَاَتُوْبُ إِلَيْكَ
makmum juga sunnat
membacanya dengan suara pelan. Setelah membaca doa qunut tidak disunnahkan
mengusapkan tangan ke wajah.
Sunnat-sunnat ab’ad yang
disebutkan di atas, apabila tidak dikerjakan maka sunnat diganti dengan sujud
sahwi. Yaitu sujud dua kali yang dilakukan setelah membaca doa taysahhud akhir
dan sebelum salam. Cara sujud sahwi sama dengan sujudnya shalat. Sementara duduk
di antara dua sujud sahwi sama dengan duduk di antara dua sujudnya shalat dalam
kewajiban dan kesunnatannya. Menurut sebagian pendapat, bacaan sujudnya
yaitu:
سُبْحَانَ
مَنْ لاَيَنَامُ وَلاَ يَسْهُو ×3
Artinya: Mahasuci Dzat yang
tidak pernah tidur dan lupa.
Bacaan tersebut dibaca jika
meninggalkan sunnat ab’ad dikarenakan lupa. Bedahalnya jika memang sengaja
meninggalkan, maka sunnat membaca istighfâr.
Sunnat
Hay’ât
Sunnat Hay’ât adalah
sunnat-sunnat shalat yang jika ditinggalkan tidak sunnat diganti dengan sujud
sahwi. Adapun sunnat-sunnat tersebut selain yang telah disebutkan dalam
pembahasan rukun-rukun shalat di atas adalah sebagai berikut:
1.Mengangkat kedua tangan.
Kesunnatan mengangkat kedua tangan adalah pada saat:
a.Takbîratul ihrâm. Caranya:
Mengangkat kedua tangan bersama dengan awal takbir (hamzahnya Allah), dan
meletakkan kedua tangan (bersedekap) dibersamakan dengan ra’nya kata akbar.
b.Ketika akan rukû’. Caranya:
tangan diangkat bersamaan dengan awal takbir ketika mushalli masih berdiri dan
memanjangkan bacaan takbirnya hingga berakhir pada saat mulai rukû’.
c.Ketika akan i’tidâl
bersamaan dengan membaca :
سَمِعَ
اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
d.Ketika bangun dari
tasyahhud awal. Yaitu mengangkat tangan ketika berada di paling sedikitnya
rukû’.
2.Bersedekap. Yaitu dengan
meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan menggenggam pergelangan dan
sebagian lengan tangan kiri dengan telapak tangan kanan. Menurut Imam al-Ghazali
dalam kitab Ihyâ’-nya, adalah memegang pergelangan tangan kiri, tepat di
persendian, dengan mempertemukan ibu jari dengan jari manis. Sedangkan jari
telunjuk dan jari tengah dibiarkan terlepas.[2] Posisi tangan saat bersedekap
berada di atas pusar dan di bawah dada, agak condong ke kiri, tepat di bagian
anggota tubuh yang paling sempurna, yaitu hati.[3]
3.Membaca doa iftitâh setelah
takbîratul ihrâm baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnat (selain shalat
jenazah). Kesunnatan membaca doa iftitâh bisa gugur apabila setelah takbir
langsung memulai bacaan fâtihah atau membaca ta’awudh. Salah satu bacaan doa
iftitâh yang paling sering dipakai adalah sebagai berikut:
اللهُ
أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَأَصِيْلاً. إِنِّيْ وَجََّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ
وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ
صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.
Artinya: Allah Maha Besar
lagi sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak.
Dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan sore. Aku hadapkan wajahku kepada Dzat
yang menciptakan langit dan bumi, (aku hadapkan) dalam keadaan lurus dan pasrah.
Dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata hanya untuk Allah, Tuhan
sekalian alam, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan dengan itulah aku diperintahkan
dan aku dari golongan orang muslimin
Atau dengan membaca bacaan
berikut:
أَللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ الْمَشْرِقِ وَاْلَمغْرِبِ
اَللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ
الدَّنَسِ. أَللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالْثَلْجِ
وَاْلبَرَدِ.
Artinya: Ya Allah
jauhkanlah antara diriku dan kesalahanku, sebagaimana Engkau jauhkan antara arah
barat dan timur. Ya Allah bersihkanlah diriku dari kesalahanku sebagaimana baju
dibersihkan dari kotoran. Ya Allah sucikanlah kesalahanku dengan air, embun dan
air yang sejuk.
4.Membaca ta’awwudz (meminta
perlindungan kepada Allah) sebelum membaca Fâtihah. Di antara bacaan ta’awwudz
adalah:
أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Artinya: “Aku berlindung
kepada Allah dari godaan Syetan yang terkutuk”.
