oleh Zon Jonggol
Mereka berjama'ah melanggar larangan agama
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “kalian akan mengalami babak Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak kekhalifah an mengikuti manhaj Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak Raja-raja yang menggigit, selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak para penguasa yang memaksakan kehendak selama masa yang Allah kehendaki, kemudian kalian akan mengalami babak kekhalifah an mengikuti manhaj Kenabian, kemudian Nabi diam.” (HR Ahmad)
Sebagaiman a kita ketahui Ummat Islam dewasa ini sedang menjalani babak keempat dari lima babak perjalanan sejarahnya di Akhir Zaman.
Tiga babak sebelumnya telah dilalui:
Babak pertama, babak An-Nubuwwa h (Kenabian) yakni masa ketika manhaj kenabian berlangsun g
Babak kedua, babak Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwa h (Kekhalifa han yang mengikuti Sistem / Metode Kenabian),
Babak ketiga, babak Mulkan ’Aadhdhon (Raja-raja yang menggigit) ., masa ketika raja-raja masih “mengigit” / berpegangan pada Al-Qur’an dan Hadits.
Sesudah berlalunya babak ketiga yang ditandai dengan tigabelas abad masa kepemimpin an Kerajaan Daulat Bani Umayyah, kemudian Kerajaan Daulat Bani Abbasiyyah dan terakhir Kesultanan Utsmani Turki, maka selanjutny a ummat Islam memasuki babak keempat, babak Mulkan Jabbriyyan (Penguasa- penguasa yang memaksakan kehendak seraya mengabaika n kehendak Allah dan RasulNya).
Babak keempat diawali semenjak runtuhnya Kesultanan Utsmani Turki yang sekaligus merupakan kekhalifah an Islam terakhir pada tahun 1924. Setelah runtuhnya sistem pemerintah an Islam, maka selanjutny a ummat Islam mulai menjalani kehidupan dengan mengekor kepada pola kehidupan bermasyara kat dan bernegara ala Barat.
Mulailah di berbagai negeri muslim didirikan di atasnya berbagai nation-sta te (negara bedasarkan kesatuan bangsa). Padahal sebelumnya semenjak Nabi shollallah u ’alaih wa sallam menjadi kepala negara Daulah Islamiyyah (Negara Islam) pertama di Madinah, ummat Islam hidup dalam sistem aqidah-sta te (negara berdasarka n kesatuan aqidah) selama ribuan tahun.
Sejak memasuki babak keempat dunia Islam mulai mengalami peralihan kepemimpin an. Asalnya masih dipimpin oleh sesama muslim, maka Allah ta’ala alihkan kepada kepemimpin an pihak Barat yang merupakan representa tif kaum Zionis Yahudi. Sehingga terasa sekali bagaimana tidak berdayanya para pemimpin muslim di negeri mereka sendiri.
Bahkan negeri muslim di mana terdapat dua kota suci utama (Mekkah dan Madinah) raja dan para pangeranny a takluk kepada kemauan pihak Barat. Sehingga tidak mengherank an saat terjadinya penzaliman Zionis Yahudi Israel kepada saudara-sa udara kita di Gaza-Pales tina Januari 2009, negara kerajaan Arab Saudi tidak menunjukka n keberpihak annya kepada Palestina, apalagi kepada Hamas. Malah sebaliknya mereka bersama Mesir dan Jordan bermain mata alias berkolabor asi dengan musuh ummat Islam, yaitu Zionis Yahudi Israel.
Dari Ibnu Umar Ra. ia berkata: “Pada satu ketika dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam sepotong emas. Emas itu adalah emas zakat yang pertama sekali dibawa oleh Bani Sulaim dari pertambang an mereka. Maka sahabat berkata: “Hai Rasulullah ! Emas ini adalah hasil dari tambang kita”. Lalu Nabi Shallallah u ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Nanti kamu akan dapati banyak tambang-ta mbang, dan yang akan menguasain ya adalah orang-oran g jahat“. (HR. Baihaqi)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-oran g yang tiada memerangim u karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhn ya Allah menyukai orang-oran g yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtaha nah [60] : 8)
Negeri kaum muslim tidak hanya sebatas batas negara. Jika kaum muslim di Palestina telah diusir dari tanah (negeri) mereka oleh kaum Zionis Israel dan didukung oleh sekutunya seperti Amerika maka semua penguasa negeri yang mengaku muslim wajib merasakan sebagai keadaan perang juga dan menghentik an segala bentuk kerjasama yang dapat memberikan kekuatan finansial bagi mereka yang akan dipergunak an untuk membeli peluru guna membunuh kaum muslim diberbagai belahan negara kaum muslim.
Diriwayatk an hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai.” (HR Muslim)
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan melihat orang-oran g mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi
bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit,
maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan
sakitnya).” (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda yang artinya “Barang siapa menahan (menutup) anggur pada hari-hari pemetikan, hingga ia menjualnya kepada orang Yahudi, Nasrani, atau orang yang akan membuatnya menjadi khamr, maka sungguh ia akan masuk neraka” (At Thabraniy dalam Al Ausath dan dishahihka n oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy) .
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatk an oleh Al Baihaqiy ada tambahan “orang yang diketahui akan membuatnya menjadi khamr”
Berdasarka n hadits ini, As Syaukani menyatakan haramnya menjual perasan anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamr ( Nailul Authar V hal 234). Kesimpulan
tersebut dapat diterima, karena memang dalam hadits tersebut terdapat
ancaman neraka sebagai sanksi bagi orang yang mengerjaka n. As Syaukani tidak hanya membatasi jual beli anggur yang akan dijadikan sebagai khamr, tetapi juga mengharamk an setiap jual-beli yang membantu terjadinya kemaksiata n yang dikiaskan pada hadits tersebut
Telah jelas keharaman jual-beli yang membantu terjadinya kemaksiata n.
Firman Allah ta’ala yang artinya “….dan tolong menolongla h kamu dalam (mengerjak an) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggara n/ permusuhan. Bertakwala h kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS Al Ma’idah [5]:2)
Seharusnya lah kerajaan dinasti Saudi memberikan teladan kepada para penguasa-p enguasa negara lain yang mengaku muslim untuk mempertimb angkan kembali terhadap hasil kekayaan alam yang dikaruniak an Allah Azza wa Jalla kepada kaum muslim namun diserahkan kepada mereka yang memang diciptakan mempunyai rasa permusuhan kepada kaum muslim
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-oran g yang paling keras permusuhan nya terhadap orang beriman adalah orang-oran g Yahudi dan orang-oran g musyrik” (QS Al Maaidah [5]: 82)
Kerajaan dinasti Saudi menjadi korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi karena mereka menjadikan Inggris, Amerika atau pihak Barat yang merupakan representa tif dari kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaa n, penasehat, pelindung dan pemimpin.
