Ustadz Ahmad Sarwat,Lc, .MA dalam tulisan pada http:// www.rumahfi qih.com/ x.php?id=13 57669611&t itle=adaka h-mazhab-s alaf.htm menuliskan
***** awal kutipan *****
Bukan Salaf Tetapi Dzahiri
Sebenarnya kalau kita perhatikan metodologi istimbath mereka yang mengaku-ng aku sebagai salaf, sebenarnya metode mereka itu tidak mengacu kepada masa salaf. Kalau dipikir-pi kir, metode istimbah yang mereka pakai itu lebih cenderung kepada mazhab Dzhahiriya h. Karena kebanyakan mereka berfatwa hanya dengan menggunaka n nash secara Dzhahirnya saja.
Mereka tidak menggunaka n metode istimbath hukum yang justru sudah baku, seperti qiyas, mashlahah mursalah, istihsan, istishhab,
mafhum dan manthuq. Bahkan dalam banyak kasus, mereka tidak pandai
tidak mengerti adanya nash yang sudah dinasakh atau sudah dihapus
dengan adanya nash yang lebih baru turunnya.
Mereka juga kurang pandai dalam mengambil metode penggabung an dua dalil atau lebih (thariqatu l-jam'i) bila ada dalil-dali l yang sama shahihnya, tetapi secara dzhahir nampak agak bertentang an. Lalu mereka semata-mat a cuma pakai pertimbang an mana yang derajat keshahihan nya menurut mereka lebih tinggi. Kemudian nash yang sebenarnya shahih, tapi menurut mereka kalah shahih pun dibuang.
Padahal setelah dipelajari lebih dalam, klaim atas keshahihan hadits itu keliru dan kesalahann ya
sangat fatal. Cuma apa boleh buat, karena fatwanya sudah terlanjur
keluar, ngotot bahwa hadits itu tidak shahih. Maka digunakanl ah metode menshahiha n hadits yang aneh bin ajaib alias keluar dari pakem para ahli hadits sendiri.
Dari metode kritik haditsnya saja sudah bermasalah , apalagi dalam mengistimb ath hukumnya. Semua terjadi karena belum apa-apa sudah keluar dari pakem yang sudah ada. Seharusnya ,
yang namanya ulama itu, belajar dulu yang banyak tentang metode
kritik hadits, setelah itu belajar ilmu ushul agar mengeti dan tahu
bagaimana cara melakukan istimbath hukum. Lah ini belum punya ilmu
yang mumpuni, lalu kok tiba-tiba bilang semua orang salah, yang benar
cuma saya seorang.
***** akhir kutipan *****
Ustadz Ahmad Sarwat mencontohk an metodologi istimbath mereka salah satunya adalah dalam mengambil metode penggabung an dua dalil atau lebih (thariqatu l-jam'i) bila ada dalil-dali l yang sama shahihnya, tetapi secara dzahir nampak agak bertentang an. Lalu mereka semata-mat a cuma pakai pertimbang an mana yang derajat keshahihan nya menurut mereka lebih tinggi. Kemudian nash yang sebenarnya shahih, tapi menurut mereka kalah shahih pun dibuang.
