Kaum yang dicintai-Nya
dan mereka mencintai Allah adalah kaum muslim yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “
Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang
bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah
[5]:54)
Yang dimaksud “
orang yang murtad dari agamanya” adalah
orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah dari Bani Tamim An
Najdi yang karena kesalahpahamannya atau pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas
kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga suka bersikap keras kepada kaum
muslim bahkan dapat membunuh kaum muslim dan membiarkan penyembah berhala. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menetapkan mereka telah keluar dari Islam seperti panah yang
meluncur dari busurnya
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda
yang artinya, “
Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti
orang-orang yang pandai membaca
Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh
orang-orang Islam, dan
membiarkan para penyembah berhala;
mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya“. (HR
Muslim 1762)
Yang dimaksud dengan “
membiarkan para penyembah berhala” adalah
“membiarkan” kaum Yahudi
Kaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau
disebut juga dengan freemason,
iluminati, lucifier yakni kaum
yang meneruskan keyakinan pagan
(paganisme) atau penyembah berhala
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “
Dan setelah datang kepada
mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka,
sebahagian dari
orang-orang yang diberi kitab
(Taurat) melemparkan kitab Allah
ke belakang (punggung)nya,
seolah-olah mereka tidak
mengetahui (bahwa itu adalah
kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh
syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan lah yang kafir
(mengerjakan sihir).” (QS
Al Baqarah [2]:101-102)
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda
yang artinya “
Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman
tanganNya, tidaklah mendengar
dari hal aku ini seseorangpun dari
ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau
beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka.”
Kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang dengan kaum Zionis Yahudi ,
Allah ta’ala menyampaikan dalam
firmanNya yang arti “
yaitu orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara
mereka yang dijadikan kera dan babi.” (QS al-Ma’idah [5]:60)
Kaum Nasrani, Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “
Dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum
kedatangan Muhammad) dan mereka
telah menyesatkan
kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari
jalan yang lurus.” (QS al-Ma’idah: [5]:77)
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin
Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya
kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam
tentang orang-orang yang
dimurkai“, beliau bersabda,
‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya
kepada RasulullahShallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan jalannya
orang-orang yang
dimurkai’. Beliau bersabda,
“Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya
orang-orang yang sesat’. “Beliau
bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’
Allah Azza wa Jalla telah berfirman yang artinya,
“
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman?
Orang-orang itu bukan dari
golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk
menguatkan
kebohongan, sedang mereka
mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.
Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya” , (QS Ali Imran,
118)
“
Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak
menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka
berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah
bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena
kemarahanmu itu”.
Sesungguhnya Allah
mengetahui segala isi hati“. (QS
Ali Imran, 119)
Namun mengapa kerajaan dinasti Saudi bersekutu dengan Yahudi Israel dan
Amerika yang merupakan representatif dari kaum Zionis Yahudi,
sebagaimana yang
diberitakan pada
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/11/01/mctazy-saudiqatar-ingatkan-mursi-tak-dekati-iran
***** awal kutipan *****
REPUBLIKA.CO.ID,
TEHERAN - Seorang diplomat Barat di Mesir mengatakan, AS, Israel, Arab Saudi dan Qatar
meningkatkan
tekanannya kepada Presiden Mesir
Muhammad Mursi untuk menghindari
hubungan diplomatik dengan Iran.
"Washington mendesak
tim pembantu Presiden Morsi untuk menghentikan pembicaraan hubungan diplomatik antara Teheran dan Kairo," ujar sumber
diplomatik Barat yang dikutip Radio
Norwegia, Selasa (30/10).
Menurut Austin, Deputi Presiden Mursi dan pembantunya telah meyakinkan AS bahwa mereka akan menunda kembali
pembicaraan hubungan
diplomatik dengan Tehran. "AS,
Israel, Qatar dan Arab Saudi menyesalkan adanya upaya-upaya normalisasi hubungan diplomatik antara Iran dan Mesir," kata diplomat Barat itu.
