oleh Zon
Jonggol
Hal yang sebaiknya kita ingat adalah bahwa namaNya, sifatNya, perbuatanN
Allah Azza wa Jalla ada sebagaiman
Dalam al-Fiqh al-Absath,
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul
Pada hakikatnya
Imam Sayyidina Ali ra berkata: “Sesungguhn
Ibnu Hajar al Asqallâni dalam Fathu al Bâri-nya,1
Imam al Qusyairi menyampaik
Imam Nawawi (w. 676 H/
Pada hakikatnya
Rasulullah
Imam Sayyidina Ali ra berkata, “Sesungguhn
Kita ikuti saja firmanNya yang mengabarka
Contohnya adalah firmanNya yang artinya "Aku adalah dekat“ (QS Al Baqarah [2]:186)
Allah Subhanahu wa Ta'ala dekat di hati jauh di mata
Firman Allah ta'ala yang artinya
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihata
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah
Dalam hadis qudsi-Nya yang diriwayatk
Imam Sayyidina Ali r.a. menyampaik
Pertama, disebut shadr, karena ia merupakan tempat terbitnya cahaya Islam (nuuru-l-i
Kedua, disebut qalb, karena ia merupakan tempat terbitnya keimanan. Hal ini sebagaiama
Ketiga disebut fu’aad karena ia merupakan tempat terbitnya ma’rifah. Hal ini sebagaiman
Keempat disebut lubb, karena ia merupakan tempat terbitnya tauhid. Hal ini sebagaiman
Kelima, disebut syagf, karena hati merupakan tempat terbitnya rasa saling menyayangi
Dalam sebuah hadit Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman:
Rasulullah
Hati orang beriman yang menjadi wadah dari nikmat-nik
Jasad adalah wadah bagi bathin, bathin adalah jasad bagi ruhani, ruhani adalah wadah bagi hati, hati adalah wadah bagi akal qalbu, akal qalbu adalah wadah bagi sirr al ghaib atau wadah dari nikmat-nik
Firman Allah ta'ala
وَسِعَ كُرْسِيُّه
"Kursi Allah meliputi langit dan bumi" (QS Al Baqarah [2]: 255 )
Abu Kuraib dan Salim bin Junadah menceritak
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhn
“ilmu Engkau meliputi segala sesuatu” (QS al Mu’min / al Ghaafir [40]:7)
Akal qalbu adalah makna bathin atau makna yang tersirat dari 'Arsy
Sirr al ghaib adalah makna bathin atau makna yang tersirat dari Kursi Allah atau ilmuNya
Begitupula
Langit , di atas, tinggi makna tersirat dari kemuliaan,
Bumi, di bawah, rendah makna tersirat dari kehinaan, kesengsara
Peristiwa mi'raj Nabi Muhammad Shallallah
Rasulullah
Penduduk langit adalah para malaikat dan kaum muslim yang dekat dengan Allah ta’ala yang telah wafat sebagaiman
Penduduk langit bertasbih kepada Allah
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyataka
Manusia sebagai makhluk yang mulia dengan dikaruniak
Nabi Adam a.s diturunkan
Firman Allah ta'ala yang artinya
“…Janganlah
“Katakanlah
Mengikuti atau memperturu
Manusia dapat memilih memuliakan
Rasulullah
”Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharui
Jalan Allah, jalan yang lurus, diperlamba
Firman Allah ta'ala yang artinya
“Yang telah menciptaka
“Allah-lah yang menciptaka
“Sesungguhn
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaa
Manusia yang memperguna
Akal pikiran ditundukka
Hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman)
Pemahaman secara ilmiah bagaikan ilmuwan yang menyusun karya tulis / karya ilmiah dengan merujuk pemahaman per kata atau per kalimat yang sama atau yang senada atau kata yang terkait dan disertai pemahaman secara deduktif. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http://
Ada kita temukan ulama membangun keyakinann
Mereka akan selalu dipengaruh
Al Ajurri rahimahull
Imam Malik balik bertanya “Kalau kamu mengalahka
Dia menjawab ‘ Kalau aku menang, maka kau harus mengikutik
Imam Malik kembali bertanya “Kalau ada orang lain datang kemudian mendebat kita dan menang?”
