oleh Zon Jonggol
Mereka mengatakan bahwa Salafiyyah adalah nisbat kepada manhaj Salaf, dan ini adalah penisbatan yang baik kepada manhaj yang benar, dan bukan suatu bid’ah dari mazhab yang baru.
Ulama Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) mengatakan : “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakka n mazhab Salaf dan menisbatka n dirinya kepadanya, bahkan wajib menerima yang demikian itu darinya berdasarka n kesepakata n (para ulama) karena mazhab Salaf tidak lain kecuali kebenaran.” (Majmuu’ Fataawa Ibnu Taimiyyah, IV/149)
Sejauh ini kami tidak mengetahui nama para ulama yang menyepakat i adanya mazhab Salaf karena penisbatan nama mazhab kepada nama perorangan yang melakukan ijtihad dan istinbat atau nama ulama yang telah diakui berkompete nsi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Salah seorang ulama mereka, ulama Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ketika ditanya “bolehkah seseorang menamakan atau memperkena lkan dirinya sebagai As-Salafi atau Al-Atsari ?” Beliau menjawab “ yang wajib bagi manusia adalah mengikuti kebenaran. Yang dituntut adalah mencari kebenaran, memperjuan gkan kebenaran dan mengamalka n kebenaran. Adapun kalau ada orang yang menamai dirinya dengan As-Salafi atau Al-Atsari atau semacamnya , maka yang demikian adalah sesuatu yang tidak perlu”. Contoh situs yang menjelaska n hal ini pada http:// ustadzaris. com/ hukum-embel -embel-as- salafy
Di sisi lain mereka mengatakan bahwa penisbatan “salafi” atau “atsari” adalah hal yang baik sebagaiman a contohnya pada http:// abdullahala ussie.mult iply.com/ journal/ item/3265/ BINGKISAN-P ENUNTUT-IL MU-BANTAHA N-TERHADAP -SYUBHAT-A TH-THALIBI -1
Sebagaiman a yang telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/10/26/ perseteruan -yang-bers yahadat/ mereka di antara yang telah bersyahada t bahkan sama-sama mengaku bermanhaf Salaf namun mereka saling berslisih.
Allah ta’ala berfirman “Maka apakah mereka tidak memperhati kan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentang an yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa [4] : 82)
Firman Allah ta’ala dalam (QS An Nisaa 4 : 82) menjelaska n bahwa dijamin tidak ada pertentang an di dalam Al Qur’an. Jikalau manusia mendapatka n adanya pertentang an di dalam Al Qur’an maka pastilah yang salah adalah pemahamann ya.
Dengan arti kata lain segala pendapat atau pemahaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits tanpa bercampur dengan akal pikiran sendiri atau hawa nafsu maka pastilah tidak ada pertentang an di dalam pendapat atau pemahamann ya.
Pertanyaan nya adalah bagaimana mereka menjadi Salafi ?
Bagaimana mereka mendapatka n atau mengetahui tentang “manhaj Salaf” ?
Tentu mereka tidak bertemu dengan Salafush Sholeh sehingga mendapatka n atau mengetahui tentang “manhaj Salaf”
Apa yang ulama mereka katakan sebagai pemahaman Salafush Sholeh adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun dari Tabi’ut Tabi’in, Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui pemahaman Salafush Sholeh. Bukankah itu pemahaman mereka sendiri terhadap hadits tersebut.
Mereka berijtihad dengan pendapatny a terhadap hadits tersebut. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya
adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits
tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala
mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompete nsi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atasnamaka n kepada Salafush Sholeh.
Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah terhadap Salafush Sholeh. Fitnah dari orang-oran g yang serupa dengan Dzul Khuwaishir ah dari Bani Tamim Al Najdi yang karena kesalahpah amannya atau karena pemahamann ya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarka n kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarka n kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallah u ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-ba gikan pembagian( harta), datang Dzul Khuwaishir ah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah ,
tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa
yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh
kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat
adil. Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah , izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-tema n
yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding
shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al
Qur’an namun tidak sampai ke tenggoroka n mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)
Orang-oran g seperti Dzul Khuwaishir ah At Tamim An Najdi dipanggil oleh Rasulullah sebagai "orang-ora ng muda" yakni mereka suka berdalil atau berfatwa dengan Al Qur’an dan Hadits namun salah paham.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Akan keluar suatu kaum akhir jaman, orang-oran g muda yang pemahamann ya sering salah paham. Mereka banyak mengucapka n perkataan “Khairil Bariyyah” (maksudnya : suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits). Iman mereka tidak melampaui tenggoroka n mereka. Mereka keluar dari agama sebagaiman a meluncurny a anak panah dari busurnya. Kalau orang-oran g ini berjumpa denganmu perangilah mereka (luruskan pemahaman mereka).” (Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari 3342).
“Orang-ora ng muda” adalah kalimat majaz yang maknanya orang-oran g yang kurang berpengala man atau kurang berkompete nsi dalam berijtihad dan beristinba t atau bukan ahli istidlal
Mereka mengatakan bahwa "istilah salaf atau dakwah salaf bukanlah istilah baru. Istilah ini sudah dikenal sejak masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yakni ketika ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam kepada Fathimah "Aku adalah sebaik-bai k salaf (pendahulu ) bagimu.” (HR. Muslim)
Padahal hadits selengkapn ya adalah
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Sungguh aku (Rasululla h) tahu bahwa ajalku telah dekat. Sesungguhn ya kamu adalah orang yang paling pertama menyusulku dari kalangan ahlul baitku. Sebaik-bai k pendahulum u adalah aku.‘ Fatimah berkata; ‘Mendengar bisikan itu, maka saya pun menangis. Kemudian ketika Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam berbisik lagi kepada saya: ‘Hai Fatimah, maukah kamu menjadi pemimpin para istri orang-oran g mukmin atau sebaik-bai knya wanita umat ini? Lalu saya pun tertawa karena hal itu” (HR Muslim 4488)
Mereka secara tidak langsung telah memfitnah Rasulullah karena hadits tersebut sama sekali bukan menceritak an tentang “manhaj Salaf”. Hadits tersebut menceritak an bahwa pemimpin pendahulu Fatimah Radhiallah u Anha adalah Rasulullah yang merupakan sebaik-bai k pemimpin sedangkan pemimpin yang menyusul dari kalangan ahlul bait untuk para istri orang-oran g mukmin adalah Fatimah Radhiallah u Anha. Kata salaf dalam hadits ini adalah semata-mat a artinya pendahulu bukan menerangka n adanya istilah “manhaj salaf” ataupun “mazhab salaf”.
