oleh Zon Jonggol
Salah satu hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi untuk memecah belah kaum muslim adalah menghembuskan bahwa kaum Syiah khususnya mayoritas rakyat Iran adalah syiah rafidhoh
Banyak pihak yang termakan hasutan ini dan salah satunya adalah
pengikut ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang menamakan dirinya
sebagai Salafi dikarenakan mengikuti pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yang mengaku-ngaku mengikuti Salafush Sholeh namun tidak bertemu dengan Salafush Sholeh.
Tentu tidak semua syiah adalah sesat. Jumhur ulama telah sependapat bahwa Syiah Rafidhoh dan yang mengikuti mereka adalah sesat.
Kalau melihat sejarah, penamaan Rafidhah ini erat kaitannya
dengan gelaran yang diberikan oleh pendiri syi’ah Zaidiyah yaitu Imam
Zaid bin Ali, yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para
pengikutnya memberontak kepada khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul Malik bi Marwan di tahun 121 H.
Salah seorang ulama Syi’ah Zaidiyah Imam Yahya bin Hamzah ‘Alawi (w. 749 H) mendefinisikan Syi’ah Zaidiyah sebagai: “Setiap golongan memiliki doktrin yang dibawa oleh pemimpin masing-masing. Adapun istilah Zaidiyah muncul setelah era Imam Zaid bin Ali bin al-Husain. Semenjak itulah Zaidiyah dikenal sebagai salah satu aliran Syi’ah yang mengatasnamakan nama pemimpinnya”.
Jelas dari teks diatas penamaan Syi’ah Zaidiyah dikaitkan
dengan Imam Zaid bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, dan
Zaidiyah merupakan salah satu kelompok Syiah terbesar selain Syi’ah
Imamiyah dan Syi’ah Isma’iliyah yang masih eksis sampai saat ini.
Imam Ahmad bin Yahya al-Murtadha (w. 840 H) dalam kitabnya yang terkenal “al-Bahru az-Zahhar” menegaskan, bahwa ada tiga golongan besar Syi’ah, yaitu: Zaidiyah, Imamiyah dan Isma’ilyah (di kenal dengan Syi’ah Bathiniyah).
Sumber-sumber sejarah dan kitab-kitab klasik yang membahas tentang aliran-aliran Islam menjelaskan bahwa sebenarnya sejarah kemunculan Zaidiyah ditandai ketika Imam Zaid melancarkan revolusi melawan pemerintahan
Bani Umayyah, yang didukung oleh lima belas ribu pasukan berasal dari
penduduk Kufah di Iraq, di mana hal serupa dilakukan sebelumnya oleh kakek Imam Zaid yaitu imam Hussein bin Ali bin Abi Talib, dan mengalami kegagalan fatal dalam pertempuran di kota Karbala, dengan menewaskan 61 tentara Imam Hussein bin Ali. Namun selanjutnya Imam Zaid tidak menerima kegagalan tersebut, justru ia bersikeras untuk meneruskan revolusi kakeknya dan terus menerus memerangi Bani Umayyah sampai titik darah penghabisan. Maka ia dan bala tentaranya meninggalkan kota Kufah menuju tempat kekuasaan gubernur (Yusuf bin Umar at-Thsaqafi)
yang merupakan agen kepala negara ketika itu (Hisyam bin Abdul Malik
bin Marwan) yang berkuasa dari tahun 105 sampai tahun 125 Hijriyah.