Contohnya kerajaan dinasti Saudi bersekutu dengan Amerika yang merupakan representa tif dari kaum Zionis Yahudi untuk menyusun kurikulum pendidikan agama sebagaiman a contohnya dapat kita ketahui dalam video pada http:// www.youtube .com/ watch?v=690 j3fAWIZY dimulai pada menit ke 2:56
Berikut transkript subtitle yang kami dapatkan dari melihat video tersebut
***** awal transkript subtitle *****
Perwakilan pemerintah Amerika:
”Selama bertahun-t ahun kami bekerja sama dengan pemerintah an Saudi untuk urusan menghapus segala apa yang mengarah kepada fanatisme terhadap kelompok-k elompok agama lain di dalam kurikulum pelajaran di Arab Saudi dan di beberapa tempat lainnya”. ”Hasilnya, pemerintah an Saudi di bulan Juli 2006 telah menetapkan untuk keperluan mengkoreks i dan memperbaha rui buku-buku pelajarann ya, juga menghilang kan semua celah besar yang mengarah pada kebencian terhadap berbagai kelompok dan agama lain” ”Sedangkan pemerintah Saudi telah menyebutka n bahwa mereka akan menyelesai kan proyek ini, di awal tahun pelajaran 2008”
***** akhir transkript subtitle *****
Begitupula informasi terkini tentang kebijakan kerajaan dinasti Saudi terhadap Yahudi Israel dapat kita ketahui salah satunya dari http:// www.republi ka.co.id/ berita/ internasion al/ timur-tenga h/12/10/ 10/ mbnqxp-saud i-hapus-is rael-dari- daftar-mus uh
***** awal kutipan *****
REPUBLIKA. CO.ID, JEDDAH — Kerajaan Arab Saudi dilaporkan menghapus rezim Zionis Israel dari daftar negara-neg ara yang menjadi musuh Negeri Petrodolar tersebut.
Situs berita Nahrain Net mengungkap kebijakan rezim Al Saud yang menghapus nama Israel dari daftar negara-neg ara musuh Saudi. Fars News, Selasa (9/ 10), melaporkan, selain menghapus Zionis Israel dari daftar musuh, Departemen Informasi Saudi memerintah kan media-medi a di negara tidak mempublika sikan artikel tentang bahaya Israel bagi kawasan Timur Tengah.
Menurut para pemerhati, departemen informasi Saudi menginstru ksikan media-medi a negara itu untuk memusatkan perhatian ke Iran dan mempropaga ndakan Teheran adalah musuh pertama Riyadh dan negara-neg ara sekitar Teluk Persia sekutu Barat, bukan Tel Aviv.
***** akhir kutipan *****
Kerajaan dinasti Saudi bekerjasam a dengan Amerika dan Zionis Yahudi Israel menyebarlu askan iranophobi a, kebencian kepada Republik Islam Iran, sebagaiman a yang dapat diketahui pada http:// www.republi ka.co.id/ berita/ internasion al/ timur-tenga h/12/11/ 01/ mctazy-saud iqatar-ing atkan-murs i-tak-deka ti-iran
***** awal kutipan *****
REPUBLIKA. CO.ID, TEHERAN – Seorang diplomat Barat di Mesir mengatakan , AS, Israel, Arab Saudi dan Qatar meningkatk an tekanannya kepada Presiden Mesir Muhammad Mursi untuk menghindar i hubungan diplomatik dengan Iran.
“Washington mendesak tim pembantu Presiden Morsi untuk menghentik an pembicaraa n hubungan diplomatik antara Teheran dan Kairo,” ujar sumber diplomatik Barat yang dikutip Radio Norwegia, Selasa (30/10).
Menurut Austin, Deputi Presiden Mursi dan pembantuny a telah meyakinkan AS bahwa mereka akan menunda kembali pembicaraa n hubungan diplomatik dengan Tehran. “AS, Israel, Qatar dan Arab Saudi menyesalka n adanya upaya-upay a normalisas i hubungan diplomatik antara Iran dan Mesir,” kata diplomat Barat itu.
Sumber-sum ber media mengatakan , AS dan Israel baru-baru ini menggunaka n sekutu Arab mereka untuk menekan Kairo terkait hal ini, dan menambahka n, Israel dan AS menyebarka n Iranophobi a dan Syiahphobi a di kalangan warga Mesir dan membangkit kan sentimen terhadap Syiah di negara Arab, Sunni-mayo ritas.
**** akhir kutipan *****
Mereka secara berjama'ah melanggar larangan Allah Azza wa Jalla
Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya
“Tidakkah kamu perhatikan orang-oran g yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-oran g itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan , sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Hai orang-oran g yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaa nmu orang-oran g yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hent inya (menimbulk an) kemudharat an bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahka n kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyi kan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminy a” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kita b semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri , mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanm u itu”. Sesungguhn ya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119).
Sebagaiman a yang telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/11/12/ dalam-dunia -islam/ bahwa permasalah an
yang utama dalam dunia Islam, salah satunya adalah kebijakan
kerajaan dinasti Saudi yang memaksa para ulama di sana untuk mengikuti
ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang dinamakan ajaran Wahabi
Berikut kutipan perkenalan dari kedutaan besar Saudi Arabia, http:// www.saudiem bassy.net/ about/ country-inf ormation/ Islam/ saudi_arabi a_Islam_he artland.as px
“In the 18th century, a religious scholar of the central Najd, Muhammad bin Abdul Wahhab, joined forces with Muhammad bin Saud, the ruler of the town of Diriyah, to bring the Najd and the rest of Arabia back to the original and undefiled form of Islam”.
Salah satu ajaran Wahabi adalah secara berjama'ah melanggar larangan yang telah disampaika n oleh Nabi Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yakni larangan memikirkan atau bertanya tentang Dzat Allah
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, ” Berfikirla h tentang nikmat-nik mat Allah, dan jangan sekali-kal i engkau berfikir tentang Dzat Allah".
Orang yang bertanya atau memperdeba tkan atau menuliskan pada kitab-kita b mereka tentang "di mana Allah" adalah orang yang memikirkan dzatNya.
Imam Sayyidina Ali ra juga mengatakan yang maknanya: “Sesungguhn ya yang menciptaka n ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaa n tentang tempat), dan yang menciptaka n kayfa (sifat-sif at makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya bagaimana“
Ibnu Hajar al Asqallâni dalam Fathu al Bâri-nya,1 /221: “Karena sesungguhn ya jangkauan akal terhadap rahasia-ra hasia ketuhanan itu terlampau pendek untuk menggapain ya, maka tidak boleh dialamatka n kepada ketetapan- Nya: Mengapa dan bagaimana begini? Sebagaiman a tidak boleh juga mengalamat kan kepada keberadaan Dzat-Nya: Di mana?.”
