PERTANYAAN
:
Ada sebuah perdebatan
masalah MLM haram / tidak nih ??!! Silakan !! [Aguezy
Luagie Nyuantae].
JAWABAN
:
Wa'alaykumus salaam.
Berikut Hasil Bahtsul Masaail PP Nurul Hudaa 1999 tentang Bisnis Beranak Cucu
[MLM]. Bagaimana hukum bisnis Multi Level Marketing (MLM) ? Contoh Si A
mendaftar dengan membayar uang umpama Rp 150.000, maka si A masuk level I.
Kemudian si A berhasil merekrut dua orang member yang juga harus membayar Rp
150.000, pada pihak pusat. Maka si A mendapat komisi dari masing-masing member
Rp 25.000. Jadi Rp 25.000 x 2 member = Rp 50.000. Kedua downline level I,
masing-masing berhasil merekrut 2 member, berarti jumlah member dua, empat orang
dan pendapatan si A = Rp 20.000, akumulasi Rp 70.000. Ketiga... dan seterusnya.
Hingga meraup rupiah sampai jutaan dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya.
Bisnis ini dijuluki bisnis "Anak Cucu"
Jawaban : Dalam bisnis Multi Level
Marketing seperti contoh yang anda berikan, terdapat hal-hal yang tidak jelas,
yaitu : Kalau si A mendaftar dengan membayar Rp 150 ribu, Mendaftar sebagai apa
?
Uang Rp 150 ribu diserahkan
kepada siapa dan bagaimana akadnya? Apakah akad jual beli, atau akad hutang
piutang, atau akad syirkah, atau akad qiradl, atau akad shadaqah, atau akad apa
lagi?
Kalau si A berhasil
merekrut dua orang member yang juga membayar kepada pusat masing-masing Rp
150.000,- si A mendapat komisi sebanyak 2 X Rp 25.000,- = Rp 50.000,- . Dari
mana uang Rp 50.000,- diberikan oleh pusat kepada si A? Dan bagaimana
akadnya?
Andaikata si A tidak
berhasil merekrut orang lain untuk bermain dalam bisnis MLM ini, dapatkah uang
yang telah dibayarkan oleh si A ditarik kembali. Demikian pula halnya dengan dua
orang yang telah direkrut oleh si A, jika dia tidak dapat merekrut orang lain
lagi, dan menginginkan uangnya kembali, dapatkah si A/pusat bertanggung
jawab?
Kalau saya amati dari
contoh yang anda berikan mengenai bisnis Multi Level Marketing ini, maka bisnis
ini jelas-jelas tidak termasuk muamalah yang diperbolehkan dalam agama Islam
seperti: bai', silm, rahn, hijr, suluh, hiwalah, dlaman, kafalah, syirkah,
qiradl, wakalah, wakalah, iqrar, 'arah, syuf'ah, musafah, ju'alah, ijarah,
wakaf, hibah dan wadi'ah yang jelas akadnya dalam syariat agama
Islam.
Bisnis yang tidak jelas
akadnya seperti ini pada akhirnya pasti banyak pihak yang dirugikan yaitu
orang-orang yang tidak lagi bisa merekrut member. Yang jelas, kalau tidak
merugikan diri sendiri, pasti merugikan orang lain. Dan hal ini dilarang oleh
Rasulullah saw :
اَلضَّرَرُ
يُزَالُ .
Perbuatan yang merugikan
itu harus dilenyapkan.
