oleh Zon Jonggol
Hanya mengikuti pemahamann ya sendiri
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerah kan oleh Allah.
Demikian pula guru-guruk u, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut.
Barangsiap a yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia mengetahui makna la ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurun ya ada yang mengetahui hal tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka-rek a (kebohonga n), menipu manusia dan memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak dimilikiny a.” (Ibn Ghannam, Tarikh Najd hal. 310).
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab merasa atau mengaku aku bahwa hanya dialah yang dianugerah kan oleh Allah ta'ala akan pemahaman tauhid dan agama Islam. Beliau mengingkar i keilmuan guru-gurun ya dan para ulama lainnya yang semasa hidup dengannya.
Syaikh ( Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab ) berkata, “Segala puji dan karunia dari Allah, serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhn ya Allah ta’ala telah memberikan
hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang benar;
agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah termasuk
orang-oran g yang musyrik. Alhamdulil lah
aku bukanlah orang yang mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam
tertentu yang aku agungkan atau ajaran orang filsafat. Akan tetapi aku
mengajak kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kepada
sunnah Rasul-Nya shallallah u ‘alaihi wa sallam yang telah diwasiatka n
kepada seluruh umatnya. Aku berharap untuk tidak menolak kebenaran
jika datang kepadaku. Bahkan aku jadikan Allah, para malaikat-N ya serta seluruh makhluk-Ny a sebagai saksi bahwa jika datang kepada kami kebenaran darimu maka aku akan menerimany a dengan lapang dada. Lalu akan kubuang jauh-jauh semua yang menyelisih inya walaupun itu perkataan Imamku, kecuali perkataan Rasulullah shallallah u ‘alaihi wa sallam karena beliau tidak pernah menyampaik an selain kebenaran.” (Kitab ad-Durar as-Saniyya h: I/37-38)
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab merasa atau mengaku aku bahwa Allah ta'ala telah memberikan hidayah sehingga beliaulah yang beragama dengan benar. Beliau menyatakan anti kaum sufi dan akan meninggalk an perkataan seorang ulama walaupun telah berpredika t Imam, yang jika menurut pemahaman beliau telah menyelisih i perkataan Rasulullah shallallah u ‘alaihi wa sallam. Jadi beliau bertumpu pada perkataan Rasulullah shallallah u ‘alaihi wa sallam berdasarka n pemahamann ya sendiri.
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab diketahui pula tidak mau mempelajar i ilmu fiqih sebagaiman a informasi yang disampaika n oleh ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
عَبْدُ الْوَهَّاب ِ بْنُ سُلَيْمَان َ التَّمِيْم ِيُّ النَّجْدِي ُّ وَهُوَ وَالِدُ صَاحِبِ الدَّعْوَة ِ الَّتِيْ انْتَشَرَش َرَرُهَا فِي اْلأَفَاقِ لَكِنْ بَيْنَهُمَ ا تَبَايُنٌ مَعَ أَنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَتَظَاهَر ْ بِالدَّعْو َةِ إِلاَّ بَعْدَمَوْ تِ وَالِدِهِ وَأَخْبَرَ نِيْ بَعْضُ مَنْ لَقِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ عَمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ عَبْدَالْو َهَّابِ هَذَا أَنَّهُ كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمَّدٍ لِكَوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالْفِقْه ِكَأَسْلاَ فِهِ وَأَهْلِ جِهَتِهِ وَيَتَفَرّ َسُ فِيْه أَنَّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أَمْرٌ .فَكَانَ يَقُوْلُ لِلنَّاسِ: يَا مَا تَرَوْنَ مِنْ مُحَمَّدٍ مِنَ الشَّرِّ فَقَدَّرَ اللهُ أَنْ صَارَ مَاصَارَ
(ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah , yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-ter angan berdakwah kecuali setelah meninggaln ya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginform asikan
kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini,
bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar
ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-oran g di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat , “Hati-hati , kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-bena r terjadi.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah, hal. 275).
Dalam kitab al-Durar al-Saniyya h fi al-Ajwibat al-Najdiyy ah, kumpulan fatwa-fatw a ulama Wahhabi sejak masa pendirinya , yang di-tahqiq oleh Ulama Abdurrahma n bin Muhammad bin Qasim, ulama Wahhabi kontempore r, ada pernyataan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa ilmu fiqih dan kitab-kita b fiqih madzhab empat yang diajarkan oleh para ulama adalah ilmu syirik, sedangkan para ulama yang menyusunny a adalah syetan-sye tan manusia dan jin. (Al-Durar al-Saniyya h, juz 3 hal. 56).
Padahal untuk menetapkan hukum-huku m syara’ bedasarkan dalil syar’i tidak cukup dengan makna dzahir/ harfiah/ tertulis/ tersurat atau tidak cukup dengan metodologi "terjemahk an saja" dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminolo gi) saja sebagaiman a yang telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/10/07/ tak-cukup-a rti-bahasa /
Ilmu fiqh adalah hukum yang terinci pada setiap perbuatan manusia, baik halal, haram, makruh atau wajib beserta dalilnya masing-mas ing.