Imam al Qusyairi menyampaik an, ” Dia Tinggi Yang Maha Tinggi, Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “dimana Dia?”. Tidak ada upaya, jerih payah, dan kreasi-kre asi yang mampu menggambar i-Nya, atau menolak dengan perbuatan- Nya atau kekurangan dan aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai -Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahka n-Nya. Dia Dzat Yang Maha Tahu dan Kuasa“.
Hadit kisah budak Jariyah di dalam kitab Sahih Muslim yang diriwayatk an oleh Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami tidak bisa dijadikan landasan untuk i'tiqod karena pertanyaan “di mana” atau "bagaimana " tidak patut disandarka n kepada Allah ta'ala
Hadits tersebut tidak diletakkan dalam bab tentang iman (i’tiqod) namun pada bab tentang sholat.
Hal pokok yang disampaika n oleh hadits terebut adalah pada bagian perkataan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yang artinya, “Sesungguhn ya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an.”
Pada saat Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami meriwayatk an kisah budak Jariyah, beliau dalam keadaan baru masuk Islam yang dapat diketahui dengan pernyataan nya "Wahai Rasul shallallah u alaihi wasallam sesungguhn ya aku adalah seorang yang baru saja berada di dalam kejahiliya han kemudian datang Islam". Jadi redaksi/ matan kisah budak Jariyah adalah periwayata n Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami secara pribadi
Begitupula Imam Nawawi (w. 676 H/ 1277 M) dalam Syarah Shahih Muslim (Juz. 5 Hal. 24-25) maka ia mentakwilnya agar tidak menyalahah i Hadis Mutawatir dan sesuai dengan ushulus syariah. Yakni pertanyaan ‘Aina Allah? diartikan sebagai pertanyaan tentang kedudukan Allah bukan tempat Allah, karena aina dalam bahasa Arab bisa digunakan untuk menanyakan tempat dan juga bisa digunakan untuk menanyakan kedudukan atau derajat. Jadi maknanya; “Seberapa besar pengagunga nmu kepada Allah?”. Sedangkan jawaban Fis Sama’ diartikan dengan uluwul kodri jiddan (derajat Allah sangat tinggi).
Ada riwayat-ri wayat yang lain yang lebih menjelaska n pemenuhan syarat sebagai orang beriman seperti
Dari Ibnu Juraij, ia berkata: Aku dikhabarka n oleh `Atha`, bahwasanya seorang laki-laki memiliki seorang budak perempuan yang dipekerjak annya untuk mengembala kan kambingnya dan kambing-ka mbing ini merupakan kambing pilihan – yakni dari kambingnya yang banyak itu-. Kemudian ia bermaksud memberikan nya (kambing tersebut) kepada Nabi shallallah u alaihi wasallam Lalu tibalah binatang buas dan menerkam kambingnya . Si laki-laki kemudian marah dan menampar wajah budak perempuan. Si lak-laki lantas mendatangi Nabi shallallah u alaihi wasallam dan menyebutka n semua yang terjadi kepada Nabi shallallah u alaihi wasallam. Ia juga menyebutka n bahwa ia mesti membebaska n seorang budak yang beriman sebagai kafarah dan ia bermaksud untuk menjadikan budak ini sebagai budak yang dibebaskan nya ketika ia menamparny a itu. Maka Rasul shallallah u alaihi wasallam berkata kepadanya: “Datangkan lah ia kepadaku!” . Rasul shallallah u alaihi wasallam kemudian menanyainy a (budak wanita): “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?” Ia menjawab: “Iya”. Dan “bahwasany a Muhammad adalah utusan Allah?” Ia menjawab: “Iya”. Dan “kematian serta kebangkita n
adalah sesuatu yang haq?” Ia menjawab: “Iya”. Dan “surga dan neraka
dalah haq?” Ia menjawab: “Iya”. Ketika selesai dialog tersebut, Rasul
shallallah u alaihi wasallam mengatakan : “Bebaskanl ah ia atau tetap bersamamu! ” (`Abdul Razzaq, Mushannaf, hadits no.: 16815 )
Disampaika n kepadaku oleh Imam Malik: dari Syihab dari `Ubaidilla h Bin Abdullah Bin `Uthbah Bin Mas`ud bahwasanya seorang laki-laki dari kalangan Anshar mendatangi Rasul shallallah u alaihi wasallam ia memiliki seorang budak wanita berkulit hitam dan berkata: Wahai Rasul shallallah u alaihi wasallam sesungguhn ya saya mesti membebaska n seorang budak beriman, jikalau engkau melihatnya beriman, maka bebaskanla h ia. Maka Rasul shallallah u
alaihi wasallam berkata kepadanya (budak wanita) “Apakah engkau
bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?” Ia menjawab: “Iya”. Dan
“apakah engkau bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah?” ia menjawab: “Iya”. Dan “apakah engkau meyakini adanya kebangkita n setelah kematian?! Ia menjawab: “Iya”. Rasul shallallah u alaihi wasallam kemudian mengatakan : “bebaskanl ah ia” (Imam Malik, Al Muwatha`, hadits no.: 1469)
Mereka berjama'ah melanggar larangan Rasulullah untuk tidak memikirkan Dzat Allah dikarenaka n mengikuti pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah. Termasuk mereka mengikuti pembagian tauhid menjadi tiga yang bermasalah sebagaiman a yang telah dijelaskan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/11/19/ masalah-pem bagian-tau hid/
Ulama Ibnu Taimiyyah adalah ulama kontrovers ial dalam arti banyak dibicaraka n atau dibantah oleh para ulama terdahulu sebagaiman a contohnya yang diuraikan dalam tulisan pada http:// www.faceboo k.com/ media/set/ ?set=a.3266 0204073823 5.82964.18 7233211341 786&%3B type=3 atau pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk abawi,
ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar
di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaska n dalam kitab-kita b beliau seperti ‘al-Khitht hah al-Mardhiy ah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffu zh bian-Niyah ’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisih i pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati
oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai
pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Dari link pada http:// ibnu-alkati biy.blogsp ot.com/ 2011/12/ kisah-tauba tnya-ibnu- taimiyah-d i-tangan.h tml dapat kita ketahui contoh larangan atau nasehat para ulama terdahulu untuk menjauhi karya-kary a ulama Ibnu Taimiyyah. Berikut kutipannya
Beliau (Syaikh Ibnu Hajar) juga berkata ” Maka berhati-ha tilah kamu, jangan kamu dengarkan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyy ah dan selain keduanya dari orang-oran g yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah telah menyesatka nnya dari ilmu serta menutup telinga dan hatinya dan menjdaikan penghalang atas pandangann ya. Maka siapakah yang mampu member petunjuk atas orang yang telah Allah jauhkan?. (Al-Fatawa Al-Haditsi yyah : 203)
Seharusnya karya-kary a ulama Ibnu Taimiyyah telah terkubur sejak lama karena dilarang untuk dibaca oleh ulama-ulam a terdahulu namun entah mengapa 350 tahun kemudian setelah beliau wafat, karya-kary a beliau sampai dan dipelajari kembali oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dan menjadikan ulama Ibnu Taimiyyah sebagai panutannya .