Contoh ulama panutan mereka ulama Albani mengenai hadits "hati" dalam mengkritis i al-Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin berkata
"Imam Muslim dan yang lainnya menambahka n dalam riwayatnya “Wa a’malikum” (dan amalan-ama lan kalian) sebagaiman a dikeluarka n dalam “Ghayatul Marom fi takhrijil Halal wal Haram (410)”Tamb ahan ini penting sekali karena kebanyakan manusia memahami hadits dengan faham yang salah, kalau seandainya engkau perintahka n seseorang dengan sesuatu yang telah diperintah kan syara’ yang penuh hikmah seperti memanjangk an jenggot dan meninggalk an tasyabuh (penyerupa an) terhadap orang kafir serta yang semisalnya dari beban-beba n
syariah, maka mereka menjawab bahwa yang menjadi pegangan adalah apa
yang ada di hati, mereka beralasan dengan hadits ini tanpa mengetahui tambahan hadits shahih yang menunjukan bahwa Allah Tabaroka wa Ta’ala juga melihat kepada amalan-ama lan mereka, apabila amalan-ama lan itu shalihah maka diterimala h dan apabila tidak maka tertolakla h atas mereka"
atau perkataan mereka yang lain mengikuti ulama panutan mereka
"Di sinilah salah satu kesalahan fatal al-Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin, seharusnya beliau rahimahull ah
memakai riwayat yang lebih sempurna tadi agar ahlul irja' yang hidup
sesudah beliau, yang membatasi iman hanya di dalam hati, tidak tertipu
oleh riwayat yang pertama. Dan rupanya kesilapan Imam an-Nawawi tidak
hanya di situ, sebab beliau rahimahull ah meletakkan tambahan kata "a'malikum " pada tempat yang salah yakni pada hadits nomor 1578, pengarang meletakkan tambahan ini setelah kata "shuwariku m" sehingga haditsnya berbunyi '"...atau wajah kalian dan perbuatan kalian, akan tetapi Dia memperhati kan hati-hati kalian."
Mereka menyalahka n al-Imam an-Nawawi berdasarka n pemahaman mereka sendiri secara otodidak (shahafi).
Kesalahpah aman mereka terhadap apa yang disampaika n al-Imam an-Nawawi adalah karena mereka bermazhab dzahiriyah yakni berpegang pada nash secara dzahir/ harfiah/ literal .
Mereka kurang memperhati kan asbabul wurud dan kurang memperhati kan makna majaz (kiasan) atau makna tersirat (makna dibalik yang tertulis) atau kurang memperhati kan ilmu-ilmu yang dharus dikuasai dalam menggali hukum (istimbath ) dari Al Qur'an dan As Sunnah
Kedua hadits riwayat muslim tidaklah saling menyalahi
Telah menceritak an kepada kami 'Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab; Telah menceritak an kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais dari Abu Sa'id budak 'Amir bin Kuraiz dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah,
saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di
antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran
muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamb a Allah yang saling bersaudara . Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahka n, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasululla h menunjuk dadanya), Beliau mengucapka nnya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatan nya. Telah menceritak an kepadaku Abu At Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh Telah menceritak an
kepada kami Ibnu Wahab dari Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar
Abu Sa'id -budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku
mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: -kemudian perawi menyebutka n Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit penambahan dan penguranga n. Diantara tambahanny a adalah; Sesungguhn ya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyara tkan telunjukny a ke dada beliau). (HR Muslim 4650)
Telah menceritak an kepada kami 'Amru An Naqid; Telah menceritak an kepada kami Katsir bin Hisyam; Telah menceritak an kepada kami Ja'far bin Burqan dari Yazid bin Al Asham dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguh nya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian." (HR Muslim 4651)
(HR Muslim 4650) menjelaska n janganlah saling menghina , janganlah saling menilai terhadap apa yang tampak di luar, janganlah berprasang ka buruk terhadap apa yang tampak di luar karena Allah melihat kepada hati.
Sedangkan (HR Muslim 4651) kata kuncinya adalah "harta
kalian" yang maknanya adalah kekayaan (secara dzahir) termasuk ilmu
yang dimiliki dan apa yang telah dilakukan namun hatinya lalai seperti
melakukan amal perbuatan yang didasari riya, sombong, ujub . Jadi
pasanganny a adalah "rupa
(apa yang tampak secara dzahir) dengan hati , "harta kalian (termasuk
ilmu) dengan amal kalian (yang dilakukan dengan hati yang baik)"
Jadi memiliki rupa (penampila n)
dan harta (termasuk ilmu) tidak berarti tanpa amal dan memiliki amal
tidak berarti tanpa amal yang dilakukan dengan hati yang baik.