Dia menjawab ‘Kita akan mengikutin
Imam Malik kemudian berkata “Wahai hamba Allah, Allah mengutus Muhammad shallallah
Dengan sanad yang lain, Al Ajurri menceritak
Mereka memandang nash-nash Al-Quran dan Hadits bagaikan bukti-bukt
Oleh karenanya mereka mungkin saja berpendapa
Selain kemampuan pemahaman secara ilmiah, manusia yang telah bersyahada
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya “Allah
menganugerahkan al hikmah
(pemahaman yang dalam tentang Al
Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah) “. (QS Al Baqarah [2]:269 ).
“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab ” (QS Ali Imron [3]:7 )
Sehingga kaum muslim selain bersandarkan pemahaman secara ilmiah diikuti pemahaman
secara hikmah berdasarkan
karunia hikmah sebagaimana Ulil
Albab.
Firman Allah ta'ala yang artinya,
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka ” (Ali Imran: 191).
Ulil Albab dari asal kata lubb (hati) yakni kaum muslim yang menundukkan akal
pikirannya kepada akal qalbu.
Karunia hikmah dihujamkan
kepada jiwa manusa
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya “. (QS Asy Syams
[91]:8)
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan ” (QS Al Balad [90]:10)
Wabishah bin Ma’bad r.a. berkata: Saya datang kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam,
beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang
kebaikan?” Saya menjawab,
“Benar.”Beliau bersabda,
“Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa-apa yang
menenteramkan jiwa dan hati,
sedangkan dosa adalah apa-apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun
orang-orang memberi fatwa yang
membenarkanmu.” hadits
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin
Hambal dan Imam Ad-Darami dengan sanad hasan
Nawas bin Sam’an r.a. meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam., beliau bersabda, “Kebaikan adalah akhlak yang baik,
sedangkan dosa adalah segala hal yang mengusik jiwamu dan engkau tidak suka jika
orang lain melihatnya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim).
Manusia tidak lagi dapat menggunakan hati atau akal qalbu untuk
menentukan mana yang baik dan mana
yang buruk adalah karena dosa
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati (ketiadaan cahaya), sedangkan setiap kebaikan adalah bintik
cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang
(terhijab) untuk
menentukan mana yang baik dan mana
yang buruk. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan barangsiapa yang
buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta
(pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). ” (QS Al Isra 17 :
72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar. Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah
hati yang di dalam dada ” (QS Al Hajj [22]:46 )
“Pada hari itu tidak berguna lagi harta dan anak-anak, kecuali yang kembali kepada
Allah dengan hati yang lurus. ” (QS. Asy-Syu’araa: 88)
Manusia yang mendapat kemuliaan atau yang kembali ke sisi Allah yang Maha Mulia adalah mereka yang mempergunakan akal pikiran yang ditundukka kepada akal qalbu di jalan Allah dan
meneladani RasulNya atau dengan kata
lain adalah manusia yang bertaqwa.
Manusia yang bertaqwa adalah muslim yang dekat dengan Allah ta'ala sehingga menyaksikan Allah ta'ala
dengan hatinya (ain bashiroh)
Muslim yang menyaksikan
Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang
bermakrifat adalah muslim yang
selalu meyakini kehadiranNya, selalu
sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan
“Asy-Syahid untuk
menunjukkan sesuatu yang hadir
dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga
seakan-akan pemilik hati
tersebut senantiasa melihat dan
menyaksikan-Nya, sekalipun Dia
tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid
(penyaksi) ”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata:
“Seutama-utama iman
seseorang, jika ia telah
mengetahui
(menyaksikan) bahwa Allah selalu
bersamanya, di mana pun ia
berada “
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallm bersabda
“Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada “. (HR. Ath Thobari)
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا
حَفْصٌ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ
بِقَلْبِ
Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari
Ibnu Abbas dia berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR
Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib
Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat
Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana
saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda
melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan,
baru saya sembah”. “Bagaimana
anda melihat-Nya?” dia menjawab:
“Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai
kemuliaanNya, sehingga tidak
dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam
kesempurnaan, keindahan dan
keagunganNya, sehingga nyatalah
bukti kebesaranNya dalam hati
dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan
bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah
Allah yang memberikan petunjuk dan
kepadaNya kami mohon pertolonga n“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri
senantiasa memandang Allah Azza
wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang
mengugurkan
hijab-hijab antara diri mereka
dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh
sendi-sendi putus dan segala
milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada
ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika
sudah benar sempurnalah semua
perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala
perbudakan duniawi kemudian
mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan
senantiasa terus demikian dalam
menjalani ujian di RumahNya ”.
Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat maka yakinlah bahwa Allah
Azza wa Jalla melihat kita.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
takut (khasyyah) kepada Allah
seakan-akan kamu
melihat-Nya
(bermakrifat), maka jika kamu
tidak melihat-Nya
(bermakrifat) maka
sesungguhnya Dia melihatmu. ” (HR
Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama ”
(QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap
atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang
dibenciNya ,
menghindari perbuatan maksiat,
menghindari perbuatan keji dan
mungkar sehingga terbentuklah
muslim yang berakhlakul karimah atau
muslim yang sholeh
Muslim yang sholeh adalah tanda manusia yang bertaqwa atau manusia yang dekat dengan Allah ta'ala sehingga berkumpul dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, para Nabi, para
Shiddiqin, para Syuhada
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekiranya kalau
bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan
mungkar) selama-lamanya, tetapi
Allah membersihkan siapa saja
yang dikehendaki… ” (QS
An-Nuur:21)
“Sesungguhnya Kami
telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka)
akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan
sesungguhnya mereka pada sisi
Kami benar-benar termasuk
orang-orang pilihan yang paling
baik. ” (QS Shaad [38]:46-47)
“Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di
antara kamu ” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukilah kami
jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka ” (QS
Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan barangsiapa
yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu :
Nabi-nabi, para
shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid,
dan orang-orang sholeh. Dan
mereka itulah teman yang sebaik-baiknya . ” (QS An Nisaa [4]: 69)
Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih
maqom disisiNya dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah
shiddiqin, muslim yang
membenarkan dan
menyaksikan Allah dengan hatinya
(ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin
sebagaimana yang diuraikan dalam
tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam
bersabda “sesungguhnya ada di
antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula
para Syuhada’. Mereka dirindukan
oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka
di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari sahabatnya berkata, “siapa gerangan mereka itu wahai
Rasulullah? Semoga kita dapat
mencintai mereka“. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya:
“Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah
bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda,
wajah-wajah mereka
memancarkan cahaya dan mereka
berdiri di atas mimbar-mimbar
dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia
merasakannya dan tiada mereka berduka
cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam
kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguhnya diantara
hamba-hambaku itu ada manusia
manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada
hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan
syuhada.” Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan
mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya“. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling
menyayangi karena Allah ‘Azza wa
Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling
menyayangi bukan karena
hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan
mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti
yang disusahkan manusia,”
kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus [10]:62)
Dalam hadits qudsi, “Allah berfirman yang artinya: “Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku,
tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah
memberikan Taufiq HidayahNya ”
Abu Yazid al Busthami mengatakan: “Para wali Allah merupakan
pengantin-pengantin di bumi-Nya dan
takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya “.
Sahl Ibn ‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana
(cara) mengenal Waliyullah, ia
menjawab: “Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada
orang-orang yang serupa dengan
mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka – untuk
mengenal dan mendekat kepada-Nya. ”
As Sarraj at-Tusi mengatakan
: “Jika ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa
sebenarnya wali itu dan
bagaimana sifat mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang
Allah dan hukum-hukum Allah, dan
mengamalkan apa yang
diajakrkan Allah kepada mereka.