Bahkan dalam beberapa tulisan tentang riwayat ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dikatakan bahwa “Demikian meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Muhammad bin ‘Abdul Wahab bagaikan duplikat(s alinan) Ibnu Taimiyah. Khususnya dalam aspek ketauhidan , seakan-aka n semua yang diidam-ida mkan
oleh Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang penuh ranjau dan tekanan dari
pihak berkuasa, semuanya telah ditebus dengan kejayaan Ibnu ‘Abdul
Wahab yang hidup pada abad ke 12 Hijriyah itu”.
Hal yang dikatakan bahwa “ulama Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa” sebenarnya adalah ulama Ibnu Taimiyyah diadili oleh para qodhi dan para ulama ahli fiqih dari empat madzhab dan diputuskan hukuman penjara agar ulama Ibnu Taimiyyah tidak menyebarlu askan kesalahapa hamannya dalam i’tiqod sehingga beliau wafat di penjara sebagaiman a dapat diketahui dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/04/13/ ke-langit-d unia atau uraian dalam tulisan pada http:// ibnu-alkati biy.blogsp ot.com/ 2011/12/ kisah-tauba tnya-ibnu- taimiyah-d i-tangan.h tml
Kompetensi yang paling mendasar yang harus dikuasai untuk dapat memahami Al Qur'an dan As Sunnah adalah penguasaan tata bahasa.
Kompetensi yang paling mendasar dalam penguasaan tata bahasa adalah membedakan antara kata dengan makna atau arti kata dengan makna kata
Makna dzahir adalah makna dari apa yang tertulis atau makna tersurat sedangkan makna bathin adalah makna dibalik yang tertulis atau makna tersirat.
Makna dzahir terkait dengan makna harfiah atau makna leksikal yakni makna dasar yang terdapat pada setiap kata atau kalimat atau makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lain dalam sebuah susunan kata atau kalimat.
Sedangkan makna bathin terkait dengan makna gramatikal yakni makna turunan atau makna kata yang terbentuk karena penggunaan kata tersebut dalam kaitannya dengan tata bahasa. Makna gramatikal muncul karena kaidah tata bahasa, seperti afiksasi, pembentuka n kata majemuk, penggunaan atau susunan kata dalam kalimat dan lain lain.
Contoh tangan makna harfiah atau makna kata secara lepas adalah bagian dari anggota tubuh manusia namun ketika bersusunan seperti buah tangan, tangan kanan, tangan besi, ringan tangan mempunyai makna yang berlainan
Penguasaan makna dzahir dan makna bathin dengan memperguna kan alat bahasa seperti Nahwu, Shorof, Balaghoh (ma’ani, bayan dan badi’)
"Di atas" makna bathinnya atau makna dibalik yang tertulis atau makna tersirat adalah derajat atau tingkatan
Contohnya, Allah ta'ala di atas orang-oran g berpengeta huan
Allah ta'ala berfirman yang artinya "Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengeta huan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui". (QS Yusuf [12]:76)
Sedangkan "di atas" makna dzahirnya atau makna yang tertulis atau makna tersurat adalah lawan "di bawah"
Bagi yang beri'tiqod
dengan makna dzahir bahwa Allah ta'ala berada atau bertempat di atas
'Arsy maka 'Arsy berada atau bertempat di bawah Allah ta'ala
Sedangkan Imam Muslim meriwayatk an dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda dalam doanya:
اللهم أنت الاول فليس قبلك شئ وأنت الآخر فليس بعدك شئ وأنت الظاهر فليس فوقك شئ وأنت الباطن فليس دونك شئ اقض عنا الدين واغننا من الفقر .
“Ya Allah, Engkaulah Dzat Yang Maha Awal, maka tiada sesuatu sebelum-Mu . Engkaulah Dzat Yang Maha Akhir , maka tiada sesuatu setelah-Mu .
Engkau lah Dzat Yang Maha Dzahir maka tiada sesuatu di atas-Mu dan
Engkau lah Dzat yang Maha Bathin maka tiada sesuatu di bawah-Mu. Ya
Allah lunasilah hutangku dan kayakan aku dari kefakiran.” (HR Muslim, Shahih Muslim, 4/2084) atau (Syarah Muslim, 17/36)
Rasulullah bersabda "tiada sesuatu di atas-Mu", "tiada sesuatu di bawah-Mu", maknanya tidak berlaku arah atas dan bawah bagi Dzat Allah
Begitupula Allah ta'ala berfirman
"sabbaha lillaahi maa fiis samaawaati wamaa fiil ardhi"
yang artinya "bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi" (QS Ash Shaff [61]:1)
yusabbihu lillaahi maa fiis samaawaati wamaa fiil ardhi"
yang artinya "bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi" (QS At Taghaabun [64]:1)
Begitupula Allah ta'ala berfirman bahwa yang meliputi 'Arsy maupun langit dan segala sesuatu adalah ilmuNya bukan DzatNya
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhn ya Allah ilmu-Nya benar-bena r meliputi segala sesuatu”. (QS Ath Thalaq [65]:12)
“ilmu Engkau meliputi segala sesuatu” (QS al Mu’min / al Ghaafir [40]:7)
Sedangkan namaNya, sifatNya, perbuatanN ya bukanlah DzatNya. Tidak ada yang dapat mengetahui Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali Dia
Berikut adalah contoh ulama yang mengikuti ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengikuti pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yakni ulama Muhammad Abduh Tuasikal.
Tulisan beliau contohnya dimuat pada http:// buletin.mus lim.or.id/ aqidah/ kelirunya-k eyakinan-t uhan-di-ma na-mana
Berikut kutipannya
***** awal kutipan *****
Dalil tegas yang menyatakan Allah fis sama’. Menurut Ahlus Sunnah, maksud fis sama’ di sini ada dua:
(1) Fi di sini bermakna ‘ala, artinya di atas. Sehingga makna fis sama’ adalah di atas langit, dan
(2) Sama’ di sini bermakna ketinggian (al ‘uluw). (Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah , Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi , Dita’liq oleh Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Mu’assasah Ar Risalah, cetakan kedua, 1421 H)
Sehingga makna fis sama’ adalah di ketinggian . Dua makna ini tidaklah bertentang an. Sehingga dari sini jangan dipahami bahwa makna “fis samaa’ (di langit)” adalah di dalam langit sebagaiman a sangkaan sebagian orang.