Sebagai perbandingan,
berikut hasil Keputusan Musyawaroh Tahunan Ke-34 Ponpes Mus Karangmangu Sarang
Rembang :
Deskripsi
masalah :
Krisis ekonomi telah memberikan implikasi terhadap lemahnya daya beli
masyarakat, sementara persaingan dibidang usaha terus meningkat. Hal ini
mendorong beberapa perusahaan menerapkan kiat-kiat tertentu dalam memasarkan
produknya, diantaranya dengan menggunakan sistem multi level marketing (MLM)
seperti CNI, DXN, Rich Exl. Pers dan lain-lain. Dalam sistem ini seseorang dapat
menjadi anggota ( distributor) dengan cara membeli produk perusahaan tersebut
dalam jumlah tertentu dan membayar uang administrasi, kemudian dia akan
mendapatkan komisi apabila bisa mendapatkan anggota ( Down Line) atau point
dalam jumlah tertentu, semakin banyak anggota atau point yang diperoleh maka
semakin besar pula komisi yang didapat. Yang menarik dari sistem ini bila
anggota yang dibawah mendapat down line atau point maka anggota yang diatasnya
ikut terdongkrak (bertambah anggota atau pointnya). Pertanyaan :
a. Termasuk kategori aqad
apakah praktek MLM tersebut ?b. Apakah praktek tersebut diatas dapat dibenarkan oleh syara’ ?
c. Apabila tidak boleh bagaimanakah solusi bagi orang yang telah menjadi anggota MLM ? (PP. Al-Falah Ploso Kediri)
Jawaban
No . 01 Bag . A : Praktek tersebut temasuk
Ju’alah dan Bai ’ yang Fasid
- Ju’alah fasidah karena
:1. Amalnya tidak ada kulfah (beban)
2. Iwadlnya ( upah ) tidak maklum ( dalam dongkraannya )
3. Ada syarat bai’ dalam akad
- Bai’ fasid karena di jadikan syarat dalam akad Ju’alah
Ibarat : I’anatut Tholibin Juz :
III Hal : 123, Alfiqh ‘alal madzahib al-arba’ah Juz : II Hal : 228, Hasyiyah
Al-Syarqowi Juz : II Hal : 53
(
وعبارته ) : وهي بتثليث الجيم شرعا التزام عوض معلوم على عمل معين او مجهول عسر
علمه وأركانها اجمالا أربعة : الركن الأول العاقد وهو الملتزم للعوض ولو غير المالك
والعامل - الى أن قال – الركن الثانى الصيغة وهو من طرف الجاعل لا العامل – الى ان
قال – الركن الثالث الجعل وشرط فيه ما شرط فى الثمن فما لايصح ثمنا لكونه مجهولا او
نجسا لايصح جعله جعلا ويستحق العامل أجرة المثل فى المجهول والنجس المقصود – الى أن
قال – الركن الرابع العمل وشرط فيه كلفة وعدم تعينه فلا جعل فيما لاكلفة فيه
.
[
اعانة الطالبين الجزء الثالث ص 123 ]
(
وعبارته ) : الحالة الخامسة : أن يكون الشرط مما لايقتضيه العقد ولم يكن لمصلحته
وليس شرطا فى صحته او كان لغوا ، وذلك هو الشرط الفاسد الذى يضر بالعقد ، كما اذا
قال له بعتك بستانا هذا بشرط ان تبيعنى دارك ، او تقرضنى كذا ، او تعطينى فائدة
مالية . وانما يبطل العقد بشرط ذلك اذا كان الشرط فى صلب العقد ، أما اذا كان قبله
ولو كتابة فإنه يصح إهـ .
[
كتاب الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الثانى ص 228 ]
(
وعبارته ) : ( وبيع بشرط ) كبيع بشرط بيع او قرض للنهي عنه فى خبر أبى داود وغيره (
قوله كبيع بشرط الخ ) كبعتك ذاالعبد بألف بشرط أن تبيعنى دارك بكذا ، او تقرضنى
مائة من الدراهم ، ثم ان أوقعوا العقد الثانى بأن باعه الدار أو أقرضه الدراهم مع
علمهما بفساد الأول صح والا فلا ومحل فساد الأول ان وقع الشرط فى صلب العقد والا
فلا يضر إهـ .
[
حاشية الشرقاوى الجزء الثانى ص 53 ]
Jawaban
No . 01 Bag . B : Tidak dibenarkan(
haram)
Ibarat : 1 . Ghoyatu
talkhishil murod Hal : 122, 2 . Al–Asybah wan nadhoir Hal : 287
(
وعبارته ) : ( مسئلة ) تعاطى العقود الفاسدة حرام اذا قصد بها تحقيق حكم شرعي ويأثم
العالم بذلك ويعزر لا ما صدر عنه تلاعبا او لم يقصد به تحقيق حكم لم يثبت مقتضاه
عليه إهـ .