Sumber-sumber media
mengatakan, AS dan Israel
baru-baru ini menggunakan sekutu
Arab mereka untuk menekan Kairo terkait hal ini, dan menambahkan, Israel dan AS menyebarkan Iranophobia dan Syiahphobia di kalangan warga Mesir dan
membangkitkan sentimen terhadap
Syiah di negara Arab, Sunni-mayoritas.
Menurut laporan diplomat itu, pasukan keamanan Mesir sekarang ini lebih
sensitif terhadap turis Syiah di Mesir.
Instruksi terbaru yang diberikan kepada karyawan Bandara
Internasional Kairo
menunjukkan, mereka telah
diperintahkan untuk tidak menerima
wisatawan Syiah Irak menuju Mesir.
Pada Awal bulan ini misalnya, Sekretaris Jenderal The World Forum for Proximity of Islamic
Schools of Thought Ayatollah Mohsen Araki, dalam pertemuan dengan Komunitas
Al-Azhar Mesir, Syeikh Ahmed al-Tayyeb memperingatkan musuh berupaya menabur
perselisihan di kalangan umat Islam,
dan ini merupakan tantangan terbesar yang mengancam dunia Islam saat ini.
Setelah runtuhnya rezim Hosni Mubarak, para pejabat Iran dan Mesir
menyuarakan
kepentingan mereka dan memulai
menjalin hubungan diplomatik antara
kedua negara.
Sebelumnya
diberitakan, Menteri Luar Negeri
Iran Ali Akbar Salehi secara resmi mengundang mitranya dari Mesir, Nabil Al-Arabi untuk
berkunjung ke Tehran.
Dalam perkembangan
terakhir, Presiden Mursi dalam pertemuan dengan Salehi di Kairo pada September
mengatakan, Iran memainkan peran
penting dalam menyelesaikan
krisis regional, dan menggarisbawahi, Tehran dan Kairo harus bersatu dalam
menghadapi tantangan global.
"Ketika para pengikut ketidakbenaran bisa bersatu dalam jalan yang tidak benar,
mengapa kita tidak bisa bersatu dalam posisi yang benar ketika kita
berhadapan dengan tantangan global,"
kata Mursi.
Mursi juga mengasumsikan bahwa stabilitas Iran adalah stabilitas Mesir, "Tidak ada masalah antara Iran dan Mesir," kata
Mursi.
***** akhir kutipan *****
Begitupula informasi terkini
tentang kebijakan kerajaan dinasti Saudi terhadap Yahudi Israel dapat kita
ketahui salah satunya dari
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/10/10/mbnqxp-saudi-hapus-israel-dari-daftar-musuh
***** awal kutipan *****
REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH
— Kerajaan Arab Saudi dilaporkan
menghapus rezin Zionis Israel dari daftar negara-negara yang menjadi musuh Negeri
Petrodolar tersebut.
Situs berita Nahrain Net mengungkap kebijakan rezim Al Saud yang menghapus nama
Israel dari daftar negara-negara
musuh Saudi. Fars News, Selasa (9/10), melaporkan, selain menghapus Zionis Israel
dari daftar musuh, Departemen
Informasi Saudi memerintahkan
media-media di negara tidak
mempublikasikan artikel tentang bahaya
Israel bagi kawasan Timur Tengah.
Menurut para pemerhati,
departemen informasi Saudi
menginstruksikan
media-media negara itu untuk
memusatkan perhatian ke Iran dan
mempropagandakan Teheran adalah
musuh pertama Riyadh dan negara-negara
sekitar Teluk Persia sekutu Barat, bukan Tel Aviv.
***** akhir kutipan *****
Hal tersebut mengingatkan kita kembali kepada awal
berdirinya dinasti Saud
Kementerian
Persemakmuran turun tangan
dengan melobi Muhammad bin Sa’ud, emir Dir’iyah agar mau
melindungi dan bergabung dengan
Muhammad bin Abdul Wahab. Muhammad bin Sa’ud setuju. Maka
terjalinlah kerja sama yang
saling menguntungkan antara Amir
Dir’iyah itu dengan Muhammad bin Abdul Wahab, sehingga dalam sekejap mata
Muhammad bin Abdul Wahab mendapat pengikut yang amat banyak, dan pada 1738
Masehi, sekte Wahabi dimaklumkan
(dideklarasikan).