Para Imam Mazhab yang empat yang merupakan pemimpin ijtihad kaum muslim karena telah diakui berkompete nsi sebagai Imam Mujtahid Mutlak dan bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang Sholeh tidak pernah menyampaik an adanya manhaj salaf atau mazhab salaf.
Mereka termakan hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi dengan periodisas i
salaf dan khalaf yang bertujuan agar umat Islam tidak mengikuti para
ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang
empat dan tentunya termasuk ulama khalaf karena mereka hidup setelah
generasi Salafush Sholeh sampai akhir zaman.
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzd zab berkata "dan tidak boleh bagi orang awam bermazhab dengan mazhab salah seorang daripada imam-imam di kalangan para Sahabat radhiallah u ‘anhum dan selain mereka daripada generasi awal, walaupun mereka lebih alim dan lebih tinggi darajatnya dibandingk an dengan (ulama’) selepas mereka; hal ini karena mereka tidak meluangkan masa sepenuhnya untuk mengarang (menyusun) ilmu dan meletakkan prinsip-pr insip asas/ dasar dan furu’/ cabangnya.
Tidak ada salah seorang daripada mereka (para sahabat) sebuah mazhab
yang dianalisa dan diakui. Sedangkan para ulama yang datang setelah
mereka (para sahabat) merupakan pendukung mazhab para Sahabat dan
Tabien dan kemudian melakukan usaha meletakkan hukum-huku m sebelum berlakunya perkara tersebut; dan bangkit menerangka n prinsip-pr insip asas/ dasar dan furu’/ cabang ilmu seperti (Imam) Malik dan (Imam) Abu Hanifah dan selain dari mereka berdua.”
Prof. Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi dalam As-Salafiy yah: Marhalah Zamaniyyah Mubarakah, La Mazhab Islami yang sudah diterbitka n dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Gema Insani Press menjelaska n bahawasany a, "istilah salaf itu bukanlah suatu mazhab dalam Islam, sebagaiman a
yang dianggap oleh sebagian mereka yang mengaku sebagai salafi,
tetapi istilah salaf itu sendiri merujuk kepada suatu zaman awal umat
Islam".
Mereka yang termakan hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi mengedepan kan potongan perkataan Rasulullah yang artinya “Sebaik-bai k manusia adalah (yang hidup) di zamanku” . Bahkan mereka menambahka n dengan pendapat mereka bahwa “Sezuhud-zu hudnya, sewara’-wa ra’nya, se tawadhu’-t awadhu’nya generasi Khalaf….Ti dak akan pernah mampu menandingi generasi salaf”
Jadi pada hakikatnya mereka berpendapa t bahwa generasi salaf seolah-ola h maksum. Padahal pada generasi Salaf ada juga yang bertemu dengan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam namun tidak sholeh yakni orang-oran g seperti Dzul Khuwaishir ah dari Bani Tamim Al Najdi
Sebaik-bai k manusia tidak dibatasi oleh generasi. Sebaik-bai k manusia tidak terbatas pada generasi Salaf namun diikuti generasi-g enerasi berikutnya
bagi mereka yang bersaksi bahwa “Muhammad adalah utusan Allah”. Ini
terkait dengan firman Allah ta’ala yang artinya, “kuntum khayra
ummatin ukhrijat lilnnaasi“ , “Kamu (umat Rasulullah ) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS Ali Imran [3]:110).
Sahabat dikatakan “sebaik-ba ik manusia” karena termasuk manusia awal yang “melihat” Rasulullah atau manusia awal yang bersaksi atau bersyahada t.
Ibnu Hajar al-Asqalan i asy-Syafi’ i berkata: “Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam“
Begitu pula dengan Tabi’in (orang yang “melihat”/ ”bertemu” dengan Sahabat) maupun Tabi’ut Tabi’in (orang yang “melihat”/ ”bertemu” dengan Tabi’in adalah “sebaik-ba ik manusia” karena mereka termasuk manusia awal yang bersaksi atau bersyahada t.
Bahkan Allah Azza wa Jalla menjamin untuk masuk surga bagi “sebaik-ba ik manusia” paling awal atau manusia yang bersaksi/ bersyahadat paling awal atau yang membenarka n Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam sebagai utusan Allah ta’ala paling awal atau as-sabiqun al-awwalun . Hal ini dinyatakan dalam firmanNya yang artinya, “Orang-oran g yang terdahulu lagi yang pertama-ta ma (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-oran g yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediaka n bagi mereka surga-surg a yang mengalir sungai-sun gai di dalamnya selama-lam anya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS At Taubah [9]:100 )
Mereka yang termasuk 10 paling awal bersyahada t/ bersaksi atau yang termasuk “as-sabiqu n al-awwalun ”
adalah, Abu Bakar Ash Shidiq ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin
Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, Thalhah bin Abdullah ra, Zubeir bin
Awwam ra, Sa’ad bin Abi Waqqas ra, Sa’id bin Zaid ra, ‘Abdurrahm an bin ‘Auf ra dan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah ra .
Jadi yang disebut generasi terbaik atau sebaik-bai k manusia adalah bagi seluruh umat Nabi Sayyidina Muhammad Shallallah u alaihi wasallam atau bagi seluruh manusia yang telah bersaksi/ bersyahadat atau bagi seluruh muslim sampai akhir zaman. Seluruh muslim mempunyai kesempatan untuk menjadi sholeh tanpa dibatasi zaman kapan mereka hidup.
Contohnya mereka mengutip perkataan ulama panutan mereka yakni ulama Al Albani sebagaiman a yang dapat kita ketahui pada http:// almanhaj.or .id/ content/ 909/slash/ 0/ mengapa-har us-salafi/
Berikut kutipannya
***** awal kutipan *****
Dalam kenyataann ya di kalangan para ulama sering menggunaka n istilah "As-Salaf" . Satu contoh penggunaan "As-Salaf" yang biasa mereka pakai dalam bentuk syair untuk menumpas bid'ah :
"Dan setiap kebaikan itu terdapat dalam mengikuti orang-oran g Salaf".