Adapun pengertian ‘ashl’ (jamaknya: ‘ushul’) menurut etimologi adalah dasar (fundamen) yang diatasnya dibangun sesuatu. Pengertian ini sama dengan pengertian ushul secara terminolog i, karena ushul fiqh menurut terminolog i adalah “dasar yang dijadikan pijakan oleh ilmu fiqh”.
Oleh karena itu Syeikh Kamaluddin ibn Himam di dalam Tahrir memberikan defenisi ushul fiqh: “ushul fiqh adalah pengertian tentang kaidah-kai dah yang dijadikan sarana (alat) untuk menggali hukum-huku m fiqh”. Atau dengan kata lain, ushul fiqh adalah kaidah-kai dah yang menjelaska n tentang cara (methode) pengambila n (penggalia n) hukum-huku m yang berkaitan dengan perbuatan manusia dari dalil-dali l syar’i. Sebagai contoh, ushul fiqh mnenetapka n, bahwa perintah (amar) itu menunjukka n hukum wajib, dan larangan (nahi) menunjukka n hukum haram dan lain lain.
Jadi Ushul Fiqh adalah pendekatan metodologi yang harus diikuti dalam penafsiran teks, atau dengan redaksi lain, Ushul Fiqh adalah tata bahasa dan ilmu pengetahua n yang harus diikuti dalam upaya menggali hukum dari sumber-sum bernya. Atau menjelaska n sumber-sum ber hukum fiqh yang sudah mendapatka n legitimasi syari’at seperti Al-Quran, Sunnah, konsensus, analogi, dan seterusnya .
Untuk memahami hukum bersumber dari Al Quran dan As Sunnah maka harus betul betul memahami gaya bahasa (uslub) yang ada dalam bahasa Arab dan cara penunjukka n lafazh nash kepada artinya. Para ulama ahli ushul fiqih mengarahka n perhatian mereka kepada penelitian terhadap uslub-uslu b dan ibarat-iba rat bahasa Arab yang lazim dipergunak an oleh sastrawan- sastrawan Arab dalam menggubah syair dan menyusun prosa. Dari penelitian ini, mereka menyusun kaidah-kai dah dan ketentuan- ketentuan yang dapat dipergunak an untuk memahami nash-nash syari’at secara benar sesuai dengan pemahaman orang Arab sendiri yang nash itu diturunkan dalam bahasa mereka.
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal rahimahull ah : Aku bertanya pada bapakku : “Ada seorang lelaki yang memiliki kitab-kita b mushannaf, di dalam kitab tersebut ada perkataan Rasulullah Shallallah u alaihi wa Sallam, para sahabat dan tabi’in, akan tetapi ia tidak meliliki ilmu untuk bisa mengetahui hadits yang lemah yang matruk dan tidak pula bisa membedakan hadits yang kuat dari yang lemah, maka bolehkah mengamalka n sesuai dengan apa yang dia inginkan dan memilih sekehendak nya lantas ia berfatwa dan mengamalka nnya?”. Beliau menjawab : “Tidaklah boleh mengamalka nnya
sehingga ia bertanya dari apa yang ia ambil, maka hendaknya ia
beramal di atas perkara yang shahih dan hendaknya ia bertanya tentang
yang demikian itu kepada ahli ilmu” (lihat i’lamul muwaqi’in 4/179)
Kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menggali sendiri dari Al Qur’an dan As Sunnah seperti
a. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-da lamnya, karena al-Quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaika n Rasulullah Shallallah u ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertian nya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainy a bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkut an dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
b. Mengetahui
dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin
menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah
padahal tidak menguasai sifat lafad-lafa d
dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada
lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan,
ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq,
ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz
hakikat. Semua itu masing-mas ing mempengaru hi hukum-huku m yang terkandung di dalamnya.
c. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-ma salah yaqiniyah qath’iyah.
d. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.
e. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubunga n dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah.
Bagi yang tidak memiliki sanad ilmu dan kompetensi
di atas maka termasuk orang awam (bukan ahli istidlal) sehingga tidak
ada jalan lain kecuali taqlid kepada imam mujtahid yang dapat
dipertangg ungjawabka n kemampuann ya.
Diantara para mujtahid yang madzhabnya mudawwan adalah empat imam mujtahid, yaitu:
- Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit;
- Imam Malik bin Anas;
- Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’ i ; dan
- Imam Ahmad bin Hanbal.
Jadi bermazhab adalah sebuah kebutuhan bagi kaum muslim yang tidak lagi bertemu dengan Salafush Sholeh.
Memang Al Qur’an adalah kitab dalam “bahasa arab yang jelas” (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195). namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-oran g yang berkompete n (ahlinya).