5.Membaca “amîn” setelah
Fâtihah. Sebelum membaca “amîn” bagi orang yang membaca surat Fâtihah sunnat
membaca doa[4]:
رَبِّ
اغْفِرْلِى وَلِوَالِدَيَّ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ
Menurut Imam Ibn Hajar,
kesunnatan membaca “âmîn” bisa gugur disebabkan diam yang cukup lama setelah
membaca Fâtihah. Dalam shalat jahriyah (shalat berjamaah yang imamnya
disunnatkan untuk mengeraskan suara seperti shalat maghrib dan isya), bacaan
âmîn-nya makmum sunnat bersamaan dengan bacaan âmîn-nya Imam, sebab âmîn-nya
imam bersamaan dengan âmîn para malaikat. Hal ini, jika makmum mendengar bacaan
Fâtihah imamnya. Seumpama bacaan Fâtihah makmum usai bersamaan dengan bacaan
imamnya, maka dia cukup membaca âmîn satu kali saja.
6.Mengeraskan bacaan Fâtihah
dan surat di rakaat pertama dan kedua dalam shalat jahriyah, yaitu Magrib,
Isya’, Subuh, Jumat, shalat Id, Tarawih, Witir di bulan Ramadhan, Gerhana Bulan,
Istisqa’ (baik malam atau siang) dan dua rakaat thawaf. Dan memelankan bacaan
Fâtihah dan surat di selain rakaat dan shalat-shalat tersebut.
7.Membaca satu surat
al-Qur’an setelah Fâtihah pada rakaat pertama dan kedua. Kesunnatan membaca
surat ini bisa dihasilkan dengan hanya membaca satu ayat asalkan satu ayat
tersebut sudah membentuk satu pengertian yang sempurna. Akan tetapi lebih baik
membaca satu surat al-Qur’an dengan sempurna, walaupun surat itu pendek seperti
surat al-Kautsar. Dan juga disunnatkan surat yang dibaca di rakaat pertama lebih
panjang daripada surat yang dibaca di rakaat yang kedua kecuali dalam
shalat-shalat tertentu yang terdapat anjuran (masyru’) memanjangkan rakaat yang
kedua seperti shalat Jum’at.
Makmum tidak disunnatkan
membaca surat dalam shalat jahriyah. Pada saat imam membaca surat, makmum sunnat
mendengarkannya. Makruh bagi makmum membaca surat pada saat imam membaca surat
dalam shalat jahriyah, bahkan ada pendapat yang menyatakan haram. Namun hal itu,
bila makmum mendengar bacaan imam. Jika tidak mendengar seperti tuli atau
jaraknya jauh, maka menurut pendapat yang ashah (lebih benar) tetap disunnatkan
membaca surat.[5]
8.Takbir intiqâl (takbir
perpindahan dari satu rukun kepada rukun yang lain). Yaitu: 1) ketika turun
untuk rukû‘; 2) turun untuk sujud; 3) bangun dari sujud untuk duduk di antara
dua sujud atau untuk duduk tahiyat awal dan tahiyat akhîr.
Bagi imam, sunnat
mengeraskan takbirnya. Permulaan takbir disunnatkan bersamaan dengan awal turun
dan naiknya tubuh, dan sunnat memanjangkan takbir sampai sempurnanya rukun yang
akan dikerjakan setelahnya. Pemanjangan takbir dilakukan dengan memanjangkan
lâm-nya lafal Allâh asal tidak melebihi tujuh alif. Satu alif atau dua
harakat.
Takbir juga disunnatkan
pada saat akan duduk istirahat. Saat duduk istirahat takbir bisa dipanjangkan
lebih dari tujuh alif. Namun Imam al-Ghazali menjelaskan, hendaknya takbirnya
dituntaskan sebelum tubuh tegak berdiri (di tengah-tengah berdirinya)[6]. Untuk
gerakan selebihnya diisi dengan bacaan dzikir sampai berdiri tegak dan
bersedekap kembali. Hal itu, agar di dalam shalatnya tidak terjadi kekosongan
dari dzikir.[7]
9.Membaca tasbîh tiga kali
ketika sujud dan rukû’.
10. Setelah membaca tasbîh
saat ruku’ dilanjutkan dengan membaca doa:
اَللَّهُمَّ
لَكَ رَكَعْتُ وَبِكَ أَمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ خَشَعَ لَكَ سَمْعِيْ وَبَصَرِي
وَمُخِّي وَعِظَمِي وَعَصَبِيْ وَشَعْرِيْ وَبَشَرِيْ وَمَا اسْتََقَلَتْ بِهِ
قَدَمِي ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.
Artinya: Maha Suci Engkau
Ya Allah Tuhan kami. Dengan memujimu Ya Allah ampunilah aku. Ya Allah kepada-Mu
aku rukû‘, kepada-Mu aku percaya, dan kepada-Mu aku pasrah. Tunduk pada-Mu
pendengaranku, penglihatanku, sumsumku, tulangku, urat sarafku, rambutku,
kulitku. Juga sesuatu yang menjadi beban semua jasadku. Kepada Allah Tuhan alam
semesta.