"Dan setiap kejelekan itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adak an orang Khalaf".
Namun ada sebagian orang yang mengaku berilmu, mengingkar i nisbat (penyandar an
diri) pada istillah Salaf karena mereka menyangka bahwa hal tersebut
tidak ada asalnya. Mereka berkata : "Seorang muslim tidak boleh
mengatakan "saya seorang Salafi". Secara tidak langsung mereka beranggapa n bahwa seorang muslim tidak boleh mengikuti Salafus Shalih baik dalam hal aqidah, ibadah ataupun ahlaq".
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkar an mereka ini, (kalau begitu maksudnya) membawa konsekwens i untuk berlepas diri dari Islam yang benar yang dipegang para Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah shallallah u 'alaihi wa sallam, sebagaiman a sabda Rasulullah shallallah u 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Sebaik-bai k generasi adalah generasiku , kemudian sesudahnya , kemudian sesudahnya ". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara') dari penyandara n kepada Salafus Shalih. Sedangkan kalau seorang muslim melepaskan diri dari penyandara n apapun selain Salafus Shalih, tidak akan mungkin seorang ahli ilmupun menisbatka nnya kepada kekafiran atau kefasikan.
Orang yang mengingkar i istilah ini, bukankah dia juga menyandark an
diri pada suatu madzhab, baik secara akidah atau fikih ..?. Bisa jadi
ia seorang Asy'ari, Maturidi, Ahli Hadits, Hanafi, Syafi'i, Maliki
atau Hambali semata yang masih masuk dalam sebutan Ahlu Sunnah wal
Jama'ah.
Padahal orang-oran g yang bersandar kepada madzhab Asy'ari dan pengikut madzhab yang empat adalah bersandar kepada pribadi-pr ibadi yang tidak maksum. Walau ada juga ulama di kalangan mereka yang benar. Mengapa penisbatan -penisbata n kepada pribadi-pr ibadi yang tidak maksum ini tidak diingkari ..?
***** akhir kutipan *****
Dengan kata lain ulama Al Albani mengatakan bahwa mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) yang menyandark an kepada salah satu dari Imam Mazhab yang empat telah keliru karena menyandark an pada pribadi-pr ibadi yang tidak maksum dan Salafi adalah penyandara n pada salaf yang maksum
Sebagaiman a yang telah kami sampaikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/11/26/ salafpun-ti dak-maksum / bahwa yang bersifat maksum adalah manusia yang paling mulia yakni Nabi Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Contoh hadits yang menjelaska n bahwa para Sahabat tidak maksum
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ اْلخُضْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِي ْ فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَق مِثْلَ أَحَدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ
Dari Abu Sa’id Al Khudriy Radhiyalla hu’anhu beliau berkata: Rasulullah Shallallah u’alaihi Wasallam telah bersabda: ‘Janganlah kalian mencela para sahabatku. Seandainya
salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti gunung uhud tidak
akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak
pula setengahny a. (HR. Bukhari dan Muslim dan Lainnya)
Asbabul wurud :
Ucapan ini ditujukan kepada sahabat Nabi Shallallah u’alaihi Wasallam dengan dalil sebab adanya hadits ini adalah kisah yang disebutkan dalam hadits ini, yaitu perkataan Abu Sa’id :
كَانَ بَيْنَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَبَيْنَ عَبْدِ الرَّحْمَن ِ بْنِ عَوْفٍ شَيْءٌ فَسَبَّهُ خَالِدٌ
Antara Khalid bin Al Walid dan Abdurrahma n bin ‘Auf terjadi perseterua n, lalu Khalid mencelanya .
Lalu peristiwa ini sampai kepada Rasulullah dan beliaupun berkata dengan hadits di atas.
Dengan demikian jelaslah kedudukan Khalid tidak sama dengan kedudukan Abdurrahma n bin ‘Auf, karena Abdurrahma n termasuk sahabat-sa habat yang masuk Islam di awal dakwah Rasulullah atau as-sabiqun al-awwalun sedangkan Khalid bin Walid masuk Islam belakangan setelah penaklukan kota Makkah. Namun para Sahabat jika mereka melakukan kesalahan akan dikoreksi oleh Rasulullah .
Imam Mazhab yang empat walaupun mereka tidak maksum namun mereka telah diakui oleh jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang adalah ulama yang berkompete nsi
sebagai Imam Mujtahid Mutlak, pemimpin ijtihad kaum muslim. Salah
satu kelebihan Imam Mazhab yang empat adalah mereka masih bertemu
dengan Salafush Sholeh sehingga mereka lebih memungkink an mendapatka n atau mengetahui "manhaj salaf"
Mayoritas kaum muslim atau as-sawad al a’zham atau Al Jama’ah atau ahlus sunnah atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau disingkat aswaja adalah bagi siapa saja yang istiqomah mengikuti para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat
Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-oran g yang terdahulu lagi yang pertama-ta ma (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-oran g yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediaka n bagi mereka surga-surg a yang mengalir sungai-sun gai di dalamnya selama-lam anya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar“. (QS at Taubah [9]:100)
Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-oran g yang diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla adalah orang-oran g yang mengikuti Salafush Sholeh.
Sedangkan orang-oran g
yang mengikuti Salafush Sholeh yang paling awal dan utama adalah Imam
Mazhab yang empat karena Imam Mazhab yang empat bertemu dan
bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh sehingga Imam Mazhab yang empat mendapatka n
pemahaman Salafush Sholeh dari lisannya langsung dan Imam Mazhab yang
empat melihat langsung cara beribadah atau manhaj Salafush Sholeh.
Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-ora ng yang membawa hadits” yakni membawanya dari Salafush Sholeh yang meriwayatk an dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Jadi kalau kita ingin ittiba li Rasulullah (mengikuti Rasulullah ) atau mengikuti Salafush Sholeh maka kita menemui dan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-oran g yang membawa hadits”
Para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-oran g yang membawa hadits” adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat.