Makna “fis samaa’ ” adalah sebagaiman a yang ditunjukka n
di atas. Contoh dalil tersebut adalah firman Allah Ta’ala (yang
artinya), “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di (atas) langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang ?” (QS. Al Mulk : 16)
***** akhir kutipan *****
fis sama" dengan huruf fi" itu artinya di dalam langit, dan itu hulul murni artinya Allah ta'ala menyatu dengan ciptaan, di dalam langit, dan maknanya bukan di atas langit
Begitupula umumnya para ulama mentafsirk an (QS Al Mulk [67]:16) sebagai
"Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?"
Disisipkan (berkuasa) untuk menghindar i pemahaman bahwa "Allah yang di langit".
Contohnya pada http:// www.alquran -indonesia .com/web/ quran/ listings/ details/67/ 10
Dalam Tafsir Al Bahr al Muhith dan Kitab “Amali (Imam Al-Hafiz Al-‘Iraqi) , Pakar tafsir, al Fakhr ar-Razi dalam tafsirnya dan Abu Hayyan al Andalusi dalam tafsir al Bahr al Muhith mengatakan : “Yang dimaksud مَّن فِي السَّمَاء (man fissama-i) dalam ayat tersebut (QS Al-Mulk [67]:16) adalah malaikat”.
Ayat tersebut tidak bermakna bahwa Allah bertempat di langit.
Perkataan ‘man’ yaitu ‘siapa’ dalam ayat tadi berarti malaikat bukan
berarti Allah berada dan bertempat di langit.
Dalam tafsir jalalain Imam Suyuthi ~rahimahul lah mengatakan : “Yang dimaksud مَّن فِي السَّمَاء (man fissama-i) dalam ayat tersebut adalah kekuasaan/ kerajaan dan qudrat-Nya (Shulthoni hi wa qudratihi ) jadi yang di langit adalah kekuasaan dan qudratnya (Shulthoni hi wa qudratihi) bukan dzat Allah.
Berkata Imam Ahlus Sunnah Abu Mansur Al-Maturid i: “Adapun mengangkat tangan ke langit adalah ibadah, hak Allah menyuruh hamba-Nya dengan apa yang Ia kehendaki, dan mengarahka n mereka kemana yang Ia kehendaki, dan sesungguhn ya sangkaan seseorang bahwa mengangkat
pandangan ke langit karena Allah di arah itu, sungguh sangkaan itu
sama dengan sangkaan seseorang bahwa Allah di dasar bumi karena ia
meletakkan muka nya di bumi ketika Shalat dan lain nya, dan juga sama seperti sangkaan seseorang bahwa Allah di timur/ barat karena ia menghadap ke arah tersebut ketika Shalat, atau Allah di Mekkah karena ia menunaikan haji ke Mekkah” [Kitab At-Tauhid - 75]
Berkata Imam Nawawi: “Dan Dialah Allah yang apabila orang menyeru-Ny a, orang itu menghadap ke langit (dengan tangan), sebagaiman a orang Shalat menghadap Ka’bah, dan tidaklah demikian itu karena Allah di langit, sebagaiman a bahwa sungguh Allah tidak berada di arah Ka’bah, karena sesungguhn ya langit itu qiblat orang berdoa sebagaiman a bahwa sungguh Ka’bah itu Qiblat orang Shalat” [Syarah Shahih Muslim jilid :5 hal :22]
Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalan i berkata: “Ibnu Batthal berkata: sesungguhn ya langit itu qiblat doa, sebagaiman a Ka’bah itu qiblat Shalat” [Fathul Bari, jilid 2, hal 296]
Imam Al-Hafidh Murtadha Az-Zabidi berkata: “Maka adapun angkat tangan ke arah langit ketika berdoa, karena sesungguhn ya
langit itu qiblat doa” [Ittihaf, jilid 2, hal 170]. kemudian Imam
Al-Hafidh Murtadha Az-Zabidi juga berkata: “Jika dipertanya kan, ketika adalah kebenaran itu maha suci Allah yang tidak ada arah (jihat), maka apa maksud mengangkat tangan dalam doa ke arah langit ? maka jawaban nya dua macam yang telah disebutkan oleh At-Thurthu syi :
Pertama: sesungguhn ya angkat tangan ketika doa itu permasalah an ibadah seperti menghadap Ka’bah dalam Shalat, dan meletakkan dahi di bumi dalam sujud, serta mensucikan Allah dari tempat Ka’bah dan tempat sujud, maka langit itu adalah qiblat doa.
Kedua: manakala langit itu adalah tempat turun nya rezeki dan wahyu, dan tempat rahmat dan berkat, karena bahwa hujan turun dari langit ke bumi hingga tumbuhlah tumbuhan, dan juga langit adalah tempat Malaikat, maka apabila Allah menunaikan perkara, maka Allah memberikan perkara itu kepada Malaikat, dan Malaikat-l ah yang memberikan
kepada penduduk bumi, dan begitu juga tentang diangkat nya segala
amalan (kepada Malaikat juga), dan dilangit juga ada para Nabi, dan
langit ada syurga yang menjadi cita-cita tertinggi, manakala adalah langit itu tempat bagi perkara-pe rkara mulia tersebut, dan tempat tersimpan Qadha dan Qadar, niscaya tertujulah semua kepentinga n ke langit, dan orang-oran g berdoa pun menunaikan ke atas langit”[It tihaf, jilid 5, hal 244]
Ulama yang sholeh dari kalangan keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yakni Sayyid Muhammad bin Alwi Maliki berkata "Ucapan Nabi Musa alaihissal am kepada beliau, “Kembalila h kepada Tuhanmu,” artinya: “kembalila h ke tempat engkau bermunajat kepada Tuhanmu. Maka kembalinya Beliau adalah dari tempat Beliau berjumpa dengan Nabi Musa alaihissal am ke tempat beliau bermunajat
dan bermohon kepada Tuhannya. Tempat memohon tidak berarti bahwa
yang diminta ada di tempat itu atau menempati tempat itu karena
Allah Subhanahu wa ta’ala suci dari arah dan tempat. Maka kembalinya Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam kepadaNya adalah kembali Beliau meminta di tempat itu karena mulianya tempat itu dibandingk an dengan yang lain. Sebagaiman a lembah Thursina adalah tempat permohonan Nabi Musa alaihissal am di bumi."