11. Ketika sujud setelah
membaca tasbîh tiga kali, membaca doa:
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِى ذَنْبِى كُلَّهُ دِقَّهُ وَجُلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَأَخِرَهُ
وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ الَلَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
وَبِعَفْوِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكُ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ. لاَ أَحْصَى ثَنَاءً
عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
Artinya: Ya Allah ampunilah
dosaku seluruhnya, yang kecil dan yang besar, yang pertama dan yang terakhir,
yang tampak dan yang tersembunyi. Ya Allah, dengan ridha-Mu aku berlindung dari
murka-Mu; dengan ampunan-Mu aku berlindung dari siksa-Mu; dengan-Mu aku
berlindung dari-Mu. Puji untuk-Mu tak berbatas. Engkau adalah sebagaimana yang
Engkau pujikan terhadap Engkau Sendiri.
12. Meletakkan kedua telapak
tangan pada lutut saat rukû’.
13. Mengangkat jari telunjuk
tangan kanan saat membaca lafal Illâllâh dalam syahadat ketika membaca doa
tasyahhud dan membiarkan terangkat hingga tuntas bacaan tasyahhud awal-nya dan
hingga salam dalam tasyahhud akhir. Posisi jari telunjuk terangkat tidak terlalu
lurus dan dihadapkan ke arah kiblat dan sejak awal duduk tasyahhud, tangan
kanannya sudah menggenggam seluruh jari-jari selain telunjuk.
14. Mengarahkan pandangan mata
ke tempat sujud, kecuali ketika mengangkat jari telunjuk dalam tasyahhud, maka
pandangan dialihkan ke jari telunjuk.
15. Menfokuskan pandangan mata
pada jari telunjuk yang sedang terangkat hingga akhir bacaan tasyahhud awalnya
atau hingga salam dalam tasyahud akhir.
16. Duduk iftirâsy dalam
setiap duduk selain tahiyat akhîr. Yaitu: 1) duduk di antara dua sujud; 2)
tahiyat awal; 3) duduk istirahat; 4) duduk tahiyat akhir yang diiringi sujud
sahwi. Duduk iftirâsy adalah duduk di atas mata kaki kiri, sedangkan telapak
kaki kanan ditegakkan, dan sebagaian ujung jari-jari kaki ditekuk dihadapkan ke
arah kiblat.
17. Duduk tawarruk ketika
duduk tasyahhud akhîr.
18. Mengucapkan salam yang
kedua dan memisah (memberi jarak waktu) antara salam kedua dengan salam pertama.
Lamanya kira-kira kadar waktu bacaan subhânallâh.
19. Duduk istirahat setelah
sujud kedua di rakaat pertama dan ketiga (ketika akan berdiri untuk rakaat
ketiga dan keempat). Duduk istirahat tidak disunnatkan: 1) ketika bangun dari
sujud tilâwah; 2) bagi orang yang shalat duduk; 3) di rakaat ke empat dan di
rakaat yang kedua jika ingin mengerjakan tasyahhud awal. Tapi kalau tidak
mengerjakan tasyahud awal, maka tetap sunnat duduk istirahat. Duduk istirahat
lebih utama dilakukan dalam waktu sebentar, menurut Imam Ibn Hajar, lamanya
tidak melebihi duduk di antara dua sujud. Lebih baik lagi, lamanya tidak
melebihi thuma’nînah.
20. Menyangga tubuh dengan
kedua tangan ketika akan berdiri, baik dari tahiyat awal atau duduk istirahat.
21. Menoleh ke kanan dan ke
kiri saat salam. Menoleh ke arah kanan bersamaan dengan kalimat warahmatullâh.
Ukurannya, sekiranya pipi kanannya terlihat oleh orang yang ada di belakangnya.
Lalu, wajah menghadap kiblat kembali dan membaca salam kedua. Kemudian menoleh
ke kiri bersamaan dengan kalimat warahmatullâh yang sekiranya pipi kirinya
terlihat oleh orang yang ada dibelakangnya.
=========
Dari buku : Shalat itu
Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)
Diterbitkan oleh Pustaka
SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri.
Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur
PO. Box 22 Pasuruan 67101.
Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751
=========
FOOTNOTE
[1] Lihat Fath al-Allâm
juz.2 hlm. 317, Tarsyîh al-Mustafidîn, al-Busyrâ al-Karîm, al-Hawâsyi
Al-Madaniyah dll.
[2] Lihat Ihyâ’ Ulûm ad-Dîn
juz.1 hlm.153.
[3] Lihat Hasyiyah
Al-Syarqawi juz.1 hlm.194.
[4] Lihat Fath al-‘Allâm
juz. 2 hlm.368.
[5] Lihat Tuhfat
ath-Thullâb hlm.23.
[6] Lihat Ihya’ Ulumiddin
juz. 1 hlm. 155
[7] Lihat Fath al-‘Allâm
juz 2 hlm.388.