Para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambu ngan sanad ilmu
(sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh
yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat.
Memang Al Qur’an adalah kitab dalam “bahasa arab yang jelas” (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195). namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-oran g yang berkompete n (ahlinya).
Allah ta’ala berfirman yang artinya
“Kitab yang dijelaskan ayat-ayatn ya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3)
“Maka bertanyala h kepada orang yang mempunyai pengetahua n jika kamu tidak mengetahui .” [QS. an-Nahl : 43]
Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhka n seorang penunjuk.
Al Qur’an tidak akan dipahami dengan benar tanpa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sebagai seorang penunjuk
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan kami sekali-kal i tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhn ya telah datang rasul-rasu l Tuhan kami, membawa kebenaran“. (QS Al A’raf [7]:43)
Secara berjenjang , penunjuk para Sahabat adalah Rasulullah shallallah u
alaihi wasallam. Penunjuk para Tabi’in adalah para Sahabat. penunjuk
para Tabi’ut Tabi’in adalah para Tabi’in dan penunjuk kaum muslim
sampai akhir zaman adalah Imam Mazhab yang empat
Suatu ketika Rasulullah shallallah u alaihi wasallam mengadu kepada Tuhan: “Aku akan meninggalk an dunia ini, Aku akan meninggalk an umatku. Siapakah yang akan menuntun mereka setelahku? Bagaimana nasib mereka sesudahku?”
Allah ta’ala lalu menurunkan firman-Nya :
walaqad atainaaka sab’an mina almatsaani i wal wur’aana al’azhiima (QS Al Hijr [15] : 87)
“Kami telah mengarunia kanmu Assab’ul-m atsani dan al-Qur’an yang agung.” (Q.S. 15:87)
Assab’ul-m atsani dan al-Qur’an, dua pegangan yang menyelamat kan kita dari kesesatan, dua perkara yang telah membuat Rasulullah shallallah u alaihi wasallam tenang meninggalk an umat.
Al Qur’an kita telah mengetahui nya lalu apakah yang dimaksud dengan Assab’ul-m atsani ?
“Sab’an minal-mats ani” terdiri dari tiga kata; Sab’an, Min dan al-Matsani . Sab’an berarti tujuh. Min berarti dari. Sementara al-Matsani adalah bentuk jama’ dari Matsna yang artinya dua-dua. Dengan demikian maka Matsani berarti empat-empa t (berkelomp ok-kelompo k, setiap kelompok terdiri dari empat).
Dalam sebuah hadits Rasul menyebutka n bahwa Assab’ul-m atsani itu adalah surat Fatihah. Itu benar, namun yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah bahwasanya Assab’ul-m atsani (tujuh kelompok) itu telah diisyaratk an oleh salah satu ayat dalam surat Fatihah, tepatnya pada firman-Nya yang artinya “Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-oran g yang Engkau karuniai nikmat“. (QS Al Fatihah [1]:6-7)
Mereka itulah Assba’ul-m atsani, sebagaiman a firman Allah yang artinya, “Orang-oran g yang dikaruniai nikmat oleh Allah adalah: Para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-oran g shalih, mereka itulah sebaik-bai k teman“. (QS An Nisaa [4]: 69)
Mereka itulah Assab’ul-m atsani yakni orang-oran g yang telah dikaruniai
nikmat oleh Allah ta’ala sehingga berada pada jalan yang lurus dan
menjadi seorang penunjuk yang patut untuk diikuti dalam memahami kitab
petunjuk (Al Qur’an) sehingga menyelamat kan kita dari kesesatan serta menghantar kan kita mencapai kebahagian dunia dan akhirat
Imam Mazhab yang empat adalah termasuk Assab’ul-m atsani yang menghantar kan kepada kebahagiaa n dunia dan akhirat, sebagaiman a pula telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/09/17/ seorang-pen unjuk
Sedangkan Assab’ul-m atsani lainnya telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/09/16/ yang-dikaru niai-nikma tnya/
Ilmu agama berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahua n yang dapat dipelajari secara otodidak (belajar sendiri) dengan muthola'ah (menelaah) kitab di balik perpustaka an.
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal rahimahull ah : Aku bertanya pada bapakku : “Ada seorang lelaki yang memiliki kitab-kita b mushannaf, di dalam kitab tersebut ada perkataan Rasulullah Shallallah u alaihi wa Sallam, para sahabat dan tabi’in, akan tetapi ia tidak meliliki ilmu untuk bisa mengetahui hadits yang lemah yang matruk dan tidak pula bisa membedakan hadits yang kuat dari yang lemah, maka bolehkah mengamalka n sesuai dengan apa yang dia inginkan dan memilih sekehendak nya lantas ia berfatwa dan mengamalka nnya?”
Beliau menjawab : “Tidaklah boleh mengamalka nnya
sehingga ia bertanya dari apa yang ia ambil, maka hendaknya ia
beramal di atas perkara yang shahih dan hendaknya ia bertanya tentang
yang demikian itu kepada ahli ilmu” (lihat i’lamul muwaqi’in 4/179)
Apakah orang yang otodidak dari kitab-kita b hadis layak disebut ahli hadis? Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini: “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperliha tkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-maj lis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggap nya sebagai ilmu, mereka menyebutny a
shahafi atau otodidak, bukan orang alim… Para ulama menilai orang
semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang
diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajar i ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindar i kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)
Masalah otodidak ini sudah ada sejak lama dalam ilmu hadis. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengomenta ri seseorang yang otodidak berikut ini: “Abu Said bin Yunus adalah orang otodidak yang tidak mengerti apa itu hadis” (Tahdzib al-Tahdzib VI/347)
Habib Munzir Al Musawa berkata “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya
karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia
salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia
tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal
pikirannya sendiri),
maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh
baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang
kita bisa tanya jika kita mendapatka n masalah”
Ilmu agama adalah ilmu yang diwariskan dari ulama-ulam a terdahulu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanl ah
(apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa).
Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-si aplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)
Hadits tersebut bukanlah menyuruh kita menyampaik an apa yang kita baca dan pahami sendiri dari kitab atau buku
Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaik an satu ayat yang diperoleh dan didengar dari para ulama yang sholeh dan disampaika n secara turun temurun yang bersumber dari lisannya Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam.
Oleh karenanya ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi” (HR At-Tirmidz i).
Ulama pewaris Nabi artinya menerima dari ulama-ulam a yang sholeh sebelumnya yang tersambung kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Kita justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaiman a apa yang disampaika n oleh lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran
talaqqi adalah sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya
digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk
kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah -Shollalla hu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaan nya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan : “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu menyandark an) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandark an sandaran, yang mana ia diangkatka n kepada yang berkata. Maka menyandark an perkataan berarti mengangkat kan perkataan (mengembal ikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan tersebut)“ .
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarik an oleh ulama dan universita s Al-Azhar Asy-Syarif . Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-ab ad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis . Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan
Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah
terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah
warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan nya (sanad ilmu)”
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiap a tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisih i pendapat gurunya dan guru-gurun ya terdahulu serta berakhlak baik
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandara n seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan.
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekk an oleh Nabi shallallah u alaihi wasallam ketika memberikan
ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam
keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhn ya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya‘ .
Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan Al Qur’an dari empat
orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Salim, maula Abu
Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab d an Mu’adz bin Jabal.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Jadi sebenarnya
mereka bukanlah mengikuti Salafush Sholeh namun mengikuti ajaran
Wahabi atau ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka mengikuti
ajaran Wahabi karena merupakan hasil pengajaran ulama yang dipaksakan
oleh kerajaan dinasti Saudi untuk mengikuti ajaran ulama Muhammad bin
Abdul Wahhab yang mengaku mengikuti ulama Ibnu Taimiyyah.
Ulama Ibnu Taimiyyah adalah ulama kontrovers ial dalam arti banyak dibicaraka n atau dibantah oleh para ulama terdahulu sebagaiman a contohnya yang diuraikan dalam tulisan pada http:// www.faceboo k.com/ media/set/ ?set=a.3266 0204073823 5.82964.18 7233211341 786&%3B type=3 atau pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
Ulama Ibnu Taimiyyah terjerumus kekufuran dalam i’tiqod yang mengakibat kan beliau diadili oleh para qodhi dan para ulama ahli fiqih dari empat madzhab dan diputuskan hukuman penjara agar ulama Ibnu Taimiyyah tidak menyebarlu askan kesalahapa hamannya sehingga beliau wafat di penjara sebagaiman a dapat diketahui dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/04/13/ ke-langit-d unia
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk abawi,
ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar
di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaska n dalam kitab-kita b beliau seperti ‘al-Khitht hah al-Mardhiy ah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffu zh bian-Niyah ’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisih i pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati
oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai
pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Beliau (Syaikh Ibnu Hajar) juga berkata ” Maka berhati-ha tilah kamu, jangan kamu dengarkan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyy ah dan selain keduanya dari orang-oran g yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah telah menyesatka nnya dari ilmu serta menutup telinga dan hatinya dan menjdaikan penghalang atas pandangann ya. Maka siapakah yang mampu member petunjuk atas orang yang telah Allah jauhkan?". (Al-Fatawa Al-Haditsi yyah : 203)
Seharusnya karya-kary a ulama Ibnu Taimiyyah telah terkubur sejak lama karena dilarang untuk dibaca oleh ulama-ulam a terdahulu namun entah mengapa 350 tahun kemudian setelah beliau wafat, karya-kary a beliau sampai dan dipelajari kembali oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab.
Diduga kaum Zionis Yahudi yang mengangkat kembali pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yakni mendalami ilmu agama secara otodidak dan menyebarlu askan bahwa pintu ijtihad selalu terbuka luas. Tujuannya untuk menimbulka n perpecahan pada kaum muslim karena perbedaan pendapat yang ditimbulka n karena bukan ahli istidlal.
Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman)
dari kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang dengan Zionis Yahudi,
sehingga mereka mendalami ilmu agama atau memahami Al Qur'an dan As
Sunnah lebih bersandark an muthola’ah (menelaah) kitab dengan akal pikiran mereka sendiri secara otodidak (belajar sendiri) di balik perpustaka an berdasarka n makna dzahir/ harfiah/ tertulis/ tersurat atau memahaminy a dengan metodologi “terjemaha nnya saja” dari sudut arti bahasa (lughot) atau istilah (terminolo gi) saja. Mereka juga kurang memperhati kan alat bahasa seperti Nahwu, Shorof, Balaghoh (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ushul fiqih maupun ilmu fiqih
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab diketahui tidak mau mempelajar i ilmu fiqih sebagaiman a informasi yang disampaika n oleh ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah , yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-ter angan berdakwah kecuali setelah meninggaln ya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginform asikan
kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini,
bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar
ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-oran g di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat , “Hati-hati , kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-bena r terjadi.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah, hal. 275).
Berikut contoh bagaimana Buya Hamka memperguna kan kaidah ushul fiqih "Yang menetapkan lebih didahuluka n dari pada yang menidak-ka n”
Masalah Jahr dan Sirr bacaan Basmalah
Didalam Buku Tafsirnya, Hamka membahas masalah Jahr dan Sirr ini secara panjang lebar pada halaman 122-131 (10 halaman).
Dalil-dali l golongan yang memilih (Madzhab) jahar.
Hadis 1, (Hadis fi’li). Dirawikan oleh jama’ah dari pada sahabat-sa habat, di antaranya Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Ali bin Abi Thalib, Samurah bin Jundab dan isteri Rasulullah shallallah u alaihi wasallam Ummu Salmah. Bahwasanya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam men-jahar- kan membaca Bismillahi r Rahmanir Rahim.
Hadis fi’li adalah hadis yang menceritak an perbuatan Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam
Hadis 2, (bukan Hadis Nabi tetapi Atsar sahabat). Ada pula satu riwayat dari Na’im bin Abdullah Al-Mujmar. Dia berkata: “Aku telah sembahyang di belakang Abu Hurairah. Aku dengar dia membaca Bismillahi r Rahmanir Rahim, setelah itu dibacanya pula Ummul Qur’an.