Tatkala kedua pasukan tersebut bertemu dan saling berhadap-hadapan, dan sebelum kedua pasukan tersebut memulai peperangan, pasukan imam Zaid yang berasal dari penduduk Kufah berkata kepada Imam Zaid: “Kami akan menyokong perjuangamu, namun sebelumnya kami ingin tahu terlebih dahulu sikapmu terhadap Abu Bakar Siddiq dan Umar bin Khattab di mana kedua-duanya
telah menzalimi kakekmu Imam Ali bin Abi Thalib”. Imam Zaid menjawab:
“bagi saya mereka berdua adalah orang yang baik, dan saya tak pernah
mendengar ucapan dari ayahku Imam Zainal Abidin tentang perihal
keduanya kecuali kebaikan. Dan kalaulah saat ini saya berani melawan dan
menantang perang Bani Umayyah, itu disebabkan karena mereka telah membunuh kakek saya (imam Husain bin Ali). Di samping itu, mereka telah memberanguskan kota Madinah di tengah teriknya matahari pada siang hari. Ketika itu terjadilah peperangan sengit di pintu Tiba kota Madinah. Dan tentara Yazid bin Mu’awiyah (w 63H) ketika itu telah menginjak-injak kehormatan kami, dan membunuh beberapa orang sahabat. Dan mereka menghujani mesjid dengan lemparan batu dan api”. Setelah mendengar sikap dan jawaban Imam Zaid, para tentara Kufah meninggalkan
Imam Zaid. Dan Imam Zaid berkata kepada mereka: “kalian telah menolak
saya, kalian telah menolak saya”. Semenjak hari itu tentara tersebut
dikenal dengan nama Rafidhah.
Jadi Syiah rafidhoh adalah bekas tentara atau bekas pengikut Imam Zaid Rahimahullah
dan tidak ada kaitannya dengan Imam Sayyidina Ali ra dan tidak ada
kaitannya pula dengan Imam yang 12 yang merupakan keturunan Imam
Sayyidina Ali ra. Ekses negatifnya adalah mereka yang mengaku muslim namun membenci ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah
Para korban hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan
oleh kaum Zionis Yahudi sehingga mengikuti ajaran ulama Muhammad bin
Abdul Wahhab yang mengikuti pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah terbagi
dua golongan yakni
Salafi Wahabi yang mengharamkan berorganisasi dan mengharamkan pemberontakan terhadap penguasa negeri yang telah bersyahadat.
Salafi Jihadi yang tidak mengharamkan berorganisasi dan tidak mengharamkan pemberontakan terhadap penguasa negeri yang telah bersyahadat dengan alasan penguasa negeri tersebut tidak menegakkan syariat Islam, berhukum dengan hukum thaghut
Salafi Jihadi tidak dapat membedakan antara menegakkan atau menjalankan syariat Islam dengan penegakan hukum pidana Islam (jinayah)
Kaum muslim tetap harus menjalankan syariat Islam walaupun tinggal di negeri yang belum ditegakkan hukum pidana Islam (jinayah).
Kewajiban penegakkan hukum pidana Islam (jinayah) adalah kewajiban penguasa negeri yang mengaku muslim. Jika dia tidak menegakkannya maka dia harus mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak.
Oleh karenannya pilihlah penguasa negeri yang muslim dan mau menegakkan hukum pidana Islam (jinayah)
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda : “Tidak boleh bagi tiga orang berada
dimanapun di bumi ini, tanpa mengambil salah seorang diantara mereka
sebagai amir (pemimpin) ”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa
memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di
kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang
tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)
Namun jika ingin mengganti penguasa negeri yang muslim yang tidak menegakkan hukum pidana Islam (jinayah) maka lakukanlah dengan cara-cara yang tidak berakibat kerusakan di muka bumi
Dari Ummu Salamah radliallahu ‘anha berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha dan terus mengikutinya
(dialah yang berdosa, pent.).” Maka para sahabat berkata : “Apakah
tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?” Beliau menjawab :
“Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya).
Salah satu contoh Salafi Jihadi adalah sekte As Syabab Al Mujahidin yang ingin menegakkan
syariat Islam mengikuti ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang
mengikuti pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah dan menghalalkan pemberontakan.
Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz Tarim-Hadhramaut mengatakan
***** awal kutipan *****
Di negara Somalia, sampai kini, masih terjadi pertumpahan darah gara-gara ada sekte yang suka mengkafir-kafirkan
(Jama’ah Takfir), ini yang saya takutkan kalau sampai terjadi di
Indonesia . Oleh sebab itu ada baiknya kita juga mengaplikasikan
apa yang pernah diucapkan oleh Habib Abu Bakar Al Adny, da’i sekaligus
pemikir Islam asal kota Aden, dalam satu lawatannya di Univ. Al Ahgaff, beliau berkata bahwa da’wah, itu yang bermanfaat bagi umat bukan malah memecah belah umat. Menuduh kafir, pertikaian, perdebatan yang berlandaskan hawa nafsu itu adalah dakwah yang memicu perpecahan dan itu yang mesti kita tanggalkan kini.
Sahabat Abu Dzar pernah memanggil Bilal, “Hai si hitam.” Rasul
pun mendengar dan berkata, “Hai, apakah orang putih itu lebih mulia
dari mereka yang hitam. Tidak, tidak ada keutamaan dalam diri seseorang
kecuali taqwa.” Lantas Abu Dzar sadar dan berkata pada Bilal, “Aku
telah mengolokmu dan aku mengaku salah.” “Aku telah memaafkanmu,” kata Bilal. “Tidak, belum, ini wajahku kutaruh di tanah dan injaklah hingga keluar virus kesombongan dariku,” kata Abu Dzar. “Aku telah mengampunimu,”
kata Bilal. “Tidak demi Allah hatiku takkan tenang hingga kau menaruh
kaki di wajahku ini, hingga penyakit ini hilang,” kata Abu Dzar.
Beginilah Rasul mendidik umat la ilaha illa Allah agar saling
menghormati, toleran, tidak menyakiti dan sikap inilah yang mesti kita implementasikan
ketika bertemu dengan sesama umat la ilaha Illa Allah, dari sekte
apapun. Agar dakwah untuk mengajak umat kembali pada Allah terus
langgeng dan tidak mandeg gara-gara disibukkan dengan saling jegal antar sekte.
***** akhir kutipan *****
Jadi pada hakikatnya sekte As Syabab Al Mujahidin untuk memperturutkan hawa nafsu mereka , rela membiarkan kaum muslim Somalia menderita berkepanjangan sampai saat ini.
Sebagaimana diketahui,
setelah Syarif diangkat menjadi pemimpin Somalia pada Januari 2009
lalu, faksi pejuang Somalia terbagi menjadi dua, antara pendukung dan
penentang.
Sebagian kelompok Mahakim Al Islami, yang dipimpin oleh Syeikh Abdul Qadir Ali Umar, Harakah Al Ishlah (Ikhwan Al Muslimun), Harakah Tajammu’ Al Islami dan Jama’ah Ahlu Sunnah wa al Jama’ah adalah 4 faksi menyatakan dukungan kepada Syarif.
Sedangkan Harakah As Syabab Al Mujahidin serta Al Mahakim Al Islami
wilayah Asmarah, Al Jabhah Al Islamiyah serta Mu’askar Anuli, yang
bergabung dalam Hizb Al Islami.
Syeikh Syarif sebagai kepala pemerintahan transisi menegaskan, “Islam adalah dasar dalam setiap gerak pemerintah Somalia.” Akan tetapi Syeikh Syarif menolak pemikiran Syabab Mujahidin yang menurutnya masih jauh dari konsep Islam ideal
Pelajaran berharga dari Somalia adalah kehancuran negara tersebut justru terjadi ketika mereka memulai menerapkan Syariat Islam dalam pemerintahannya namun sangat dibenci oleh Amerika yang merupakan representatif dari kaum Zionis Yahudi sehingga mereka melakukan segala upaya untuk memecah belah kaum muslim Somalia.
