Dari postingan member
bernama Muhammad Bahruddin : Mempertanyakan
Ideologi Hizbut Tahrir
Oleh: Redaksi Buletin
Tauiyah*
Pemikiran Islam pada saat
ini telah diwarnai dengan berbagai macam sekte. Di antaranya adalah Hizbut
Tahrir. Sekte ini ternyata cukup digandrungi oleh kaula muda dan aktivis kampus.
Namun, aliran yang didirikan oleh Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani ini, ternyata
dibangun dari pemikiran muktazilah yang dibungkus dengan kemasan yang begitu
rapi dan telah keluar dari keyakinan mayoritas ulama salaf.
Dari sini, penulis akan
menunjukkan beberapa bukti. Di antaranya:
1. Mengingkari qadha dan
qadarnya Allah.
Dalam kitab al-Syakhshiyyat
al-Islamiyyah juz 1/71-74, an-Nabhani secara vulgar memberikan dua kesimpulan.
Pertama, semua hal yang berkaitan dengan perbuatan manusia, sama sekali tidak
ada kaitannya dengan qadhanya Allah. Kedua, kesesatan dan hidayah itu datangnya
dari dirinya sendiri, bukan dari Allah.
Melihat pernyataan
an-Nabhani seperti itu, kita hanya bisa merasa lucu dibuatnya. Karena kalau kita
mau mengkaji ulang, ternyata banyak sekali ayat al-Qur’an dan Hadis shahih yang
menjelaskan tentang qadha dan qadarnya Allah. Dan penulis kira tidak perlu untuk
mencantumkannya karena terlalu banyak.
2. Takwil bukan tradisi
ulama salaf.
Dalam hal mentakwil ayat
mutasyâbihat, an-Nabhani memberikan kesan, pertama, di kalangan ulama salaf
tidak ada yang ahli di bidang ilmu kalam. Kedua, mengesankan bahwa konsep takwil
tidak dkenal pada masa generasi salaf. (baca: al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah juz
1/53).Mungkin an-Nabhani ingin menutupi sebuah data, bahwa generasi salaf banyak
yang mempunyai kapabilitas dalam mentakwil ayat mutasyâbihat, semisal Ibnu
Abbas, Imam Ibnu Jarir ath-Thabari, Imam Ahmad bin Hambal dan Imam
Bukhari.
3. Kemaksuman para
Nabi
An-Nabhani mempunyai
asumsi, bahwa kemaksuman Nabi hanya disandang ketika diangkat menjadi Nabi.
Dalam artian, para Nabi sebelum diangkat menjadi Nabi, boleh-boleh saja
melakukan dosa, sebagaimana layaknya manusia biasa. (baca: al-Syakhshiyyat
al-Islamiyyah juz 1/132).
Hal ini berbeda sama sekali
dengan kayakinan mayoritas ulama salaf bahwa kemaksuman para nabi telah
disandang baik sebelum ataupun setelah diangkat menjadi Nabi, semisal
pendapatnya Imam ahmad bin Muhammad ad-Dasuqi (baca: Hasyiyah ‘ala Syarh
Ummul-Barahin hal,173)
4. Mengingkari siksa kubur,
tawasul dan maulid Nabi.
Dalam buku ad-Dausiyyah
(kumpulan fatwa Hizbut Tahrir) dan Qira’at fi Fikri Hizbut-Tahrir al-Islami hal
93 dijelaskan, bahwa meyakini adanya siksa kubur adalah haram. Karena yang
dibuat landasan hukum adalah Hadis ahad yang sama sekali tidak meyakinkan. Di
samping itu dalam buletin al-Khilafah edisi Rabiul Awal,1416 H , menegaskan
tentang pengingkaran mereka terhadap, tawasul dan maulid Nabi.
Untuk hal ini, kita tidak
perlu resah dengan fatwanya. Karena landasan hukum yang memperbolehkan tentang
semua itu banyak kita temukan pada ayat al-Qur’an dan Hadis shahih.
5. Melecehkan umat Islam
Dalam kitab al-Syakhshiyyat
al-Islamiyyah juz 1/70-74, an-Nabhani juga secara tidak langsung memvonis
:
1.PERTAMA, pendapat
ahlussunnah dan jabariyah dalam masalah perbutan manusia sebenarnya sama, hanya
saja ahlus-sunnah pintar memanipulasi kata-kata,
2.KEDUA, parakau
muslimsejatinya sejak dulu telah keluar dari ajaran al-qur’an, hadis dan
shahabat.Sebenarnya apa yangdiungkakanan-nabhani merupakakn kebohongan besar
yang tidak bisa dipertanggung jawabkan
*) Penulis adalah Redaksi
Buletin Tauiyah asal PP Sidogiri.