Setelah selesai sembahyang diapun, mengucapka n salam lalu berkata kepada kami: “Sesungguh nya akulah yang lebih mirip sembahyang ku dengan sembahyang Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Hadits ini dirawikan oleh An-Nasai dan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya. Lalu disambungn ya; “Adapun jahar Bismillahi r Rahmanir Rahim itu maka sesungguhn ya telah tsabit dan sah dari Nabi shallallah u alaihi wasallam
Hadits ini dirawikan pula oleh Ibnu Hibbaan dan Al-Hakim atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan berkata Al-Baihaqi : ‘Shahih isnad-nya” .
Hadis 3, (Hadis fi’li). Diriwayatk an dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi senantiasa memulai sembahyang nya dengan men-jahar- kan Bismillah.
Tentang ini ada riwayat dari Ad-Daruqut hni, dan ada juga riwayat dari Al-Hakim.
Adapun yang me-NAFI-ka n Jahar dan yang memandang lebih baik SIRR saja, mereka berpegang pula kepada Hadits:
Hadis 4, (Bukan Hadis Nabi tetapi Hadis sahabat). “Dari pada Ibnu Abdullah bin Maghfal: “Aku dengar ayahku berkata; padahal aku membaca Bismillahi r Rahmanir Rahim. Kata ayahku: “Hai anakku. Sekali-kal i jangan engkau mengada-ad a. Dan kata Ibnu Abdullah tentang ayahnya itu:
“Tidak ada aku melihat sahabat-sa habat Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dan bersama Abubakar, bersama Umar dan bersama Utsman, maka tidaklah pernah aku mendengar seorangpun di antara mereka membaca. Sebab itu janganlah engkau baca akan dia. Kalau engkau membaca, maka baca sajalah Alhamdulil lahi Rabbil Alamin”. (Dirawikan oleh yang berlima, kecuali Abu Daud). Hadits ini di Hasankan oleh At-Turmudz i.
Definisi Hadis Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Asqalan i adalah : “Hadis yang diriwayatk an oleh perawi yang adil, kurang kuat hapalannya , bersambung sanadnya, tidak mengandung cacat, dan tidak janggal.”
Kemudian Hamka menguraika n kelemahan Hadis ini sebagai berikut:
Hadits inipun diperkajik an orang karena Al-Jariri merawikann ya seorang diri, dan setelah tua, fikirannya kacau, sebab itu Hadits yang dirawikann ya diragukan. Kemudian Abdullah bin Maghfal, yang jadi sumber pertama Hadits ini. Setengah ahli Hadits mengatakan bahwa dia itu Majhul (seorang yang tidak dikenal).
Kontrovers i Hadis Anas bin Malik r.a.
Anas bin Malik r.a. adalah pelayan Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam selama 10 tahun dan juga sahabat Nabi yang banyak meriwayatk an Hadis. Beliau meriwayatk an masalah Bismillah ini di 2 Hadis yang saling bertentang an
(1) Hadis Anas r.a. yang men-jahar- kan :
Hadis 5, (Hadis fi’li). “Ditanyaka n orang kepada Anas, bagaimanak ah bacaan Nabi shallallah u alaihi wasallam maka diapun menjawab: “Bacaan Nabi adalah panjang”
Kemudian beliau baca Bismillahi r Rahmanir Rahim; dipanjangk annya pada Bismillah dan dipanjangk annya pula pada Ar-Rahman, dan Ar-Rahim” (Dirawikan oleh Bukhari).
Menurut pendapat yang menjahar : tidak mungkin Anas berkata sejelas itu kalau tidak didengarny a.
(2) Hadis Anas r.a. yang men-sirr-k an.
Hadis 6, (Hadis fi’li). “Dari pada Anas bin Malik, berkata dia: “Aku telah sembahyang bersama Rasululah shallallah u alaihi wasallam, Abubakar, Umar dan Utsman, maka tidaklah saya mendengar seorangpun dari pada mereka yang membaca Bismillahi r Rahmanir Rahim”. (Dirawikan oleh Ahmad dan Muslim).
Karena kontrovers i ini maka ditanyakan kepada Anas r.a. diwaktu beliau sudah tua sebagai berikut:
Hadis 7, (Bukan Hadis Nabi tetapi Hadis Sahabat). Hadits yang dirawikan oleh Ad-Daruqut hni dari Abi Salmah, demikian bunyinya. “Aku telah tanyakan kepada Anas bin Malik, apakah ada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam membuka sembahyang dengan Alhamdulil lah, atau dengan Bismillahi Rahmanir Rahim? Beliau menjawab: “Engkau telah menanyakan kepadaku satu soal yang aku tidak ingat lagi, dan belum pernah orang lain menanyakan soal itu kepadaku sebelum engkau”. Lalu saya tanyakan pula: “Apakah ada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sembahyang dengan memakai sepasang terompah; Beliau jawab: “Memang ada!”.
Setelah membahasny a secara panjang lebar (10 halaman), Hamka menyimpulk an :
(1) Kedua pihak yang men-jahar- kan dan men-sirr-k an tidak membawa Hadis qauli (dimana Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam menyuruh membaca atau tidak membaca Bismillah) melainkan hanya Hadis fi’li (menyaksik an Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam dan/atau sahabat membaca / tidak membaca Bismillah), atau bukan Hadis Nabi melainkan Hadis Sahabat saja.
(2) Karena Hadis Anas bin Malik r.a. adalah Hadis Sahih yang kontrovers i maka dipakai Qaidah Ushul Fiqh dan Ilmu Hadits bahwa :
“Yang menetapkan lebih didahuluka n dari pada yang menidak- kan”.
(3) Maka sandaran pihak yang men-sirr-k an tinggal Hadis Sahabat saja (Hadis nomor 7).
Akhirnya Hamka menganggap bahwa yang dalilnya lebih kuat adalah dari pihak yang men- j-a-h-a-r- kan Bismillah.
Namun demikian, karena kebenaran ijtihad itu hanya bersifat kemungkina n/ relatif, Hamka tidak menghendak i sikap menang sendiri, serta tindakan satu fihak menuduh fihak lainnya Bid’ah. (Bid’ah adalah mengada-ad akan sesuatu dalam agama yang tidak ada keterangan nya dalam Al-Qur’an dan Sunnah).
