oleh Zon Jonggol
Janganlah mengaku mengikuti Salafush Sholeh jika tidak sholeh
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Amin bin Ahmad Asy-Syinqi thi dalam bukunya Majalis Ma’a Fadhilah asy-Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna Asy-Syinqi thi’ menuliskan bahwa Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna asy-Syinqi thi pernah mengatakan dihadapan mufti kerajaan dinasti Saudi,
“Siapa yang mengabarka nmu bahwa Nabi yang diutus kepadaku dan yang wajib aku imani bernama Muhammad bin Abdul Wahhab?!! Sesungguhn ya Nabi yang diutus kepadaku dan yang wajib aku imani namanya Muhammad bin Abdullah, yang dilahirkan di Makkah bukan dilahirkan di Huraimla, dikubur di Madinah bukan dikubur di Dir’iyyah, dia datang dengan membawa kitab namanya al-Qur’an, dan al-Qur’an itu aku bawa diantara dua lempengku. Dialah yang wajib diimani“.
Kenapa Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna asy-Syinqi thi sampai berkata seperti itu ?
Kaum muslim tidaklah diperintah kan
untuk mengikuti pemahaman atau ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
namun yang harus kita ikuti adalah ajaran atau risalah yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla membawa agama atau perkara yang disyariatk anNya yakni apa yang telah diwajibkan Nya (jika ditinggalk an berdosa), apa yang telah dilarangNy a dan apa yang telah diharamkan Nya (jika dilanggar berdosa). Allah ta’ala tidak lupa.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggal kan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjaka n berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu (dikerjaka n berdosa), maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi)
Telah sempurna agama Islam maka telah sempurna atau tuntas segala laranganNy a, apa yang telah diharamkan Nya dan apa yang telah diwajibkan Nya, selebihnya adalah perkara yang didiamkanN ya atau dibolehkan Nya.
Firman Allah ta’ala yang artinya “dan tidaklah Tuhanmu lupa” (QS Maryam [19]:64)
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurna kan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupka n kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS Al-Maaidah : [5] : 3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirk an (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, “Tidak
ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada
sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama
kecuali perkara yang di syariatkan -Nya.”
Rasulullah Shallallau ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa-apa yang Allah halalkan dalam kitabNya adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan dalam kitabNya adalah haram, dan apa-apa yang didiamkanN ya adalah dibolehkan . Maka, terimalah kebolehan dari Allah, karena sesungguhn ya Allah tidak lupa terhadap segala sesuatu.” Kemudian beliau membaca (Maryam: 64): “Dan tidak sekali-kal i Rabbmu itu lupa.” (HR. Al Hakim dari Abu Darda’, beliau menshahihk annya. Juga diriwayatk an oleh Al Bazzar)
Jadi kaum muslim tidak boleh mengada ada larangan yang tidak dilarangNy a, mengharamk an yang tidak diharamkan Nya atau mewajibkan yang tidak diwajibkan Nya
karena hal tersebut termasuk bid'ah dalam urusan agama (urusan kami)
yakni bid'ah dalam urusan Allah Azza wa Jala untuk menetapkan nya atau menyasriat kannya. Allah ta'ala tidak lupa. Hal ini telah dijelaskan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/10/29/ tidaklah-tu hanmu-lupa /
Bidah dalam urusan agama (urusan kami) atau bid'ah dalam perkara syariat termasuk bid'ah yang sesat (dholalah)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya (tidak turunkan keterangan padanya) maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Telah menceritak an kepada kami Ya’qub telah menceritak an kepada kami Ibrahim bin Sa’ad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah radliallah u ‘anha berkata; Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahny a (tidak turunkan keterangan padanya) maka perkara itu tertolak.” (HR Bukhari 2499)
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah ! Tuhanku hanya mengharamk an hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadany a dan apa yang tersembuny i dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutuk an Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui .” (QS al-A’raf [7] : 33)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhn ya Rabbku memerintah kanku untuk mengajarka n
yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkan padaku pada hari ini:
‘Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan
hamba-hamb aKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokka n mereka dari agamanya, dan mengharamk an atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaru hi supaya mereka mau menyekutuk an Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya”. (HR Muslim 5109)
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuha n
selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para
rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu
menghalalk an sesuatu bagi mereka, mereka menganggap nya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamk an bagi mereka sesuatu, mereka mengharamk annya“
Pada riwayat yang lain disebutkan , Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda “Orang muslim yang paling besar dosanya (kejahatan nya) terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan (dilarang) bagi kaum muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan (dilarang) bagi mereka karena pertanyaan nya.” (HR Bukhari 6745, HR Muslim 4349, 4350)
Contoh mereka melarang yang tidak dilarangNy a yakni pengikut ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab melarang peringatan Maulid Nabi namun menganjurk an “Pekan Memorial Muhammad bin Abdul Wahhab” untuk memperinga ti dan mengenang ulama panutan atau teladan bagi mereka sebagaiman a yang dapat kita ketahui dari http:// kangaswad.w ordpress.c om/2011/ 02/28/ antara-peka n-muhammad -bin-abdul -wahhab-da n-maulid-n abi/
Salah satu alasan perbedaann ya sebagaiman a yang disampaika n ulama Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin bahwa “Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rahimahull ahu Ta’ala” tidak dianggap sebagai suatu bentuk taqarrub (mendekatk an diri) kepada Allah Azza Wa Jalla“. Dengan kata lain “Pekan Memorial Muhammad bin Abdil Wahhab” adalah perbuatan menjauhkan diri dari Allah Azza Wa Jalla”. Mereka dengan sengaja melakukan perbuatan menjauhkan diri dari Allah Azza Wa Jalla untuk menghindar i bid’ah menurut pemahaman mereka.