[
غاية تلخيص المراد ص 122 ]
(
وعبارته ) : القاعدة الخامسة تعاطى العقود الفاسدة حرام كما يؤخذ من كلام الأصحاب
فى عدة مواضع إهـ .
[
الأشباه والنظائر ص 287 ]
Jawaban
No . 01 Bag . C : Karena dia sudah melakukan
praktek akad yang tidak sah maka dia wajib keluar dari sistem tersebut dan bila
sudah menerima barang dan komisi maka wajib mangembalikannya. Dan dia hanya
berhak mendapat ujroh misil.
Catatan : Bagi seluruh Kaum
Muslimin harap waspada dengan praktek semacam ini, karena ada diantara sistem
semacam ini melakukan penipuan. Ibarat :
1. Asnal Matholib Juz :II
Hal : 32. Al- Hawi Lil-Fatawi Juz : I Hal : 109
)فعلى
الأول ) وهو عدم صحة البيع بالمعاطاة ( المقبوض بها كالمقبوض بالبيع الفاسد فيطالب
كل صاحبه بما دفع اليه ان بقي وببدله ان تلف .
[
أسنى المطالب الجزء الثانى ص 3 ]
(
وعبارته ) : اعلم ان كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة الى التوبة منها والتوبة من
حقوق الله يشترط فيها ثلاثة أشياء أن يقلع عن المعصية فى الحال وان يندم على فعلها
وان يعزم ان لايعود اليها ، والتوبة من حقوق الآدميين يشترط هذه الثلاثة ورابع وهو
رد الظلامة الى صاحبها وطلب عفوه عنها والإبراء منها .
[
الحاوى للفتاوى الجزء الأول ص 109 ]
Di NUonline [ 27/04/2007 ]
pernah dibahas hukum Transaksi Dua Aqad dalam Praktik MLM sebagai berikut
:
Dalam kajian fikih ada
istilah al-‘aqdain fil ‘aqd atau al-bai’ain fi al-bai’ah yang berarti dua aqad
yang terkumpul dalam sesuatu transaksi. Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan
Imam Ahmad Bin Hanbal dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud RA telah melarang model
transaksi seperti ini.
Para fuqaha merinci
penjelasan mengenai al-‘aqdain fil ‘aqd ini ke dalam tiga model. Pertama, adanya
dua harga dalam sebuah jual beli. Misalnya, jika seseorang mengatakan kepada
orang lain, “Aku jual baju ini kepadamu dengan harga sepuluh dirham jika tunai,
dan dua puluh dirham jika hutang.” Kemudian kedua orang tersebut berpisah dan
belum ada kesepakatan tentang salah satu model jual beli tersebut.
Dikatakan bahwa jual beli
semacam ini telah rusak (fasid), karena kedua pihak yang bertransaksi tidak
mengetahui harga mana yang dipastikan. Asy-Syaukani menyatakan, sebab
diharamkannya jual beli semacam itu adalah tidak disepakatinya salah satu (aqad)
harga dari dua (aqad) harga tersebut. Akan tetapi, jika kedua orang tersebut
bersepakat tentang salah satu aqad (harga) dari dua aqad (harga) jual beli
tersebut; misalnya pembeli menerima harga baju tersebut 20 dirham secara kredit
sebelum keduanya berpisah, maka sahlah jual beli tersebut. Sebab, harga baju itu
telah ditetapkan, dan kedua belah pihak mengetahui dengan jelas harga dari baju
tersebut serta bentuk transaksinya.
Kedua, Imam Syafi’i,
menafsirkan al-‘aqdain fil ‘aqd sebagai jual beli bersyarat. Misalnya, jika
seseorang berkata kepada orang lain, “Saya jual rumahku kepadamu dengan harga
sekian, akan tetapi engkau harus menikahkan putramu dengan putriku.” Muamalat
semacam ini menyebabkan tidak jelasnya harga.