Berkat Inggris, kekuasaan Muhammad bin Sa’ud sebagai seorang emir, meluas.
Bahkan kemudian, pada 1744 Masehi, menjadi sebuah negara yang saat ini kita
kenal dengan nama Saudi Arabia (nama ini diambil dari nama keluarga Muhammad bin
Sa’ud, yakni Ali Sa’ud yang berarti keluarga Saudi).
Dir’iyah dijadikan sebagai ibukotanya, dan Muhammad Sa’ud menjadi emir
(penguasa)-nya. Sedang Muhammad bin
Abdul Wahab diangkat sebagai imamnya.
Berdasarkan kitab
Tarikh Ali Sa’ud karya Ustadz Nashir as-Sa’id diketahui kalau Muhammad bin Sa’ud
dapat dilobi Kementerian
Persemakmuran, karena keluarga
Muhammad bin Sa’ud berdarah Yahudi Arab, dan kita tahu Inggris termasuk salah
satu negara di dunia yang dikuasai Yahudi melalui Zionis
Internasional dengan
Freemasonry sebagai salah satu
anasirnya.
Ada dua keuntungan yang
didapat Inggris dari peristiwa ini. Pertama, berhasil
mendirikan sekte baru untuk
memecah-belah Islam, dan dapat
menyedot limpahan kekayaan negara yang terkandung dalam bumi Arab Saudi, khususnya cadangan minyak
buminya. Hingga kini Saudi Arabia masih menjadi salah satu negara di Timur
Tengah yang memiliki ‘hubungan sangat baik’ dengan Inggris , dan menganut paham
Wahabi.
Kemudian sebagaimana
yang telah disampaikan dalam tulisan
pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/02/01/kerajaan-saudi-arabia/
Sebuah episode sejarah keemasan Turki saat dipimpin oleh Khalifah Sultan
Abdul Hamid II di awal abad ke-20.
Saat itu Theodore Hertzl, pemimpin Gerakan Zionis
Internasional,
mendatangi Abdul Hamid untuk
meminta agar Turki Utsmani mau membagi sebagian tanah Palestina untuk dijadikan
negara Israel. Permintaan Hertzl
ini disertai dengan bujuk rayu dan janji, jika keinginannya dituruti maka Turki dan juga Sultan Abdul Hamid
II akan diberi hadiah sangat besar oleh gerakan Zionis
Internasional.
Namun dengan sikap tegas Abdul Hamid mengusir Hertzl seraya berkata,
“
Turki tidak akan pernah sekali pun menyerahkan Tanah Palestina kepada kamu hai
orang-orang Yahudi. Tanah Palestina
bukanlah milik Turki, melainkan milik seluruh umat Islam dunia. Jangan bermimpi
bisa menginjak Tanah Palestina selama saya masih hidup!”
Sebab itu, Hertzl dan para tokoh Zionis lainnya merancang suatu
konspirasi untuk
menghancurkan
kekhalifahan Islam Turki Utsmani
sehingga kekhalifahan ini
benar-benar ambruk pada tahun 1924 dan
Turki pun diubah menjadi negeri Sekuler.
Keberakhiran
kekhalifahan pada dasarnya
karena terpengaruh paham
individualisme dalam skala
negara (nasionalisme) yang
dilancarkan oleh kaum Zionis
Yahudi. Paham nasionalisme untuk
memecah belah umat Islam atau upaya meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah. Kita telah terpecah belah ke dalam beberapa
wilayah atau negara atau kesatuan dalam negara (nation state) yang dikenal
dengan propaganda
nasionalisme. Salah satu hasutan
kaum Zionis Yahudi adalah menumbuhkan nasionalisme Arab.
Secara perlahan namun pasti, lembaga-lembaga kajian Islam yang didirikan para
orientalis Barat (kaum Zionis
Yahudi) ini meracuni pemikiran umat Islam Turki. Para
orientalis
menjelek-jelekkan sistem Islam
dan membangga-banggakan sistem
nasionalisme. Dari sinilah lahir
gerakan nasionalisme Arab.