Contoh salafi jihadi lainnya adalah Mujahidin Afghanistan atau Taliban yang asalnya dibentuk, dibiayai, dipersenjatai dan dilatih oleh Amerika untuk mengusir Uni Soviet dari Afganistan
Kesengsaraan kaum muslim di Afghanistan pada hakikatnya dikarenakan perbedaan pendapat antar faksi di Afghanistan yang merupakan korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh Amerika yang merupakan representatif dari kaum Zionis Yahudi
Begitupula gerakan Salafi Jihadi seperti Al Qaeda dengan peristiwa WTC September 2011, pada hakikatnya sebagai "kuda tunggangan" Amerika untuk melakukan pembunuhan kaum muslim baik di Irak, Afghanistan dan lain lain. Pembunuhan kaum muslim dengan tangan mereka langsung maupun melalui pertikaian di antara kaum muslim dikarenakan perbedaan pendapat yang disebabkan termakan hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
Ironisnya di saat yang sama, salah satu sayap (offshoot)
Al Qaeda justru dibiayai oleh Amereika untuk melakukan aksi terorisme
di Iran. Bahwa Salafi Jihadi seperti Jundullah dibiayai Amerika selain
sudah dikonfirmasi oleh media mainstream juga diakui oleh Abdulhamid Rigi salah satu pemimpin kelompok teroris ini yang kini sedang menanti hukuman mati di Iran. Selengkapnya dapat diketahui dalam tulisan pada http://almagrub.wordpress.com/2012/09/22/jundullah-teror-di-iran-dan-catatan-untuk-eramuslim/
Begitupula sebuah faksi baru muncul di Palestina adalah Jundu Ansharullah didirikan di wilayah selatan Gaza pada bulan November 2008 sebagai kelompok pejuang bersenjata Salafy Jihadi dengan berafiliasi ke jaringan Al-Qaeda.
Berdasarkan informasi yang menjadi alasan Zionis Yahudi Israel menyerang Gaza diakibatkan Jundu Ansharullah mengawali meluncurkan roket ke Israel.
Kemudian Israel mulai melakukan penyerangan besar-besaran dengan target pejuang HAMAS.
Alhasil seluruh rakyat Palestina terkena imbasnya
Pejabat senior Hamas Ahmad Yousef mendesak Pemerintah
Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza untuk memantau seluruh kegiatan
kelompok Salafi di wilayah itu. Ini dinilai perlu dilakukan untuk
mencegah terulangnya kembali insiden penyerangan di perbatasan Mesir-Israel.
Pernyataan Yousef ini berkaitan erat dengan serangan sekelompok pria bersenjata yang menewaskan 16 orang pasukan keamanan Mesir. Yousef sendiri menyatakan bahwa serangan tersebut ditujukan untuk menyabotase hubungan Hamas dan pemerintahan Mesir yang baru terpilih.
Selain itu, Yousef menyebut serangan itu bertujuan untuk memperburuk situasi keamanan di wilayah pesisir.
"Serangan itu bertujuan untuk mendorong Mesir mempertimbangkan kembali kebijakan yang meringankan rakyat Palestina di Jalur Gaza," ungkap Yousef seperti dilansir Maan, Selasa (7/8/2012).
Belum lama ini, Pemerintah Mesir dilaporkan mengeluarkan kebijakan yang mengizinkan warga Palestina untuk memasuki negara itu dengan bebas tanpa izin atau pun penggunaan visa.
"Kelompok-kelompok ini delusi yang menargetkan saudara-saudara kami dengan darah dan kepercayaan. Kelompok tersebut menyalahgunakan kebebasan beragama di Gaza dan merekrut pemuda pengangguran untuk melakukan serangan kriminal tersebut. Karena itu kita harus memantau kelompok-kelompok itu untuk melindungi mereka dari infiltrasi," tegas Yousef. Selengkapnya dapat diketahui dalam tulisan pada http://international.okezone.com/read/2012/08/07/412/674596
Jadi Amerika yang merupakan representatif dari kaum Zionis Yahudi bagaikan seorang sutradara Holywood. Amerika ingin mencitrakan dirinya sebagai pahlawan. Salafi Jihadi diperankan sebagai yang memusuhi Amerika sedangkan Salafi Wahabi diperankan sebagai sahabat yang mendukung Amerika
Wallahu a'lam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830