Mereka adalah hamba-hamba Allah
yang tulus dan wali-wali-Nya yang
bertakwa “.
Dari Abu Umamah ra, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “berfirman Allah
Yang Maha Besar dan Agung: “Diantara para wali-Ku di hadhirat-Ku, yang paling menerbitkan iri-hati ialah si mu’min yang kurang hartanya,
yang menemukan nasib hidupnya dalam shalat, yang paling baik ibadat kepada
Tuhannya, dan taat kepada-Nya
dalam keadaan tersembunyi maupun
terang. Ia tak terlihat di antara khalayak, tak tertuding dengan telunjuk.
Rezekinya secukupnya, tetapi iapun
sabar dengan hal itu. Kemudian Beliau shallallahu alaihi wasallam menjentikkan jarinya, lalu bersabda:
”Kematiannya
dipercepat, tangisnya hanya
sedikit dan peninggalannya amat
kurangnya ”. (HR. At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hanbal)”. (HR. At Tirmidzi,
Ibn Majah, Ibn Hanbal)
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam
telah menyampaikan wasiat bahwa
setelah wafatnya Beliau maka pengganti Beliau sebagai Imamnya para Wali Allah
adalah Sayyidina Ali ra dan kedudukan dan tugas Imam Wali Allah seperti Nabi ,
penerus pemimpin perjuangan
agama, namun kita ketahui, paham dan yakini bahwa tiada Nabi setelah
Rasulullah.
Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ali, -ketika
beliau mengangkatnya sebagai
pengganti (di Madinah) dalam beberapa peperangan beliau. Ali bertanya; Apakah anda
meninggalkanku bersama para
wanita dan anak-anak! beliau
menjawab: Wahai Ali, tidakkah kamu rela bahwa kedudukanmu denganku seperti kedudukan Harun dengan Musa?
hanya saja tidak ada Nabi setelahku. Dan saya juga mendengar beliau bersabda pada
Perang Khaibar; Sungguh, saya akan memberikan bendera ini kepada seorang laki-laki yang
mencintai Allah dan RasulNya dan Allah dan RasulNya juga
mencintainya. Maka kami semuanya
saling mengharap agar mendapatkan bendera itu. Beliau bersabda:
Panggilllah Ali! (HR Muslim 4420)
Wasiat seperti di atas yang pada umumnya disalahpahami oleh kaum Syiah sehingga
menimbulkan
perselisihan karena perbedaan
pendapat yang bahkan dapat berakibat saling membunuh di antara manusia yang
telah bersyahadat.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
bertanya lagi: ‘Apakah kamu yang telah membunuhnya? ‘ Dia menjawabnya, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Lalu apa yang
hendak kamu perbuat dengan kalimat, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah)
kecuali Allah’, jika di hari kiamat kelak ia datang (untuk minta
pertanggung jawaban) pada hari kiamat
nanti? ‘ (HR Muslim 142)
Imam Sayyidina Ali ra adalah bertindak sebagai Nabi namun bukan Nabi karena tidak ada Nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau adalah Imam para Wali
Allah
Imam para Wali Allah yakni imam dari para kekasih Allah (Wali Allah) yakni hamba-hamba Allah yang
menegakkan agama Allah dengan
penuh keberanian dan
keikhlasan, sehingga agama Allah
tidak akan punah dari peredarannya.
Bumi ini tidak akan kosong dari Imam dan para Wali Allah. Setiap mereka wafat maka Allah Azza wa Jalla akan menggantikan mereka dengan yang lain sehingga agama Islam beserta
Al Qur’an tetap terjaga sampai akhir zaman
Imam Sayyidina Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh
keberanian dan
keikhlasan, sehingga agama Allah
tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan
dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak
banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah
menjaga agamaNya dan syariatNya,
sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka
menyebarkan ilmu dan ruh
keyakinan. Mereka tidak suka
kemewahan, mereka senang dengan
kesederhanaan. Meskipun tubuh
mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah
khalifah-khalifah Allah di muka bumi
dan para da’i kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada
mereka”
Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhkan seorang penunjuk.