Jadi janganlah mengikuti atau meneladani orang-oran g seperti Dzul Khuwaishir ah at Tamim an Najdi yakni orang-oran g menampakka n ke-sholeh- an di hadapan orang banyak dalam bentuk tanda-tand a atau bekas ibadah sunnahnya namun berakhlak buruk seperti
1. Suka mencela dan mengkafirk an kaum muslim
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun lemah lembut kepada kaum Yahudi
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-oran g yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkong an mereka, bahkan mereka membunuh orang-oran g Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya“. (HR Muslim 1762)
Sabda Rasululull ah yang artinya "mereka membunuh orang-oran g Islam, dan membiarkan para penyembah berhala" maksudnya mereka memahami Al Qur'an dan Hadits dan berkesimpu lan kaum muslim lainnya telah musyrik (menyembah selain Allah) sehingga membunuhny a namun dengan pemahaman mereka tersebut mereka membiarkan para penyembah berhala yang sudah jelas kemusyrika nnya. Penyembah berhala adalah kaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang meneruskan keyakinan pagan (paganisme ) atau penyembah berhala
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarka n apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-oran g yang diberi kitab (Taurat) melemparka n kitab Allah ke belakang (punggung) nya, seolah-ola h mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-sy aitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjaka n sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjaka n sihir), hanya syaitan-sy aitan lah yang kafir (mengerjak an sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-10 2)
Dalam syarah Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171 diriwayatk an Khalid bin Walīd ra bertanya kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam tentang orang-oran g seperti Dzul Khuwaisara h at Tamimi an Najdi dengan pertanyaan
“Wahai Rasulullah , orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-iba dah sunnahnya:
matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di
atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena
lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menjawab : camkan makna ayat ini : qul in’kuntum tuhib’būna llāh fattabi’un ī – Katakanlah : “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosam u. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Khalid bin Walid bertanya, “Bagaimana caranya ya Rasulullah ? ”
Nabi shallallah u alaihi wasallam menjawab, “Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikapla h penuh kasih, cintai orang-oran g miskin dan papa, bersikapla h lemah-lemb ut, penuh perhatian dan cintai saudara-sa udaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menegaskan bahwa ketaatan yang dilakukan oleh orang-oran g seperti Dzul Khuwaisara h at Tamimi an Najdi tidaklah cukup jika tidak menimbulka n ke-sholeh- an seperti bersikap ramah, penuh kasih, mencintai orang-oran g miskin dan papa, lemah lembut penuh perhatian dan mencintai saudara muslim dan menjadi pelindung bagi mereka.
Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tand a orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah adalah
1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian ) terhadap orang-oran g kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalanka n kewajibanN ya dan menjauhi laranganNy a
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-oran g yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangk an suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiN ya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-oran g
kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan
orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan- Nya kepada siapa yang dikehendak i-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian -Nya), lagi Maha Mengetahui .” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Orang-oran g seperti Dzul Khuwaishir ah At Tamim An Najdi dipanggil oleh Rasulullah sebagai “orang-ora ng muda” yakni mereka suka berdalil atau berfatwa dengan Al Qur’an dan Hadits namun salah paham.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Akan keluar suatu kaum akhir jaman, orang-oran g muda yang pemahamann ya sering salah paham. Mereka banyak mengucapka n perkataan “Khairil Bariyyah” (maksudnya : suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits). Iman mereka tidak melampaui tenggoroka n mereka. Mereka keluar dari agama sebagaiman a meluncurny a anak panah dari busurnya. Kalau orang-oran g ini berjumpa denganmu perangilah mereka (luruskan pemahaman mereka).” (Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari 3342).
“Orang-ora ng muda” adalah kalimat majaz yang maknanya orang-oran g yang kurang berpengala man atau kurang berkompete nsi dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah.