Pada hakikatnya ‘Arsy diciptakan untuk menunjukka n kekuasaan Allah Azza wa Jalla sehingga tidak ada yang patut dijadikan Raja Manusia sebagaiman a firmanNya malikinnaa s, “Raja manusia” (QS An Naas [114]:2)
Rasulullah bersabda “wa Robbal ‘arsyil ‘azhiimii” , “Tuhan yang menguasai ‘Arsy” (HR Muslim 4888)
Imam Sayyidina Ali ra berkata, “Sesungguhn ya Allah menciptaka n ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakka n kekuasaan- Nya bukan untuk menjadikan nya tempat bagi DzatNya”
Panutan atau teladan dari ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yakni ulama Ibnu Taimiyyah dalam Ar Risalah Al ‘Arsyiyah berkata bahwa ‘Arsy tidak kosong walaupun “Rabb Tabaraka wa Ta’la turun ke langit dunia pada setiap malam, yakni saat sepertiga malam terakhir” (HR Muslim 1261)
Pada hakikatnya beliau menemukan pertentang an di antara pendapatny a sendiri dikarenaka n memahami dengan makna secara dzahir/ harfiah/ tertulis/ tersurat atau memahaminy a dengan metodologi “terjemahk an saja” dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminolo gi) saja terhadap hadits “Rabb Tabaraka wa Ta’la turun ke langit dunia pada setiap malam“.
Allah ta’ala berfirman “Maka apakah mereka tidak memperhati kan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentang an yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa [4] : 82)
Firman Allah ta’ala dalam (QS An Nisaa 4 : 82) menjelaska n bahwa dijamin tidak ada pertentang an di dalam Al Qur’an. Jikalau manusia mendapatka n adanya pertentang an di dalam Al Qur’an maka pastilah yang salah adalah pemahamann ya.
Dengan arti kata lain segala pendapat atau pemahaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits tanpa bercampur dengan akal pikiran sendiri atau hawa nafsu maka pastilah tidak ada pertentang an di dalam pendapat atau pemahamann ya.
“arrahmaanu ‘alaal ‘arsyi istawaa” dan biasanya diterjemah kan dengan “Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy” (QS Thaha [20]: 5 )
Para ahli bahasa di negara kita telah sepakat bahwa terjemahan istawa adalah bersemayam
Bersemayam mempunyai dua makna yakni makna dzahir dan makna majaz
Makna dzahir/ harfiah/ tertulis/ tersurat dari bersemayam menurut kamus bahasa Indonesia adalah
1. duduk; Pangeran bersemayam di kursi kerajaan
2. tinggal; berkediama n, bertempat; Presiden bersemayam di Istana Negara
Sedangkan makna tersirat atau makna majaz (makna kiasan) dari bersemayam adalah terkait dengan hati, terpendam dalam hati, tersimpan (kata kiasan); Sudah lama dendam itu bersemayam di hatinya atau cinta bersemayam di hatinya.
Kita mengimani sebagaiman a lafaznya "arrahmaanu ‘alaal ‘arsyi istawaa" atau terjemahan nya “Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy” namun tidak boleh memaknai istawa atau bersemayam dengan makna dzahir bahwa Allah ta'ala bertempat atau duduk di atas 'Arsy
Para ulama terdahulu yang sholeh telah memberikan batasan kepada kita untuk tidak memahami ayat mutasyabih at tentang sifat dengan makna dzahir.
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/ 1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabih at, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabih at) memiliki makna-makn a khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiap a memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaiman a makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat) , ia kafir (kufur dalam i’tiqod) secara pasti.”
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah ketika ditanya terkait firman Allah QS. Thaha: 5 (ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa), Beliau berkata “Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku bagi-Nya waktu, Dia Maha Suci dari batasan-ba tasan (bentuk) dan segala penghabisa n, dan Dia tidak membutuhka n kepada segala tempat dan arah, Dia Maha suci dari kepunahan dan segala keserupaan”
Dalam kitab al-Washiyy ah, Al-Imam Abu Hanifah menuliskan : “Kita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia membutuhka n kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat atau bersemayam di arsy. Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak membutuhka n kepada makhluk-ma khluk-Nya tersebut. Karena jika Allah membutuhka n kapada makhluk-Ny a maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptaka n alam ini dan mengaturny a. Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka berarti sama dengan makhluk-Ny a sendiri. Dengan demikian jika Allah membutuhka n untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptaka n arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptaka n arsy Dia tanpa tempat, dan setelah menciptaka n
arsy Dia berada di atasnya, berarti Dia berubah, sementara perubahan
adalah tanda makhluk). Allah maha suci dari pada itu semua dengan
kesucian yang agung”
Dalam al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan :
قُلْتُ: أرَأيْتَ لَوْ قِيْلَ أيْنَ اللهُ؟ يُقَالُ لَهُ: كَانَ اللهُ تَعَالَى وَلاَ مَكَانَ قَبْلَ أنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ، وَكَانَ اللهُ تَعَالَى وَلَمْ يَكُنْ أيْن وَلاَ خَلْقٌ وَلاَ شَىءٌ، وَهُوَ خَالِقُ كُلّ شَىءٍ.
“Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Ny a
ada. Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada
makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta
segala sesuatu”
Al-Imam Abu Ja’far ath-Thahaw i ( 227-321 H) berkata:
تَعَالَـى (يَعْنِي اللهَ) عَنِ الْحُدُوْد ِ وَالغَايَا تِ وَالأرْكَا نِ وَالأعْضَا ءِ وَالأدَوَا تِ لاَ تَحْوِيْهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ الْمُبْتَد َعَاتِ
“Maha suci Allah dari batas-bata s (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi,
anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun
anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung,
telinga dan lainnya). Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah
penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak
seperti makhluk-Ny a yang diliputi enam arah penjuru tersebut”.
Syaikh Nawawi al Bantani berkata
Barang siapa meninggalk an 4 kalimat maka sempurnala h imannya, yaitu
1. Dimana
2. Bagaimana
3. Kapan dan
4. Berapa
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Dimana Allah ?
Maka jawabnya : Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh masa
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Bagaimana sifat Allah ?
Maka jawabnya : Tidak ada sesuatupun yang menyamai-N ya
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Kapan adanya Allah ?
Maka jawabnya : Pertama tanpa permulaan dan terakhir tanpa penghabisa n
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Ada Berapa Allah ?
Maka jawabnya : Satu Sebagaiman a firman Allah Ta`ala di dalam Qalam-Nya surat Al-Ikhlas ayat pertama : “Katakanla h olehmu : bahwa Allah itu yang Maha Esa ( Satu ).
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Bagaimana Dzat dan sifat Allah ?
Maka jawabnya : Tidak boleh membahas Dzat Allah Ta`ala dan Sifat-sifa tnya. Karena meninggalk an pendapat itu sudah termasuk berpendapa t. Membicarak an Zat Allah Ta`ala menyebabka n Syirik. Segala yang tergores didalam hati anda berupa sifat-sifa t yang baru adalah pasti bukan Allah dan bukan sifatnya.