Ketiga, al-‘aqdain fil ‘aqd
adalah memasukkan transaksi kedua ke dalam transaksi pertama yang belum selesai.
Misalnya, jika seseorang memesan barang dalam jangka waktu satu bulan, dengan
harga yang telah ditentukan. Ketika tempo masa telah tiba, pihak yang dipesan
meminta kembali barangnya dengan berkata kepada pemesan, “Juallah barang yang
seharusnya saya berikan kepada anda dengan harga sekian, tapi jangkanya ditambah
dua bulan.” Jual beli semacam ini adalah fasid, sebab aqad yang kedua telah
masuk pada aqad yang pertama. Demikianlah.
Para ahli fikih sering
mengkaji transaksi multi level marketing (MLM) yang saat ini semakin beragam
model melalui perspektifal-‘aqdain fil ‘aqd ini, yakni adanya dua akad dalam
satu transaksi.
Paling tidak MLM bisa
diklasifikasikan kedalam tiga model: Pertama, MLM yang membuka pendaftaran
member (posisi) dimana member tersebut harus membayar sejumlah uang sembari
membeli produk. Pada waktu yang sama juga, dia menjadi referee atau makelar bagi
perusahaan dengan cara merekrut orang, karena ia akan mendapatkan "nilai lebih"
jika berhasil merekrut orang lain menjadi member dan membeli produk. Maka
praktek MLM seperti ini jelas termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd.
Sebab, dalam hal ini orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan
pemakelaran (samsarah) secara bersama-sama dalam satu akad.
Kedua, ada MLM yang membuka
pendaftaran member, tanpa harus membeli produk meski untuk keperluan itu orang
tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada
waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya
bonus (poin), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari
jaringan di bawahnya. Maka praktek ini juga termasuk dalam kategori al-‘aqdain
fil ‘aqd, yakni akad membership dan akadsamsarah (pemakelaran).
Membership tersebut
merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu, yakni ketika pada suatu
hari dia membeli produk dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang
sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak
mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum.
Bahkan ia akan mendapat poin karena ia telah mensponsori orang lain untuk
menjadi member.
Ketiga, MLM tersebut
membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad
membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah
satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad jaminan
menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang.
Ini sangat berbeda dengan
orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus
langsung berupa kartu diskon yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan
diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan
karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang.
Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dalam MLM model ketiga
ini pihak-pihak terkait sebenarnya tidak melakukan transaksi apa-apa, hanya
melakukan semacam permainan bisnis yang mirip sekali dengan perjudian. Wallohu
a'lam. (A
Khoirul Anam).
Dijelaskan dalam situs
RumahFiqih.com bahwa Multi Level Marketing adalah sebuah sistem penjualan yang
belum pernah dikenal sebelumnya di dunia Islam. Leiteratur fiqih klasik tentu
tidak memuat hal seperti MLM itu. Sebab MLM ini memang sebuah fenomena yang baru
dalam dunia marketing.
Hukum
Mengikuiti Bisnis MLM
Karena MLM itu masuk dalam
bab Muamalat, maka pada dasarnya hukumnya mubah atau boleh. Merujuk kepada
kaidah bahwa Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah. Hukum segala sesuatu itu pada
asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat.
Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah
Islam.
Misalnya bila di dalam
sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana
yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada
down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal
yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan
mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur
jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Atau juga perdebatan
sebagian kalangan tentang haramnya samsarah ala samsarah.
Sehingga kita tidak bisa
terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti
dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan
terpercaya`.
Teliti
Dan Ketahui Dengan Pasti
Maka jauh sebelum anda
memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di
dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang akan membuat anda jauth ke dalam hal
yang diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu
wawasan dan pengetahuan anda atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu
terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya dan seterusnya.