Jenderal Allenby mengirim seorang perwira Yahudi Inggris bernama Edward
Terrence Lawrence ke Hijaz untuk menemui para pemimpin di sana. TE. Lawrence ini
diterima dengan sangat baik dan seluruh hasutannya di makan mentah-mentah oleh tokoh-tokoh Hijaz. Maka orang-orang dari Hijaz ini kemudian
membangkitkan
nasionalisme Arab dan mengajak
tokoh-tokoh pesisir Barat Saudi
untuk berontak terhadap kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Pada awal Perang Dunia I tahun 1914, Zionis Yahudi Inggris pada saat
itu berupaya menjamin kekuasaannya di negara-negara Syam dan Irak dengan cara
memfungsikan tiga
pendekatan yang
kontradiktif, pertama; negosiasi
dengan Syarif Husain bin Ali dengan mendorongnya mendeklarasikan revolusi Arab, kedua; negosiasi dengan
Prancis membahas masa depan Palestina dan negara- negara Syam, akhirnya mereka
setuju pada satu kesepakatan
yang dikenal dengan kesepakatan Sykes
Picot
Agreement pada bulan Mei 1916 dengan memberikan sebagian besar wilayah-wilayah Irak Timur Jordan dan daerah Haifah di
Palestina kepada Inggris, Prancis mendapatkan Lebanon dan Suriah dan Palestina menjadi wilayah
dibawah kawasan internasional
karena pertimbangan banyak pihak
yang menghendaki
pendudukan atas wilayah Palestina
Kata-kata Deklarasi ini kemudian digabungkan ke dalam perjanjian damai Sèvres dengan Turki Utsmani dan Mandat
untuk Palestina. Deklarasi yang
ditandatangani oleh Balfour ialah
sebagai berikut
Deklarasi Balfour
Foreign Office
November 2nd, 1917
Dear Lord Rothschild,
I have much pleasure in conveying to you, on behalf of His
Majesty’s Government, the
following declaration of
sympathy with Jewish Zionist aspirations which has been submitted to, and approved by, the
Cabinet.
“His Majesty’s Government view with favour the establishment in Palestine of a national home for the Jewish
pePLOe, and will use their best endeavours to facilitate the achievement of this object, it being clearly
understood that nothing shall be
done which may prejudice the civil and religious rights of existing
non-Jewish
communities in
Palestine, or the rights and political
status enjoyed by Jews in any other country.”
I should be grateful if you would bring this
declaration to the knowledge of
the Zionist Federation.
Yours sincerely,
Arthur James Balfour
Catatan tentang diskusi-diskusi yang menghasilkan teks akhir deklarasi Balfour ini
menjelaskan beberapa rincian
susunan kata-katanya. Frase
“tanah air” secara disengaja digunakan sebagai pengganti “negara”, dan Inggris
mencurahkan beberapa usaha pada
dekade-dekade
berikutnya untuk
menyangkal bahwa mereka
memaksudkan
pembentukan suatu negara,
termasuk Buku Putih Churchill,
1922. Namun demikian, secara pribadi, banyak pejabat Inggris setuju dengan
interpretasi kaum Zionis bahwa
hasil akhir yang diharapkan memang
adalah sebuah negara.
Dalam sebuah wawancara dalam majalah New Statesman, pada November 2002 menteri luar negeri Inggris,
Jack Straw tidak menyetujui
penjajahan Inggris masa lalu
atas banyak masalah politik modern, termasuk konflik Arab-Israel. Jack Straw mengungkapkan
“Deklarasi Balfour, merupakan sejarah yang menarik buat
kami, namun bukan sesuatu yang terhormat, karena disatu sisi Inggris
memberikan janji kepada
Palestina Untuk memberikan
kemerdekan dan disisi lain
Inggris memberikan jaminan
kepada Israel untuk mendirikan negara
di tanah Palestina“
Deklarasi Balfour adalah sebuah perjanjian yang paling aneh dan kontradiktif dengan kesepakatan kesepakatan lain, dimana dalam deklarasi ini Inggris
berjanji untuk memberikan
wilayah yang bukan miliknya bahkan wilayah tersebut belum dijajah Inggris, hal
ini terjadi di saat Inggris mencapai puncak kejayaannya dengan mengklaim dirinya sebagai pembela
nilai-nilai prinsip
kemanusiaan.