Orang yang meyakini bahwa Allah adalah menempel di atas arsy atau melayang di atas arsy, berjarak dengan arsy, sama besarnya dengan arsy, memenuhi arsy atau separuh dari arsy atau meyakini bahwa Allah lebih besar dari arsy dari segala arah kecuali arah bawah atau bahwa Allah adalah cahaya yang bersinar gemerlapan atau bahwa Allah adalah benda yang besar dan tidak berpenghab isan atau berbentuk seorang yang muda atau remaja atau orang tua yang beruban, maka semua orang ini tidak mengenal Allah.
Kesalahpah aman mereka dalam ilmu tauhid dikarenaka n mereka meninggalk an
Aqidatul Khomsin, Lima puluh Aqidah dimana di dalamnya ada 20 sifat
yang wajib bagi Allah yang merupakan sarana atau batasan-ba tasan untuk dapat memahami ayat-ayat mutsyabiha t tentang sifat dengan tujuan untuk mengenal Allah.
Ilmu tauhid harus diajarkan dan dipahami sejak dini karena jika tidak mengenal Allah yang kita sembah maka boleh jadi sholatnya cuma sampai di sajadah, sedekahnya
cuma sampai ke tangan penerima, hajinya cuma sampai di Mekah,
kurbannya cuma sampai di mulut yang memakan atau dengan kata lain amal
ibadahnya tidak sampai kepada Allah.
Al-Imam Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainy a- berkata:
مَنْ زَعَمَ أنَّ إِلهَـَنَا مَحْدُوْدٌ فَقَدْ جَهِلَ الْخَالِقَ الْمَعْبُو ْدَ (رَوَاه أبُو نُعَيم
“Barang siapa beranggapa n (berkeyaki nan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya )” (Diriwayat kan oleh Abu Nu’aym (W 430 H) dalam Hilyah al-Auliya, juz 1, h. 72).
Al-Imam al-Ghazali (semoga Allah merahmatin ya) berkata:
لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَ ةُ إلاّ بَعْدَ مَعْرِفَةِ الْمَعْبُو ْدِ
“Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui (Allah) yang wajib disembah”.
Oleh karenanya kita sejak dini diajari ilmu tauhid tingkat dasar dengan mempelajar i tentang sifat-sifa t Allah dan para rasul-Nya, baik sifat-sifa t
yang wajib, mustahil maupun ja’iz, yang jumlah semuanya ada 50 sifat.
Sifat yang wajib bagi Allah ada 20 sifat dan sifat yang mustahil ada
20 sifat serta sifat yang ja’iz ada 1 sifat. Begitupula
sifat yang wajib bagi para rasul ada 4 sifat (sidiq. tabligh, amanah,
dan fathanah) dan sifat yang mustahil ada 4 sifat (kidzb / bohong,
kitman / menyembunyik an,
khianat, dan bodoh) serta sifat yang ja’iz ada 1 sifat. 50 sifat ini
dinamakan “Aqidatul Khomsin / عقيدة الخمسين “. Artinya: Lima puluh
Aqidah.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Rasulullah
Sebagaiman
Tiga babak sebelumnya
Babak pertama, babak An-Nubuwwa
Babak kedua, babak Khilafatun
Babak ketiga, babak Mulkan ’Aadhdhon (Raja-raja
Sesudah berlalunya
Babak keempat diawali semenjak runtuhnya Kesultanan
Mulailah di berbagai negeri muslim didirikan di atasnya berbagai nation-sta
Sejak memasuki babak keempat dunia Islam mulai mengalami peralihan kepemimpin
Bahkan negeri muslim di mana terdapat dua kota suci utama (Mekkah dan Madinah) raja dan para pangeranny
Dari Ibnu Umar Ra. ia berkata: “Pada satu ketika dibawa ke hadapan Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-oran
Negeri kaum muslim tidak hanya sebatas batas negara. Jika kaum muslim di Palestina telah diusir dari tanah (negeri) mereka oleh kaum Zionis Israel dan didukung oleh sekutunya seperti Amerika maka semua penguasa negeri yang mengaku muslim wajib merasakan sebagai keadaan perang juga dan menghentik
Diriwayatk
Rasulullah
Rasulullah
Sedangkan dalam hadits yang diriwayatk
Berdasarka
Telah jelas keharaman jual-beli yang membantu terjadinya
Firman Allah ta’ala yang artinya “….dan tolong menolongla
Seharusnya
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-oran
Kerajaan dinasti Saudi menjadi korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman)
Contohnya kerajaan dinasti Saudi bersekutu dengan Amerika yang merupakan representa
Berikut transkript
***** awal transkript
Perwakilan
”Selama bertahun-t
***** akhir transkript
Begitupula
***** awal kutipan *****
REPUBLIKA.
Situs berita Nahrain Net mengungkap
Menurut para pemerhati,
***** akhir kutipan *****
Kerajaan dinasti Saudi bekerjasam
***** awal kutipan *****
REPUBLIKA.
“Washington
Menurut Austin, Deputi Presiden Mursi dan pembantuny
Sumber-sum
**** akhir kutipan *****
Mereka secara berjama'ah
Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya
“Tidakkah kamu perhatikan
“Hai orang-oran
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kita
Sebagaiman
Berikut kutipan perkenalan
“In the 18th century, a religious scholar of the central Najd, Muhammad bin Abdul Wahhab, joined forces with Muhammad bin Saud, the ruler of the town of Diriyah, to bring the Najd and the rest of Arabia back to the original and undefiled form of Islam”.
Salah satu ajaran Wahabi adalah secara berjama'ah
Rasulullah
Orang yang bertanya atau memperdeba
Imam Sayyidina Ali ra juga mengatakan
Ibnu Hajar al Asqallâni dalam Fathu al Bâri-nya,1
Imam al Qusyairi menyampaik
Hadit kisah budak Jariyah di dalam kitab Sahih Muslim yang diriwayatk
Hadits tersebut tidak diletakkan
Hal pokok yang disampaika
Pada saat Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami meriwayatk
Begitupula
Ada riwayat-ri
Dari Ibnu Juraij, ia berkata: Aku dikhabarka
Disampaika
Mereka berjama'ah
Ulama Ibnu Taimiyyah adalah ulama kontrovers
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk
Dari link pada http://
Beliau (Syaikh Ibnu Hajar) juga berkata ” Maka berhati-ha
Seharusnya
Bahkan dalam beberapa tulisan tentang riwayat ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dikatakan bahwa “Demikian meresapnya
Hal yang dikatakan bahwa “ulama Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa” sebenarnya
Kompetensi
Kompetensi
Makna dzahir adalah makna dari apa yang tertulis atau makna tersurat sedangkan makna bathin adalah makna dibalik yang tertulis atau makna tersirat.
Makna dzahir terkait dengan makna harfiah atau makna leksikal yakni makna dasar yang terdapat pada setiap kata atau kalimat atau makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lain dalam sebuah susunan kata atau kalimat.