Sebaiknya anda harus yakin
terlebih dahulu bahwa produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, baik zatnya
maupun metodenya. Karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi
juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang
tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Legalisasi
Syariah
Alangkah baiknya bila
seorang muslim menjalankan MLM yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu
perusahaan MLM yang tidak sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan
yang fungsi dewan syariahnya itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan
berhenti pada label tanpa arti. Artinya, kalau kita datangi kantornya, maka
ustaz yang mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal
dan haramnya.
Kepada pengawas syariah itu
anda berhak menanyakan dasar pandangan kehalalan produk dan sistem MLM itu.
Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian syariah yang lengkap untuk anda
pelajari dan bandingkan dengan para ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah
fungsi dewan pengawas syariah pada sebuah perusahaan MLM. Jadi jangan terlalu
mudah dulu untuk mengatakan bebas masalah sebelum anda yakin dan tahu persis
bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan kehalalannya.
Hindari Produk Musuh
Islam
Seorang muslim sebaiknya
menghindari diri dari menjalankan perusahaan yang memusuhi Islam baik secara
langsung atau pun tidak langsung. Bukna tidak mungkin ternyata perusahaan
induknya malah menjadi donatur musuh Islam dan keuntungannya bisinis ini malah
digunakan untuk MEMBUNUH saudara kita di belahan bumi lainnya.
Meski pada dasarnya kita
boleh bermumalah dengan non muslim, selama mereka mau bekerjasama yang
menguntungkan dan juga tidak memerangi umat Islam. Tetapi memasarkan produk
musuh Islam di masa kini sama saja dengan berinfaq kepada musuh kita untuk
membeli peluru yang merobek jantung umat Islam.
Jangan
Sampai Berdusta
Hal yang paling rawan dalam
pemasaran gaya MLM ini adalah dinding yang teramat tipis antara kejujuran dan
dengan dusta. Biasanya, orang-orang yang diprospek itu dijejali dengan beragam
mimpi untuk jadi milyuner dalam waktu singkat, atau bisa punya rumah real
estate, mobil built-up mahal, apartemen mewah, kapal pesiar dan ribuan mimpi
lainnya.
Dengan rumus
hitung-hitungan yang dibuat seperti masuk akal, akhirnya banyak yang terbuai dan
meninggalkan profesi sejatinya atau yang kita kenal dengan istilah `pensiun
dini`. Apalagi bila objeknya itu orang miskin yang hidupnya senin kamis, maka
semakin menjadilah mimpi di siang bolong itu, persis dengan mimpi menjadi
tokoh-tokoh dalam dunia sinetron TV yang tidak pernah menjadi
kenyataan.
Dan simbol-simbol kekayaan
seperti memakai jas dan dasi, pertemuan di gedung mewah atau kemana-mana naik
mobil seringkali menjadi jurus pemasaran. Dan sebagai upaya pencitraan diri
bahwa seorang distributor itu sudah makmur sering terasa dipaksakan. Bahkan
istilah yang digunakan pun bukan sales, tetapi manager atau general manager atau
istilah-istilah keren lain yang punya citra bahwa dirinya adalah orang penting
di dalam perusahaan mewah kelas international. Padahal -misalnya- ujung-ujungnya
hanya jualan obat.
Kami tidak mengatakan bahwa
trik ini haram, tetapi cenderung terasa mengawang-awang yang bila masyarakat
awam kurang luas wawasannya, bisa tertipu.
Hati-hati
Dengan Mengeksploitir Dalil
Yang harus diperhatikan
pula adalah penggunaan dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM.
Seperti sering kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang
tepat.
Misalnya bahwa Rasulullah
SAW itu profesinya adalah pedagang . Yang benar adalah beliau memang pernah
berdagang dan ketika masih kecil memang pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi
jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah
menjadi nabi, beliau tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau
adalah dari harta rampasan perang / ghanimah, bukan dari hasil jualan atau
menawarkan barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi pula kalaulah sebelum
jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas sistemnya bukan MLM. Dan
Khadidjah ra itulah buknalah Up-linenya sebagaimana Maisarah juga bukan
downline-nya.