Syarif Husain bin Ali sebagai Amir Mekah menolak untuk mengakui negara
Israel. Sebagai Khadim Al Haramain atau ‘Penjaga Dua Kota Suci’, beliau tidak
sanggup mengkhianati amanah yang
diberikan oleh umat Islam dengan mengakui negara haram Israel yang didirikan di
atas tanah kaum muslimin.
Beliau terpaksa membayar penolakan tersebut dengan harga yang sangat
mahal yaitu kehilangan kedudukan
sebagai Amir Mekah dan Raja Hijaz.
Dari buku berjudul “Api Sejarah”, karya Ahmad Mansur
Suryanegara yang
diterbitkan
Salamadani Pustaka Semesta,
cetakan I Juli 2009 halaman 167 dapat kita ketahui bahwa gerakan Zionisme dalam
gerakan politiknya ada dua langkah
kerjasama yakni
***** awal kutipan *****
1. Di Turki, dengan mendukung Kemal Pasha (Yahudi)
menumbangkan
kesultanan Turki, 1924 M untuk
membebaskan Palestina dari
kesultanan Turki
2. Di Arabia, bekerjasama
dengan Raja Ibnu Saud , sekte Wahhabi.
Kerajaan Protestan Anglikan, Inggris berhasil
menumbangkan kerajaan Arabia
dari kekuasaan Raja Husein ataupun putra Raja Ali, Ahlus sunnah wal Jama’ah yang
mengklaim batas wilayah Arabia meliputi Palestina dan Syiria bekas wilayah
kekuasaan kesultanan Turki.
Klaim atas kedua wilayah tersebut menjadikan Raja Husein dan putranya Raja Ali,
dimakzulkan. Kemudian, kedua raja
tersebut minta suaka di Cyprus dan Irak.
Kelanjutan dari kerjasama
tersebut, Kerajaan Protestan Anglikan Inggris mengakui Abdul Aziz bin Saudi
(sekte Wahabi) sebagai raja Kerajaan Saudi Arabia yang tidak mengklaim wilayah
Palestina dan Syria sebagai wilayah Saudi Arabia.
Keberhasilan kedua
kerjasama ini, memungkinkan
berdirinya negara Israel,
sesudah perang dunia II, 1939-1945M,
tepatnya 15 Mei 1948
Kaum Wahabi adalah kaum yang mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin Abdul
Wahhab berasal dari Kabilah Banu Tamim dari Najdi, lahir 1115 H., wafat tahun
1206 H.
***** akhir kutipan *****
Hal sama dapat kita ketahui dari tulisan pada
http://votreesprit.wordpress.com/2012/04/15/peran-lawrence-of-arabia-di-balik-berdirinya-kerajaan-saudi/
Berikut kutipannya
****** awal kutipan ******
Menurut logika yang sehat, seharusnyalah Kerajaan Saudi Arabia menjadi pemimpin bagi
Dunia Islam dalam segala hal yang menyangkut keIslaman. Pemimpin dalam menyebarkan dakwah Islam, sekaligus pemimpin Dunia Islam
dalam menghadapi serangan kaum
kuffar yang terus-menerus melakukan
serangan terhadap agama Allah SWT ini dalam berbagai bentuk, baik dalam hal
Al-Ghawz Al-Fikri (serangan pemikiran dan
kebudayaan) maupun serangan
Qital.
Seharusnyalah Saudi
Arabia menjadi pelindung bagi Muslim Palestina, Muslim Afghanistan, Muslim Irak, Muslim Pattani, Muslim Rohingya,
Muslim Bosnia, Muslim Azebaijan,
dan kaum Muslimin di seluruh dunia. Tapi yang terjadi dalam realitas
sesungguhnya, mungkin masih jadi
pertanyaan banyak pihak. Karena
harapan itu masih jauh dari kenyataan.