Ulama yang menjadi panutan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yakni ulama Ibnu Taimiyyah berfatwa "Barangsiap a yang mendekatka n diri kepada Allah Ta’ala dengan kebaikan yang tidak diperintah kan, baik perkara wajib atau sunah, maka dia sesat dan telah mengikuti syetan, dan jalannya adalah jalan syetan” (Ulama Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 1/40) Sumber: http:// abuhudzaifi .multiply. com/ journal?&pa ge_start=1 80
Kaum muslim boleh mendekatka n diri kepada Allah ta'ala dengan kebaikan yang tidak diperintah kan ataupun yang tidak dicontohka n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam. Hal yang tidak boleh dilakukan oleh kaum muslim adalah lawan dari kebaikan yakni keburukan. Mereka yang melakukan keburukan atau berakhlak buruk ditimbulka n karena mereka memperturu tkan hawa nafsu sehingga sesat mengikuti syetan atau mengikuti jalan syetan bukan jalan Allah.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatka n kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26 )
“Katakanlah : “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatla h aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-oran g yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Kebaikan adalah segala perkara yang tidak menyalahi satupun laranganNy a atau segala perkara yang tidak bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Keburukan adalah segala perkara yang menyalahi laranganNy a atau atau segala perkara yang bertentang an dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Hal yang harus sesuai dengan apa yang dicontohka n oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam adalah perkara syariat.
Untuk apa kaum muslim mengikuti ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutny a ?
Untuk urusan perkara syariat (fiqih) kita ikuti saja salah satu dari Imam Mazhab yang empat. Buat apa lagi kita membuang-b uang waktu atau menyibukka n diri mengulang kembali apa yang telah dikerjakan dan dihasilkan oleh Imam Mazhab yang empat.
Selanjutny a setelah kita melaksanak an perkara syariat adalah memperjala nkan diri kita agar sampai kepada Allah atau mendekatka n diri kepada Allah sehingga menyaksika nNya dengan hati (ain bashiroh)
Dalam suatu riwayat Imam Sayyidina Ali berkata; “aku bertanya kepada Rasulullah , jalan / metode (thariqot) apakah yang bisa mendekatka n diri kepada Allah? “Rasululla h menjawab; “Dzikrulla h.”
Jalan untuk mendekatka n diri kepada Allah adalah dzikrullah , baik dalam arti berdzikir maupun dalam arti yang luas yakni selalu mengingat Allah.
Janganlah sholat cuma sampai di sajadah, sedekah cuma sampai ke tangan penerima, haji cuma sampai di Mekah, kurban cuma sampai di mulut yang memakan
Rasulullah yakni “Sesungguhn ya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Bukti ibadah kita sampai (wushul) kepada Allah adalah dekat dengan Allah ta'ala
Rasulullah bersabda, “Barangsiap a
yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia
tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayat kan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Muslim yang dekat dengan Allah ta'ala adalah muslim yang menyaksika n Allah dengan hatinya (ain bashiroh)
Muslim yang menyaksika n Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifa t adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranN ya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukka n sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-aka n pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksika n-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berkata: “Seutama-ut ama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksik an) bahwa Allah selalu bersamanya , di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallah u alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ بِقَلْبِ
Telah menceritak an kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritak an
kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas dia
berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. “Bagaimana anda melihat-Ny a?” dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanN ya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurna an, keindahan dan keagunganN ya, sehingga nyatalah bukti kebesaranN ya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembuny i
padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib,
padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang
memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolonga n“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaik an, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurka n hijab-hija b antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-send i
putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain
Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada
kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnala h semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.
Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifa t maka yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-aka n kamu melihat-Ny a (bermakrif at), maka jika kamu tidak melihat-Ny a (bermakrif at) maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ” (HR Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguh nya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamb a-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindar i perbuatan maksiat, menghindar i perbuatan keji dan mungkar sehingga terbentukl ah muslim yang berakhlaku l karimah atau muslim yang sholeh
Tanda seorang muslim dekat dengan Allah ta'ala adalah minimal menjadi muslim yang sholeh sehingga berkumpul dengan Rasulullah , para Nabi dan para Syuhada
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekirany a kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya , niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lam anya, tetapi Allah membersihk an siapa saja yang dikehendak i…” (QS An-Nuur:21 )
“Sesungguh nya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganuge rahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatk an (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhn ya mereka pada sisi Kami benar-bena r termasuk orang-oran g pilihan yang paling baik.” (QS Shaad [38]:46-47 )
“Sesungguh nya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukila h kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-oran g yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69)
Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatka n
diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya
dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang membenarka n dan menyaksika n Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifa t. Bermacam-m acam tingkatan shiddiqin sebagaiman a yang diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/14/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah
Muslim yang dekat dengan Allah sehingga menjadi kekasih Allah (Wali Allah) dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “sesungguh nya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan
oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan
(pangkat) mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari
sahabatnya berkata, “siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah ? Semoga kita dapat mencintai mereka“. Nabi shallallah u
‘alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum
yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada
hubungan kekeluarga an dan bukan karena harta benda, wajah-waja h mereka memancarka n cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mim bar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakann ya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya diantara hamba-hamb aku
itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan
pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatka n
maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang
laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mu dah-mudaha n kami menyukainy a“. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya,
dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut
seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhn ya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatir an terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus [10]:62)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Amin bin Ahmad Asy-Syinqi
“Siapa yang mengabarka
Kenapa Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna asy-Syinqi
Kaum muslim tidaklah diperintah
Rasulullah
Rasulullah
Telah sempurna agama Islam maka telah sempurna atau tuntas segala laranganNy
Firman Allah ta’ala yang artinya “dan tidaklah Tuhanmu lupa” (QS Maryam [19]:64)
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurna
Ibnu Katsir ketika mentafsirk
Rasulullah
Jadi kaum muslim tidak boleh mengada ada larangan yang tidak dilarangNy
Bidah dalam urusan agama (urusan kami) atau bid'ah dalam perkara syariat termasuk bid'ah yang sesat (dholalah)
Rasulullah
Telah menceritak
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah
Rasulullah
Allah Azza wa Jalla berfirman,
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan
Pada riwayat yang lain disebutkan
Rasulullah
Contoh mereka melarang yang tidak dilarangNy
Salah satu alasan perbedaann
Ulama yang menjadi panutan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yakni ulama Ibnu Taimiyyah berfatwa "Barangsiap
Kaum muslim boleh mendekatka
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah
“Katakanlah
Kebaikan adalah segala perkara yang tidak menyalahi satupun laranganNy
Keburukan adalah segala perkara yang menyalahi laranganNy
Hal yang harus sesuai dengan apa yang dicontohka
Untuk apa kaum muslim mengikuti ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutny
Untuk urusan perkara syariat (fiqih) kita ikuti saja salah satu dari Imam Mazhab yang empat. Buat apa lagi kita membuang-b
Selanjutny
Dalam suatu riwayat Imam Sayyidina Ali berkata; “aku bertanya kepada Rasulullah
Jalan untuk mendekatka
Janganlah sholat cuma sampai di sajadah, sedekah cuma sampai ke tangan penerima, haji cuma sampai di Mekah, kurban cuma sampai di mulut yang memakan
Rasulullah
Bukti ibadah kita sampai (wushul) kepada Allah adalah dekat dengan Allah ta'ala
Rasulullah
Muslim yang dekat dengan Allah ta'ala adalah muslim yang menyaksika
Muslim yang menyaksika
Imam Qusyairi mengatakan
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah
Rasulullah
حَدَّثَنَا
Telah menceritak
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya
Beliau menjawab, “Bagaimana
“Bagaimana
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah,
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaik
Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifa
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguh
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh),
Tanda seorang muslim dekat dengan Allah ta'ala adalah minimal menjadi muslim yang sholeh sehingga berkumpul dengan Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekirany
“Sesungguh
“Sesungguh
“Tunjukila
“Dan barangsiap
Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatka
Muslim yang dekat dengan Allah sehingga menjadi kekasih Allah (Wali Allah) dirindukan
Rasulullah
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830