Al Qur’an tidak akan dipahami dengan benar tanpa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam sebagai
seorang penunjuk
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat
petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran “. (QS Al A’raf
[7]:43)
Secara berjenjang,
penunjuk para Sahabat adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Penunjuk para Tabi’in adalah para
Sahabat. penunjuk para Tabi’ut Tabi’in adalah para Tabi’in dan penunjuk kaum
muslim sampai akhir zaman adalah Imam Mazhab yang empat
Sebagaimana yang telah
disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/16/yang-dikaruniai-nikmatnya/ Imam Mazhab yang empat adalah termasuk
Assab’ul-matsani atau para
penunjuk dalam perkara syariat. Sedangkan para penunjuk untuk perkara
memperjalankan diri atau
mendekatkan diri kepada Allah adalah
para Wali Allah dengan para pemimpin Wali Allah.
Assab’ul-matsani atau
Empat pemimpin para imam atau pemimpin para auliya’ullah yang disebut dengan al-Aqthab
al-Arba’ah (empat wali kutub)
/ A’immatuththariqah wal-haqiqah setiap zaman sampai akhir zaman. Contohnya
adalah Syekh Ahmad Arrifa’i, Syekh Abdul-Qadir al-Jailani, Syekh Ahmad al-Badawi dan Syekh Ibrahim Addusuqi
Radliallahu anhum ajma’in dan
seterusnya
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadan
Sehingga kaum muslim selain bersandark
Firman Allah ta'ala yang artinya,
“(yaitu) orang-oran
Ulil Albab dari asal kata lubb (hati) yakni kaum muslim yang menundukka
Karunia hikmah dihujamkan
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“maka Allah mengilhamk
“Dan Kami telah menunjukka
Wabishah bin Ma’bad r.a. berkata: Saya datang kepada Rasulullah
Nawas bin Sam’an r.a. meriwayatk
Manusia tidak lagi dapat menggunaka
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati (ketiadaan
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan barangsiap
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar.
“Pada hari itu tidak berguna lagi harta dan anak-anak,
Manusia yang mendapat kemuliaan atau yang kembali ke sisi Allah yang Maha Mulia adalah mereka yang memperguna
Manusia yang bertaqwa adalah muslim yang dekat dengan Allah ta'ala sehingga menyaksika
Muslim yang menyaksika
Imam Qusyairi mengatakan
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah
Rasulullah
حَدَّثَنَ
Telah menceritak
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya
Beliau menjawab, “Bagaimana
“Bagaimana
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah,
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaik
Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifa
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhn
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh),
Muslim yang sholeh adalah tanda manusia yang bertaqwa atau manusia yang dekat dengan Allah ta'ala sehingga berkumpul dengan Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekiranya
“Sesungguhn
“Sesungguhn
“Tunjukilah
“Dan barangsiap
Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatka
Rasulullah
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah
Dalam hadits qudsi, “Allah berfirman yang artinya: “Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku
Abu Yazid al Busthami mengatakan
Sahl Ibn ‘Abd Allah at-Tustari
As Sarraj at-Tusi mengatakan
Dari Abu Umamah ra, Rasulullah
Rasulullah
Aku pernah mendengar Rasulullah
Wasiat seperti di atas yang pada umumnya disalahpah
Rasulullah
Imam Sayyidina Ali ra adalah bertindak sebagai Nabi namun bukan Nabi karena tidak ada Nabi setelah Rasulullah
Imam para Wali Allah yakni imam dari para kekasih Allah (Wali Allah) yakni hamba-hamb
Bumi ini tidak akan kosong dari Imam dan para Wali Allah. Setiap mereka wafat maka Allah Azza wa Jalla akan menggantik
Imam Sayyidina Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamb
Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhka
Al Qur’an tidak akan dipahami dengan benar tanpa Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan kami sekali-kal
Secara berjenjang
Sebagaiman
Assab’ul-m
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830