PERTANYAAN
:
Assalamu'alykum, mau tanya,
Apa hukum kartu kredit dalam islam ? terimakasih atas jawabannya wassalam.
[Zakiano
Abdullah].
JAWABAN
:
Wa'alaikumussalam. Di zaman
ini berbelanja dengan menggunakan kartu kredit memberikan banyak kelebihan,
selain urusan gengsi.
Pertama, masalah
keamanan.
Seseorang tidak perlu
membaya uang tunai / cash kemana-mana. Cukup membawa sebuah kartu kredit dan
biasanya kartu itu bisa diterima dimanapun di belahan dunia ini. Seseorang tidak
perlu merasa khawatir untuk kecopetan, kecurian atau kehilangan uang tunainya.
Bahkan bila kartu kredit ini hilang, seseorang cukup menghubungi penerbit kartu
itu dan dalam hitungan detik kartu tersebut akan diblokir.
Kedua, masalah
kepraktisan.
Membawa uang tunai apalagi
dalam jumlah yang besar tentu sangat tidak praktis. Dengan kartu kredit
seseorang bisa membawa uang dalam jumlah besar hanya dalam sebuah kartu. Ketiga,
masalah akses. Beberapa toko dan perusahaan tertentu hanya menerima pembayaran
melalui kartu kredit. Misalnya toko online di internet yang sangat mengandalkan
pembayaran dengan kartu kredit. Kita tidak bisa membeli sebuah produk di
amazon.com dengan mengirim wessel pos.
Namun tidak berarti kartu
kredit itu bisa sukses di setiap tempat. Untuk keperluan belanja kecil dan
harian, penggunaan kartu kredit tidak banyak berguna. Untuk jajan bakso di ujung
gang, masih sangat dibutuhkan uang tunai. Tukang bakso tidak menerima American
Visa dan sejenisnya.
Selain itu dengan maraknya
kasus carding atau pemalsuan kartu kredit di internet terutama dari Indonesia,
sampai-sampai transaksi online bila pemesannya dari Indonesia tidak akan
dilayani. Pada dasarnya, prinsip kartu kredit ini memberikan uang pinjaman
kepada pemegang kartu untuk berbelanja di tempat-tempat yang menerima kartu
tersebut. Setiap kali seseorang berbelanja, maka pihak penerbit kartu memberi
pinjaman uang untuk membayar harga belanjaan.
Untuk itu seseorang akan
dikenakan biaya beberapa persen dari uang yang dipinjamnya yang menjadi
keuntungan pihak penerbit kartu kredit. Biasanya uang pinjaman itu bila segera
dilunasi dan belum jatuh tempo tidak atau belum lagi dikenakan bunga, yaitu
selama masa waktu tertentu misalnya satu bulan dari tanggal
pembelian.
Tapi bila telah lewat satu
bulan itu dan tidak dilunasi, maka akan dikenakan bunga atas pinjaman tersebut
yang besarnya bervariasi antara masing-masing perusahaan. Jadi bila dilihat
secara syariah, kartu kredit itu mengandung dua hal. Pertama, pinjaman tanpa
bunga yaitu bila dilunasi sebelum jatuh tempo. Kedua, pinjaman dengan bunga
yaitu bila dilunasi setelah jatuh tempo.
Bila seseorang bisa
menjamin bahwa tidak akan jatuh pada opsi kedua, maka menggunakan kartu kredit
untuk berbelanja adalah halal hukumnya. Tapi bila sampai jatuh pada opsi kedua,
maka menjadi haram hukumnya karena menggunakan praktek riba yang diharamkan oleh
Allah SWT. [ Ust. sarwat ].
Wa'alaikum salam. Kartu
kredit (bithaqah i'timan) bisa dimasukkan dalam akad kafalah, qardh, atau
ijarah. Fatwa MUI berikut bisa dijadikan pedoman :
http://ml.scribd.com/doc/92052980/54-Syariah-Card
Sebenarnya masalah kredit/
rentenir/ bank/koprasi simpan pinjam itu hukumnya terbagi 3 :
1. haram karena masuk pada
utang piutang yang menarik kemanfaatan pada orang yang
menghutangi
2. halal karena tiada syarat saat akad sedang berlangsung atau dimajlis khiyar karena kebiasaan yang berlaku tidak bisa menempati tempatnya syarat menurut jumhur ulama'
3. syubhat karena ulama' berbeda-beda pendapat.
2. halal karena tiada syarat saat akad sedang berlangsung atau dimajlis khiyar karena kebiasaan yang berlaku tidak bisa menempati tempatnya syarat menurut jumhur ulama'
3. syubhat karena ulama' berbeda-beda pendapat.
- ahkamul fuqoha' juz 1 hal
22 :
اختلف
العلماء فى هذه المسألة على ثلاثة أقوال قيل انه حرام لانه داخل فى قرض جر نفعا،
وقيل انه حلال لعدم الشرط فى صلب العقد او مجلس الخيار والعادة المطردة لاينزل
منزلة الشرط عند الجمهور وقيل شبهة لاختلاف العلماء فيه والمؤتمر قرر ان الاحوط
القول الاول وهو الحرمة. وفى الاشباه والنظائر فى البحث الثالث ما نصه: ومنها لو عم
فى الناس اعتياد اباحة منافع الرهن للمرتهن فهل ينزل منزلة شرطه حتى يفسد الرهن؟
قال الجمهور: لا، وقال القفال: نعم، وفى إعانة الطالبين فى باب القرض ما نصه: وجاز
لمقرض نفع يصل له من مقترض كرد الزائد قدرا او صفة والاجود فى الردئ (بلا شرط) فى
العقد بل يسن ذلك لمقترض -إلى أن قال- واما القرض بشرط جر نفع لمقرض ففاسد، لخبر كل
قرض جر منفعة فهو ربا (قوله ففاسد) قال ع ش ومعلوم ان محل الفساد حيث وقع الشرط فى
صلب العقد اما لو توافقا على ذلك ولم يقع الشرط فى العقد فلا فساد
Tapi perlu diingat ,letak
kerusakannya itu jika syarat/kesepakatan tersebut jatuh ditengah akad yang baru
berlangsung
وَمَعْلُومٌ
أَنَّ مَحَلَّ الْفَسَادِ إذَا وَقَعَ الشَّرْطُ فِي صُلْبِ الْعَقْدِ أَمَّا لَوْ
تَوَافَقَا عَلَى ذَلِكَ وَلَمْ يَقَعْ شَرْطٌ فِي الْعَقْدِ فَلاَ فَسَادَ
اه
Dan telah diketahui bahwa
tempatnya kerusakan (keharaman) itu jika syarat/kesepakatan tersebut jatuh
ditengah-tengah akad,adapun jika sudah disepakati sebelumnya dan
syarat/kesepakatan tersebut tidak jatuh disaat akad maka tidak jadi rusak. [
aljamal ala fathil wahab juz 2 hal 261 ]. Wallohu a'lam. [Khodim
Piss-ktb II, Sunde Pati].
Link Asal :
www.fb.com/groups/piss.ktb/468948243127989/