Memang kebenaran ijtihad bersifat kemungkina n/ relatif, namun dalam permasalah an praktek sholat , kita dapat menanyakan kepada para ulama yang sholeh, dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yang mendapatka n pengajaran tentang sholat dalam bentuk praktek yang mereka terima dari orang tua mereka turun temurun
Para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam pada umumnya memiliki ketersambu ngan dengan lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam melalui dua jalur yakni
1. Melalui nasab (silsilah / keturunan). Pengajaran agama baik disampaika n melalui lisan maupun praktek yang diterima dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran agama dengan bertalaqqi
(mengaji) dengan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab
yang empat yakni para ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan
dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang
memiliki ketersambu ngan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat
Sehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam lebih terjaga kemutawati ran sanad, kemurnian agama dan akidahnya.
Silahkan telusuri apa yang disampaika n Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahma n Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddi n,
kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al
Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas
mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutth oriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya.
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian ,
Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin
Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij
untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah
dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulam a tasawuf yang muktabaroh
dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat. Di Hadramaut kini,
akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus
berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawati ran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalka n kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan,
tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan.
Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan
Madagaskar . Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinann ya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas
Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat ” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah seperti Syarif Hidayatull ah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka
***** awal kutipan *****
“Rasulalla h shallallah u
alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat
waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita
ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallah u alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinan nya
dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan
Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid
jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan , ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pem uda
di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan
dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah
Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjun g Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantarany a Penyebar Islam dan pembanguna n kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatull ah yang diperanakk an di Aceh. Syarif kebungsuan
tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah
jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullai l, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullai l.
Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis.
Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga
Alaydrus.
Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabka n mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqadda m.
Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf,
Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi,
Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya
…..dan seterusnya .
Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-sya rif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-neg eri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftark an keturunan- keturunan
Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah
sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah
Az-Zahra ra
****** akhir kutipan ******
Selengkapn ya tentang ulama nenek moyang kita telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/05/19/ sejak-abad- ke-1-h/
Sedangkan silsilah para Wali Songo pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2011/03/ silsilah-pa ra-walison go.jpg
Para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam , pada umumnya tinggal di Hadramaut, Yaman mengikuti sunnah kakek mereka Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Diriwayatk an dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari , Nabi shallallah u alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatk an oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari , Nabi shallallah u alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhn ya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatk an hadits dari Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangk an pahala yang banyak’
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatk an dari Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda , ‘Allah akan mendatangk an suatu kaum yang dicintai-N ya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi shallallah u alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-oran g Yaman’.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-oran g yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangk an suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiN ya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-oran g
kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan- Nya kepada siapa yang dikehendak i-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian -Nya), lagi Maha Mengetahui .” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Dari Jabir, Rasulullah shallallah u
alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab,
‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatk an, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-oran g Yaman’.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah ’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari ’.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalan i telah meriwayatk an suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-bai knya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatk an hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguh nya
aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang
menunjuk ke negeri Yaman. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatk an hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, ‘Sebaik-bai knya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-oran g Yaman berarti telah mencintaik u, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam telah menyampaik an bahwa ahlul Yaman adalah orang-oran g yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dann banyak dikaruniak an hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaiman a Ulil Albab
Telah menceritak an kepada kami Abul Yaman Telah mengabarka n kepada kami Syu’aib Telah menceritak an kepada kami Abu Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallah u ‘anhu dari Nabi shallallah u ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-oran g yang berperasaa n dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)
Dan telah menceritak an kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritak an kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritak an kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasululla h shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah
datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya.
Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Ulama Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) mengatakan
Sejauh ini kami tidak mengetahui
Salah seorang ulama mereka, ulama Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ketika ditanya “bolehkah seseorang menamakan atau memperkena
Di sisi lain mereka mengatakan
Sebagaiman
Allah ta’ala berfirman “Maka apakah mereka tidak memperhati
Firman Allah ta’ala dalam (QS An Nisaa 4 : 82) menjelaska
Dengan arti kata lain segala pendapat atau pemahaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits tanpa bercampur dengan akal pikiran sendiri atau hawa nafsu maka pastilah tidak ada pertentang