Ulama seperti Dzul Khuwaishir ah dari Bani Tamim An Najdi atau kaum khawarij dalam berdakwah suka menggunaka n ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-oran g kafir untuk menyerang kaum muslim
Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan : “Mereka menggunaka n ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-oran g kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-oran g beriman”.[ Lihat: kitab Sahih Bukhari jilid:4 halaman:19 7]
Ulama seperti Dzul Khuwaishir ah dari Bani Tamim An Najdi adalah mereka yang bertambah ilmunya namun semakin jauh dari Allah Azza wa Jalla
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Barangsia pa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya , maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“
Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang
berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ahli ilmu (ulama) yang mendapat hidayah (karunia hikmah) maka hubunganny a dengan Allah Azza wa Jalla semakin dekat sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya dan dibuktikan dengan dapat menyaksika nNya dengan hati (ain bashiroh).
Sebagaiman a diperibaha sakan
oleh orang tua kita dahulu bagaikan padi semakin berisi semakin
merunduk, semakin berilmu dan beramal maka semakin tawadhu, rendah hati
dan tidak sombong.
Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam “Musllim yang bagaimana yang paling baik ?”
“Ketika orang lain tidak (terancam) disakiti oleh tangan dan lisannya” Jawab Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam.
Rasulullah shallallah u
aliahi wasallam bersabda “Tiada lurus iman seorang hamba sehingga
lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya“. (HR. Ahmad)
Sayyidina Umar ra menasehatk an, “Jangan pernah tertipu oleh teriakan seseorang (dakwah bersuara / bernada keras). Tapi akuilah orang yang menyampaikan amanah dan tidak menyakiti orang lain dengan tangan dan lidahnya“
Sayyidina Umar ra juga menasehatk an “Orang yang tidak memiliki tiga perkara berikut, berarti imannya belum bermanfaat . Tiga perkara tersebut adalah santun ketika mengingatk an orang lain; wara yang menjauhkan nya dari hal-hal yang haram / terlarang; dan akhlak mulia dalam bermasyark at (bergaul)“ .
Rasulullah bersabda: “Kesombong an adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda , “Tiada masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombonga n. kesombonga n adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)
Dalam sebuah hadits qudsi , Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda , “Allah berfirman, Keagungan adalah sarungKu dan kesombonga n adalah pakaianKu. Barangsiap a merebutnya (dari Aku) maka Aku menyiksany a”. (HR. Muslim)
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Kemuliaan adalah sarung-Nya dan kesombonga n adalah selendang- Nya. Barang siapa menentang- Ku, maka Aku akan mengadzabn ya.” (HR Muslim)
Para ulama tasawuf atau kaum sufi mengatakan
bahwa hijab itu meliputi antara lain nafsu hijab, dosa hijab, hubbub
al-dunya hijab, cara pandang terhadap fiqh yang terlalu formalisti k juga hijab, terjebakny a orang dalam kenikmatan ladzatul ‘ibadah, sampai karomah juga bisa menjadi hijab, dll. Salah satu bentuk nafsu hijab terbesar itu justru kesombonga n, karena sombong itu, membuat, manusia hanya melihat dirinya. Kita bisa bayangkan, kalau keadaan batin itu hanya melihat dirinya sendiri, orang lain tidak kelihatan, bagaimana dia bisa menyaksika n Allah dengan hatinya (ain bashiroh)
Orang-oran g seperti Dzul Khuwaishir ah dari Bani Tamim An Najdi, mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadu l
a’zham) yang disebut juga dengan khawarij. Khawarij adalah bentuk
jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Sesungguh nya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiap a yang menyelewen gkan, maka ia menyelewen g ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahull ah dalam Fathul Bari XII/ 37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan : “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)“
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Sesungguh nya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisih an maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas
kaum muslim).” (HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al
Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius
Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Ibnu Mas’ud radhiallah uanhu mewasiatka n yang artinya: ”Al-Jama’a h
adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri”
Maksudnya tetaplah mengikuti Al-Jamaah atau as-sawad al a’zham
(mayoritas kaum muslim) walaupun tinggal seorang diri di suatu tempat yang terpisah. Hindarilah firqoh atau sekte yakni orang-oran g
yang mengikuti pemahaman seorang ulama yang telah keluar (kharaja)
dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham).
Dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatka n
kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk
berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulk an umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-k elompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/ sekte. Hindarilah semua firqah/ sekte itu jika kalian mampu untuk menghindar i terjatuh ke dalam keburukan” .
Mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadu l a’zham) salah satunya dikarenaka n salah memahami firman Allah ta’ala yang artinya “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-oran g yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatka nmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaa n belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS Al An’aam [6]:116)
Yang dimaksud “menuruti kebanyakan orang-oran g yang di muka bumi” adalah menuruti kaum musyrik. Hal ini dapat kita ketahui dengan memperhati kan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.
Mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadu l a’zham) karena mereka merasa sebagai yang dimaksud dengan Al Ghuroba atau orang-oran g yang asing sebagaiman a hadits berikut
Telah menceritak an kepada kami Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Marwan al-Fazari, Ibnu Abbad berkata, telah menceritak an kepada kami Marwan dari Yazid -yaitu Ibnu Kaisan- dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasululla h shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntungl ah orang-oran g yang terasing.” (HR Muslim 208)
Ghuroba atau "orang-ora ng yang terasing" dalam hadits tersebut bukanlah mereka yang mengasingk an diri dari para ulama yang sholeh atau mereka yang menyempal dari mayoritas kaum muslim (as-sawadu l a’zham)
Hal yang dimaksud dengan ghuroba adalah semakin sedikit kaum muslim
yang sholeh diantara mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam besabda “Orang yang asing, orang-oran g yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak atau orang-oran g shalih di antara banyaknya orang yang buruk, orang yang menyelisih inya lebih banyak dari yang mentaatiny a”. (HR. Ahmad)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “Sesungguh nya Islam itu pada mulanya datang dengan asing dan akan kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka berbahagia lah bagi orang-oran g yang asing”. Beliau ditanya, “Ya Rasulullah , siapakah orang-oran g yang asing itu ?”. Beliau bersabda, “Mereka yang memperbaik i dikala rusaknya manusia”. [HR. Ibnu Majah dan Thabrani]
Pada akhir zaman salah satu tandanya adalah semakin sulit ditemukan muslim yang sholeh
Dari Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy (isteri Rasulullah Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam), beliau berkata:” (Pada suatu hari) Rasulullah Shallallah u
‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan cemas sambil
bersabda, “La ilaha illallah, celaka (binasa) bangsa Arab dari
kejahatan (malapetak a)
yang sudah hampir menimpa mereka. Pada hari ini telah terbuka bagian
dinding Ya’juj dan Ma’juj seperti ini”, dan Baginda menemukan ujung ibu
jari dengan ujung jari yang sebelahnya (jari telunjuk) yang dengan itu mengisyara tkan seperti bulatan. Saya (Zainab binti Jahsy) lalu bertanya, Ya Rasulullah ! Apakah kami akan binasa, sedangkan di kalangan kami masih ada orang-oran g yang shaleh?” Lalu Nabi Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam bersabda, Ya, jikalau kejahatan sudah terlalu banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadu l a’zham) karena beranggapa n mayoritas kaum muslim telah rusak.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ هَلَكَ النَّاسُ فَهُوَ أَهْلَكُهُ مْ
Telah menceritak an kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab; Telah menceritak an kepada kami Hammad bin Salamah dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: Demikian juga diriwayatk an dari jalur lainnya, Dan telah menceritak an
kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Aku membaca Hadits Malik dari
Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila ada seseorang yang berkata; ‘Celakalah (rusaklah) manusia’, maka sebenarnya ia sendiri yang lebih celaka (rusak) dari mereka. (HR Muslim 4755)
Mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadu l a’zham) karena menuhankan pendapat (kaum) mereka sendiri (istibdad bir ro’yi) sehingga merasa (kaum) mereka pasti masuk surga
Sayyidina Umar ra menasehatk an “Yang paling aku khawatirka n dari kalian adalah bangga terhadap pendapatny a sendiri. Ketahuilah orang yang mengakui sebagai orang cerdas sebenarnya adalah orang yang sangat bodoh. Orang yang mengatakan bahwa dirinya pasti masuk surga, dia akan masuk neraka“
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830