Craig Unger, mantan deputi director New York Observer di dalam karyanya yang
sangat berani berjudul
“Dinasti Bush Dinasti Saud” (2004)
memaparkan kelakuan beberapa oknum di
dalam tubuh kerajaan negeri itu, bahkan di antaranya termasuk para pangeran dari
keluarga kerajaan.
“Pangeran Bandar yang dikenal sebagai
‘Saudi Gatsby’ dengan
ciri khas janggut dan jas rapih, adalah anggoa kerajaan Dinasti Saudi yang
bergaya hidup Barat, berada di kalangan jetset, dan belajar di Barat. Bandar
selalu mengadakan jamuan makan
mewah di rumahnya yang megah di seluruh dunia. Kapan pun ia bisa pergi dengan
aman dari Arab Saudi dan dengan entengnya melabrak batas-batas aturan seorang Muslim. Ia biasa minum Brandy dan
menghisap cerutu Cohiba, ” tulis Unger.
Bandar, tambah Unger, merupakan contoh perilaku dan gaya hidup sejumlah
syaikh yang berada di lingkungan
kerajaan Arab Saudi. “Dalam hal gaya hidup Baratnya, ia bisa
mengalahkan orang Barat paling
fundamentalis sekali pun. ”
Bandar adalah putera dari Pangeran Sultan, Menteri
Pertahanan Saudi. Dia juga kemenakan
dari Raja Fahd dan orang kedua yang berhak mewarisi mahkota kerajaan, sekaligus
cucu dari (alm) King Abdul Aziz, pendiri Kerajaan Saudi modern.
Bukan hanya Pangeran Bandar yang begitu
, beberapa kebijakan
dan sikap kerajaan terakdang juga agak membingungkan. Siapa pun tak kan bisa
menyangkal bahwa Kerajaan Saudi
amat dekat—jika tidak bisa
dikatakan sekutu terdekat—Amerika Serikat. Di mulut, para
syaikh-syaikh itu biasa mencaci
maki Zionis-Israel dan Amerika, tetapi
mata dunia melihat banyak di antara mereka yang berkawan akrab dan bersekutu
dengannya.
Barangkali kenyataan
inilah yang bisa menjawab mengapa Kerajaan Saudi menyerahkan penjagaan keamanan bagi
negerinya—termasuk Makkah dan
Madinah—kepada tentara Zionis
Amerika.
Bahkan dikabarkan bahwa
Saudi pula yang mengontak Vinnel Corporation di tahun 1970-an untuk melatih
tentaranya, Saudi Arabian
National Guard (SANG) dan mengadakan logistik tempur bagi tentaranya. Vinnel merupakan salah satu Privat Military
Company (PMC) terbesar di Amerika Serikat yang bisa disamakan dengan
perusahaan penyedia tentara
bayaran.
Ketika umat Islam dunia melihat pasukan Amerika Serikat yang hendak
mendirikan pangkalan militer
utama AS dalam menghadapi invasi
Irak atas Kuwait beberapa tahun lalu, maka hal itu tidak lepas dari kebijakan
orang-orang yang berada dalam kerajaan
tersebut.
Langkah-langkah
mengejutkan yang diambil pihak
Kerajaan Saudi tersebut sesungguhnya tidak mengejutkan bagi yang tahu latar belakang
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia
itu sendiri. Tidak perlu susah-sudah
mencari tahu tentang hal ini dan tidak perlu membaca buku-buku yang tebal atau
bertanya kepada profesor yang sangat pakar.
Pergilah ke tempat penyewaan VCD atau DVD, cari sebuah film yang dirilis
tahun 1962 berjudul ‘
Lawrence of Arabia’ dan
tontonlah. Di dalam film yang
banyak mendapatkan
penghargaan
internasional tersebut,
dikisahkan tentang peranan
seorang letnan dari pasukan Inggris bernama lengkap Thomas Edward Lawrence, anak
buah dari Jenderal Allenby (jenderal ini ketika merebut Yerusalem
menginjakkan kakinya di atas
makam Salahuddin Al-Ayyubi dan
dengan lantang berkata, “Hai Saladin, hari ini telah kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib
dengan kemenangan kami!”).