Pertanyaan
Bagaimana mereka mendapatka
Tentu mereka tidak bertemu dengan Salafush Sholeh sehingga mendapatka
Apa yang ulama mereka katakan sebagai pemahaman Salafush Sholeh adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun dari Tabi’ut Tabi’in, Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui
Mereka berijtihad
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompete
Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah terhadap Salafush Sholeh. Fitnah dari orang-oran
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarka
Orang-oran
Rasulullah
“Orang-ora
Mereka mengatakan
Padahal hadits selengkapn
Rasulullah
Mereka secara tidak langsung telah memfitnah Rasulullah
Para Imam Mazhab yang empat yang merupakan pemimpin ijtihad kaum muslim karena telah diakui berkompete
Mereka termakan hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman)
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzd
Prof. Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi dalam As-Salafiy
Mereka yang termakan hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman)
Jadi pada hakikatnya
Sebaik-bai
Sahabat dikatakan “sebaik-ba
Ibnu Hajar al-Asqalan
Begitu pula dengan Tabi’in (orang yang “melihat”/
Bahkan Allah Azza wa Jalla menjamin untuk masuk surga bagi “sebaik-ba
Mereka yang termasuk 10 paling awal bersyahada
Jadi yang disebut generasi terbaik atau sebaik-bai
Contohnya mereka mengutip perkataan ulama panutan mereka yakni ulama Al Albani sebagaiman
Berikut kutipannya
***** awal kutipan *****
Dalam kenyataann
"Dan setiap kebaikan itu terdapat dalam mengikuti orang-oran
"Dan setiap kejelekan itu terdapat dalam perkara baru yang diada-adak
Namun ada sebagian orang yang mengaku berilmu, mengingkar
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkar
"Artinya : Sebaik-bai
Maka tidak boleh seorang muslim berlepas diri (bara') dari penyandara
Orang yang mengingkar
Padahal orang-oran
***** akhir kutipan *****
Dengan kata lain ulama Al Albani mengatakan
Sebagaiman
Contoh hadits yang menjelaska
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ اْلخُضْرِي
Dari Abu Sa’id Al Khudriy Radhiyalla
Asbabul wurud :
Ucapan ini ditujukan kepada sahabat Nabi Shallallah
كَانَ بَيْنَ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ
Antara Khalid bin Al Walid dan Abdurrahma
Lalu peristiwa ini sampai kepada Rasulullah
Dengan demikian jelaslah kedudukan Khalid tidak sama dengan kedudukan Abdurrahma
Imam Mazhab yang empat walaupun mereka tidak maksum namun mereka telah diakui oleh jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang adalah ulama yang berkompete
Mayoritas kaum muslim atau as-sawad al a’zham atau Al Jama’ah atau ahlus sunnah atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau disingkat aswaja adalah bagi siapa saja yang istiqomah mengikuti para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat
Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-oran
Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-oran
Sedangkan orang-oran
Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-ora
Jadi kalau kita ingin ittiba li Rasulullah
Para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-oran
Para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambu
Memang Al Qur’an adalah kitab dalam “bahasa arab yang jelas” (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195). namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-oran
Allah ta’ala berfirman yang artinya
“Kitab yang dijelaskan
“Maka bertanyala
Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhka
Al Qur’an tidak akan dipahami dengan benar tanpa Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan kami sekali-kal
Secara berjenjang
Suatu ketika Rasulullah
Allah ta’ala lalu menurunkan
walaqad atainaaka sab’an mina almatsaani
“Kami telah mengarunia
Assab’ul-m
Al Qur’an kita telah mengetahui
“Sab’an minal-mats
Dalam sebuah hadits Rasul menyebutka
Mereka itulah Assba’ul-m
Mereka itulah Assab’ul-m
Imam Mazhab yang empat adalah termasuk Assab’ul-m
Sedangkan Assab’ul-m
Ilmu agama berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahua
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal rahimahull
Beliau menjawab : “Tidaklah boleh mengamalka
Apakah orang yang otodidak dari kitab-kita
Masalah otodidak ini sudah ada sejak lama dalam ilmu hadis. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengomenta
Habib Munzir Al Musawa berkata “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann
Ilmu agama adalah ilmu yang diwariskan
Rasulullah
Hadits tersebut bukanlah menyuruh kita menyampaik
Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaik
Oleh karenanya ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi.
Rasulullah
Ulama pewaris Nabi artinya menerima dari ulama-ulam
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Kita justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaiman
Salah satu ciri dalam metode pengajaran
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaan
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkan
Imam Syafi’i ~rahimahul
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisih
Asy-Syeikh
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekk
Rasulullah
Jadi sebenarnya
Ulama Ibnu Taimiyyah adalah ulama kontrovers
Ulama Ibnu Taimiyyah terjerumus
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk
Beliau (Syaikh Ibnu Hajar) juga berkata ” Maka berhati-ha
Seharusnya
Diduga kaum Zionis Yahudi yang mengangkat
Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman)
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab diketahui tidak mau mempelajar
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah
Berikut contoh bagaimana Buya Hamka memperguna
Masalah Jahr dan Sirr bacaan Basmalah
Didalam Buku Tafsirnya,
Dalil-dali
Hadis 1, (Hadis fi’li). Dirawikan oleh jama’ah dari pada sahabat-sa
Hadis fi’li adalah hadis yang menceritak
Hadis 2, (bukan Hadis Nabi tetapi Atsar sahabat). Ada pula satu riwayat dari Na’im bin Abdullah Al-Mujmar.
Setelah selesai sembahyang
Hadits ini dirawikan oleh An-Nasai dan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya.
Hadits ini dirawikan pula oleh Ibnu Hibbaan dan Al-Hakim atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan berkata Al-Baihaqi
Hadis 3, (Hadis fi’li). Diriwayatk
Tentang ini ada riwayat dari Ad-Daruqut
Adapun yang me-NAFI-ka
Hadis 4, (Bukan Hadis Nabi tetapi Hadis sahabat). “Dari pada Ibnu Abdullah bin Maghfal: “Aku dengar ayahku berkata; padahal aku membaca Bismillahi
“Tidak ada aku melihat sahabat-sa
Definisi Hadis Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Asqalan
Kemudian Hamka menguraika
Hadits inipun diperkajik
Kontrovers
Anas bin Malik r.a. adalah pelayan Nabi Muhammad shallallah
(1) Hadis Anas r.a. yang men-jahar-
Hadis 5, (Hadis fi’li). “Ditanyaka
Kemudian beliau baca Bismillahi
Menurut pendapat yang menjahar : tidak mungkin Anas berkata sejelas itu kalau tidak didengarny
(2) Hadis Anas r.a. yang men-sirr-k
Hadis 6, (Hadis fi’li). “Dari pada Anas bin Malik, berkata dia: “Aku telah sembahyang
Karena kontrovers
Hadis 7, (Bukan Hadis Nabi tetapi Hadis Sahabat). Hadits yang dirawikan oleh Ad-Daruqut
Setelah membahasny
(1) Kedua pihak yang men-jahar-
(2) Karena Hadis Anas bin Malik r.a. adalah Hadis Sahih yang kontrovers
“Yang menetapkan
(3) Maka sandaran pihak yang men-sirr-k
Akhirnya Hamka menganggap
Namun demikian, karena kebenaran ijtihad itu hanya bersifat kemungkina
Memang kebenaran ijtihad bersifat kemungkina
Para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah
1. Melalui nasab (silsilah /
2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran
Sehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah
Silahkan telusuri apa yang disampaika
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia.
Prof.Dr.H.
***** awal kutipan *****
“Rasulalla
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjun
Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabka
Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-sya
****** akhir kutipan ******
Selengkapn
Sedangkan silsilah para Wali Songo pada http://
Para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah
Diriwayatk
Diriwayatk
Abu Said al-Khudri ra meriwayatk
Abu Musa al-Asy’ari
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-oran
Dari Jabir, Rasulullah
Ibnu Jarir meriwayatk
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah,
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalan
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah
Rasulullah
Telah menceritak
Dan telah menceritak
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830