Sedangkan makna bathin terkait dengan makna gramatikal
Contoh tangan makna harfiah atau makna kata secara lepas adalah bagian dari anggota tubuh manusia namun ketika bersusunan
Penguasaan
"Di atas" makna bathinnya atau makna dibalik yang tertulis atau makna tersirat adalah derajat atau tingkatan
Contohnya,
Allah ta'ala berfirman yang artinya "Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki;
Sedangkan "di atas" makna dzahirnya atau makna yang tertulis atau makna tersurat adalah lawan "di bawah"
Bagi yang beri'tiqod
Sedangkan Imam Muslim meriwayatk
اللهم أنت الاول فليس قبلك شئ وأنت الآخر فليس بعدك شئ وأنت الظاهر فليس فوقك شئ وأنت الباطن فليس دونك شئ اقض عنا الدين واغننا من الفقر .
“Ya Allah, Engkaulah Dzat Yang Maha Awal, maka tiada sesuatu sebelum-Mu
Rasulullah
Begitupula
"sabbaha lillaahi maa fiis samaawaati
yang artinya "bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi" (QS Ash Shaff [61]:1)
yusabbihu lillaahi maa fiis samaawaati
yang artinya "bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi" (QS At Taghaabun [64]:1)
Begitupula
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhn
“ilmu Engkau meliputi segala sesuatu” (QS al Mu’min / al Ghaafir [40]:7)
Sedangkan namaNya, sifatNya, perbuatanN
Berikut adalah contoh ulama yang mengikuti ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengikuti pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yakni ulama Muhammad Abduh Tuasikal.
Tulisan beliau contohnya dimuat pada http://
Berikut kutipannya
***** awal kutipan *****
Dalil tegas yang menyatakan
(1) Fi di sini bermakna ‘ala, artinya di atas. Sehingga makna fis sama’ adalah di atas langit, dan
(2) Sama’ di sini bermakna ketinggian
Sehingga makna fis sama’ adalah di ketinggian
Makna “fis samaa’ ” adalah sebagaiman
***** akhir kutipan *****
fis sama" dengan huruf fi" itu artinya di dalam langit, dan itu hulul murni artinya Allah ta'ala menyatu dengan ciptaan, di dalam langit, dan maknanya bukan di atas langit
Begitupula
"Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa)
Disisipkan
Contohnya pada http://
Dalam Tafsir Al Bahr al Muhith dan Kitab “Amali (Imam Al-Hafiz Al-‘Iraqi)
Dalam tafsir jalalain Imam Suyuthi ~rahimahul
Berkata Imam Ahlus Sunnah Abu Mansur Al-Maturid
Berkata Imam Nawawi: “Dan Dialah Allah yang apabila orang menyeru-Ny
Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalan
Imam Al-Hafidh Murtadha Az-Zabidi berkata: “Maka adapun angkat tangan ke arah langit ketika berdoa, karena sesungguhn
Pertama: sesungguhn
Kedua: manakala langit itu adalah tempat turun nya rezeki dan wahyu, dan tempat rahmat dan berkat, karena bahwa hujan turun dari langit ke bumi hingga tumbuhlah tumbuhan, dan juga langit adalah tempat Malaikat, maka apabila Allah menunaikan
Ulama yang sholeh dari kalangan keturunan cucu Rasulullah
Pada hakikatnya
Rasulullah
Imam Sayyidina Ali ra berkata, “Sesungguhn
Panutan atau teladan dari ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yakni ulama Ibnu Taimiyyah dalam Ar Risalah Al ‘Arsyiyah berkata bahwa ‘Arsy tidak kosong walaupun “Rabb Tabaraka wa Ta’la turun ke langit dunia pada setiap malam, yakni saat sepertiga malam terakhir” (HR Muslim 1261)
Pada hakikatnya
Allah ta’ala berfirman “Maka apakah mereka tidak memperhati
Firman Allah ta’ala dalam (QS An Nisaa 4 : 82) menjelaska
Dengan arti kata lain segala pendapat atau pemahaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits tanpa bercampur dengan akal pikiran sendiri atau hawa nafsu maka pastilah tidak ada pertentang
“arrahmaanu
Para ahli bahasa di negara kita telah sepakat bahwa terjemahan
Bersemayam
Makna dzahir/
1. duduk; Pangeran bersemayam
2. tinggal; berkediama
Sedangkan makna tersirat atau makna majaz (makna kiasan) dari bersemayam
Kita mengimani sebagaiman
Para ulama terdahulu yang sholeh telah memberikan
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul
Dalam kitab al-Washiyy
Dalam al-Fiqh al-Absath,
قُلْتُ: أرَأيْتَ لَوْ قِيْلَ أيْنَ اللهُ؟ يُقَالُ لَهُ: كَانَ اللهُ تَعَالَى وَلاَ مَكَانَ قَبْلَ أنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ،
“Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Ny
Al-Imam Abu Ja’far ath-Thahaw
تَعَالَـى (يَعْنِي اللهَ) عَنِ الْحُدُوْد
“Maha suci Allah dari batas-bata
Syaikh Nawawi al Bantani berkata
Barang siapa meninggalk
1. Dimana
2. Bagaimana
3. Kapan dan
4. Berapa
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Dimana Allah ?
Maka jawabnya : Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh masa
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Bagaimana sifat Allah ?
Maka jawabnya : Tidak ada sesuatupun
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Kapan adanya Allah ?
Maka jawabnya : Pertama tanpa permulaan dan terakhir tanpa penghabisa
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Ada Berapa Allah ?
Maka jawabnya : Satu Sebagaiman
Jika ada orang yang bertanya pada Anda : Bagaimana Dzat dan sifat Allah ?
Maka jawabnya : Tidak boleh membahas Dzat Allah Ta`ala dan Sifat-sifa
Orang yang meyakini bahwa Allah adalah menempel di atas arsy atau melayang di atas arsy, berjarak dengan arsy, sama besarnya dengan arsy, memenuhi arsy atau separuh dari arsy atau meyakini bahwa Allah lebih besar dari arsy dari segala arah kecuali arah bawah atau bahwa Allah adalah cahaya yang bersinar gemerlapan
Kesalahpah
Ilmu tauhid harus diajarkan dan dipahami sejak dini karena jika tidak mengenal Allah yang kita sembah maka boleh jadi sholatnya cuma sampai di sajadah, sedekahnya
Al-Imam Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainy
مَنْ زَعَمَ أنَّ إِلهَـَنَا
“Barang siapa beranggapa
Al-Imam al-Ghazali
لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَ
“Tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali setelah mengetahui
Oleh karenanya kita sejak dini diajari ilmu tauhid tingkat dasar dengan mempelajar
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830