Jadi jangan mentang-mentang
yang diprospek itu umat Islam, atau ustaz yang punya banyak jamaah, atau tokoh
yang berpengaruh, lalu dengan enak kita tancap gas tanpa memeriksa kembali dalil
yang kita gunakan.
Terkait dengan itu, ada
juga yang berdalih bahwa sistem MLM merupakan sunnah nabi. Mereka
mengandaikannya dengan dakwah berantai / berjenjang yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW di masa itu.
Padahal apa yang dilakukan
beliau itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa sistem penjualan berjenjang itu
adalah sunnah Rasulullah SAW. Sebab ketika melakukan dakwah berjenjang itu,
Rasulullah SAW tidak sedang berdagang dengan memberi barang /jasa dan
mendapatkan imbalan materi. Jadi tidak ada transaksi muamalat perdangan dalam
dakwah berjenjang beliau. Kalau pun ada reward, maka itu adalah pahala dari
Allah SWT yang punya pahala tak ada habisnya, bukan berbentuk uang
pembelian.
Jangan
Sampai Kehilangan Kreatifitas Dan Produktifitas
MLM itu memang sering
menjanjikan orang menjadi kaya mendadak, sehingga bisa menyedot keinginan dari
sejumlah orang dengan sangat besar. Dan karena menggunakan sistem jaringan,
memang dalam waktu singkat bisa terkumpul sejumlah orang yang siap menjual
rupa-rupa produk. Harus diperhatikan bahwa bila semua orang akan dimasukkan ke
dalam jaringan MLM yang pada hakikatnya menjadi sales menjualkan produk sebuah
industri, maka jangan sampai jiwa kreatifitas dan produktifitas ummat menjadi
loyo dan mati. Sebab di belakang sistem MLM itu sebenarnya adalah industri yang
mengeluarkan produk secara massal.
Padahal umat ini butuh
orang-orang yang mampu berkreasi, mencipta, melakukan aktifitas seni, menemukan
hal-hal baru, mendidik, memberikan pelayanan kepada ummat dan pekerjaan
pekerjaan mulia lainnya. Kalau semua potensi umat ini tersedot ke dalam bisnis
pemasaran, maka matilah kreatifitas umat dan mereka hanya sibuk di satu bidang
saja yaitu : B E R J U A L A N produk sebuah industri.
Etika
Penawaran
Salah satu hal yang paling
`mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah metode pendekatan
penawarannya itu sendiri. Karena memang disitulah ujung tombak dari sistem
penjualan langsung dan sekaligus juga disitulah titik yang menimbulkan
masalah.
Biasanya para distibutor
selalu dipompakan semangat untuk mencari calon pembeli. Istilah yang sering
digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan dengan tidak pandang bulu dan
suasana. Misalnya seorang teman lama yang sudah sekian tahun tidak pernah
berjumpa, tiba-tiba menghubungi dan berusaha mengakrabi sambil memubuka
pembicaraan masa lalu yang sedemikian mesra. Kemudian melangkah kepada janji
bertemu. Tapi begitu sudah bertemu, ujung-ujungnya menawarkan suatu produk yang
pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan.
Hanya saja karena kawan
lama, tidak enak juga bila tidak membeli. Karena si teman ini menghujaninya
dengan sekian banyak argumen mulai dari kualitas produk yang terkadang sangat
fantastis, termasuk peluang berbisnis di MLM tersebut yang intinya mau tidak mau
harus beli dan jadi anggota. Pada saat mewarkan dengan sejuta argumen inilah
seorang distributor bisa bermasalah.
Atau suasana yang penting
menjadi terganggu karena adanya penawaran MLM. Sehingga pengajian berubah
menjadi ajang bisnis. Juga rapat, kelas, perkuliahan, dan banyak suasana dan
kesempatan penting berubah jadi `pasar`. Tentu ini akan terasa mengganggu.
Wallaahu A'lam. [ust. Sarwat].
LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/503539349668878/