Film ini memang agak kontroversial, ada yang membenarkan namun ada juga yang menampiknya. Namun produser mengaku bahwa film ini diangkat
dari kejadian nyata, yang bertutur dengan jujur tentang siapa yang berada di
balik berdirinya Kerajaan Saudi
Arabia.
Konon kala itu Jazirah Arab merupakan bagian dari wilayah kekuasaan
Kekhalifahan Turki
Utsmaniyah, sebuah
kekhalifahan umat Islam dunia
yang wilayahnya sampai ke Aceh.
Lalu dengan bantuan Lawrence dan jaringannya, suatu suku atau klan melakukan
pemberontakan (
bughot)
terhadap Kekhalifahan Turki
Utsmaniyah dan
mendirikan kerajaan yang
terpisah, lepas, dari wilayah kekhalifahan Islam itu.
Bahkan di film itu digambarkan bahwa klanSaud dengan bantuan Lawrence
mendirikan kerajaan sendiri yang
terpisah dari khilfah Turki Utsmani. Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya
“Lawrence of Arabia was a Zionist” seperti yang dimuat di
Jerusalem
Post edisi 22 Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.
Sejarah pun menyatakan,
hancurnya Kekhalifahan Turki
Utsmani ini pada tahun 1924 merupakan akibat dari infiltrasi Zonisme setelah Sultan Mahmud II menolak
keinginan Theodore Hertzl untuk menyerahkan wilayah Palestina untuk bangsa
Zionis-Yahudi. Operasi
penghancuran
Kekhalifahan Turki Utsmani
dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence of Arabia.
Entah apa yang terjadi, namunhingga detik ini, Kerajaan Saudi Arabia, walau Makkah
al-Mukaramah dan Madinah ada di
dalam wilayahnya, tetap menjadi sekutu
terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi sahabat yang manis bagi
Amerika.
Selain film
‘Lawrence of Arabia’, ada beberapa buku yang bisa
menggambarkan hal ini yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Antara lain:
- Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci,
Membongkar Strategi AS Menguasai
Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali—mantan Dekan Fakultas Akidah
Universitas Ummul Quro Makkah,
yang dipecat dan ditahan setelah menulis buku ini, yang edisi
Indonesianya
diterbitkan Jazera, 2005)
- Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua
Dinasti Terkuat Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan, 2006)
- Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George
Lenczowski, 1992)
- History oh the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)
Sebab itu, banyak kalangan yang berasumsi bawah
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia
adalah akibat “pemberontakan”
terhadap Kekhalifahan Islam Turki
Utsmani dan di
back-up oleh Lawrence, seorang agen Zionis dan
bawahan Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin realitas ini juga yang sering dijadikan
alasan, mengapa Arab Saudi sampai sekarang kurang perannya sebagai pelindung
utama bagi kekuatan Dunia Islam,
wallahu a’lam. (Rz)
***** akhir kutipan ******
Para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi diam membisu melihat perilaku
penguasa kerajaan dinasti Saudi
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda
“Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan
tangannya, jika tidak mampu,
maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya.
Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)
Para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi tidak dapat berbuat banyak
dengan sistem pemerintahan dalam
bentuk kerajaan.
Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas, Rasulullah bersabda:
“
Barangsiapa memilih
seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang
yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah
berkhianat kepada Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman.” (HR. Hakim)
Dari Ummu Salamah radliallahu ‘anha berkata, telah bersabda
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam,
“
akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian
mengenalinya dan kalian
mengingkarinya.
Barangsiapa yang
mengingkarinya maka sungguh ia
telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha dan terus
mengikutinya (dialah yang
berdosa, pent.).” Maka para sahabat berkata : “Apakah tidak kita perangi saja
mereka dengan pedang?” Beliau menjawab : “Jangan, selama mereka
menegakkan shalat bersama
kalian.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya).
Jelaslah bagi siapa yang ridha dan terus mengikuti pemimpin yang buruk
dan tidak mengingkari pemimpin
yang bersekutu dengan orang-orang yang
dimurkai Allah Azza wa Jalla maka mereka pun turut berdosa.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830