Allah ta’ala berfirman yang artinya
“Kitab yang dijelaskan ayat-ayatn ya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3)
“Maka bertanyala h kepada orang yang mempunyai pengetahua n jika kamu tidak mengetahui .” [QS. an-Nahl : 43]
Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhka n seorang penunjuk.
Al Qur'an tidak akan dipahami dengan benar tanpa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sebagai seorang penunjuk
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan kami sekali-kal i tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhn ya telah datang rasul-rasu l Tuhan kami, membawa kebenaran“. (QS Al A’raf [7]:43)
Penunjuk para Sahabat adalah Rasulullah shallallah u
alaihi wasallam. Penunjuk para Tabi’in adalah para Sahabat. penunjuk
para Tabi’ut Tabi’in adalah para Tabi’in dan penunjuk kaum muslim
sampai akhir zaman adalah Imam Mazhab yang empat.
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaiman a apa yang disampaika n oleh lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran
talaqqi adalah sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya
digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk
kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah -Shollalla hu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaan nya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan : “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu menyandark an) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandark an sandaran, yang mana ia diangkatka n kepada yang berkata. Maka menyandark an perkataan berarti mengangkat kan perkataan (mengembal ikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan tersebut)“ .
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarik an oleh ulama dan universita s Al-Azhar Asy-Syarif . Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-ab ad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis . Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan
Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah
terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah
warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32)
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan nya (sanad ilmu)”
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiap a tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisih i pendapat gurunya dan guru-gurun ya terdahulu serta berakhlak baik
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandara n seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan.
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekk an oleh Nabi shallallah u alaihi wasallam ketika memberikan
ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam
keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhn ya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya‘ .
Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan Al Qur’an dari empat
orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Salim, maula Abu
Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaik an “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya
karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia
salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia
tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal
pikirannya sendiri),
maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh
baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang
kita bisa tanya jika kita mendapatka n masalah”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Barangsiap a menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Suatu ketika Rasulullah shallallah u alaihi wasallam mengadu kepada Tuhan: “Aku akan meninggalk an dunia ini, Aku akan meninggalk an umatku. Siapakah yang akan menuntun mereka setelahku? Bagaimana nasib mereka sesudahku?”
Allah ta’ala lalu menurunkan firman-Nya :
walaqad atainaaka sab’an mina almatsaani i wal wur’aana al’azhiima (QS Al Hijr [15] : 87) “Kami telah mengarunia kanmu Assab’ul-m atsani dan al-Qur’an yang agung..” (Q.S. 15:87)
Assab’ul-m atsani dan al-Qur’an, dua pegangan yang menyelamat kan kita dari kesesatan, dua perkara yang telah membuat Rasulullah shallallah u alaihi wasallam tenang meninggalk an umat.
Al Qur’an kita telah mengetahui nya lalu apakah yang dimaksud dengan Assab’ul-m atsani ?
“Sab’an minal-mats ani” terdiri dari tiga kata; Sab’an, Min dan al-Matsani . Sab’an berarti tujuh. Min berarti dari. Sementara al-Matsani adalah bentuk jama’ dari Matsna yang artinya dua-dua. Dengan demikian maka Matsani berarti empat-empa t (berkelomp ok-kelompo k, setiap kelompok terdiri dari empat).
Dalam sebuah hadits Rasul menyebutka n bahwa Assab’ul-m atsani itu adalah surat Fatihah. Itu benar, namun yang dimaksud oleh hadits tersebut adalah bahwasanya Assab’ul-m atsani (tujuh kelompok) itu telah diisyaratk an oleh salah satu ayat dalam surat Fatihah, tepatnya pada firman-Nya :
” اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم “
"Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-oran g yang Engkau karuniai nikmat". (QS Al Fatihah [1]:6-7)Me reka itulah Assba’ul-m atsani, sebagaiman a firman Allah :
” الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا “
"Orang-oran g yang dikaruniai nikmat oleh Allah adalah: Para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-oran g shalih, mereka itulah sebaik-bai k teman". (QS An Nisaa [4]: 69)
Mereka itulah Assab’ul-m atsani yakni orang-oran g yang telah dikaruniai
nikmat oleh Allah ta’ala sehingga berada pada jalan yang lurus dan
menjadi seorang penunjuk yang patut untuk diikuti dalam memahami kitab
petunjuk (Al Qur’an) sehingga menyelamat kan kita dari kesesatan serta menghantar kan kita mencapai kebahagian dunia dan akhirat
Imam Mazhab yang empat adalah termasuk Assab’ul-m atsani yang menghantar kan kepada kebahagiaa n dunia dan akhirat, sebagaiman a pula telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/09/17/ seorang-pen unjuk Sedangkan Assab’ul-m atsani lainnya telah disampaika n dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/09/16/ yang-dikaru niai-nikma tnya/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerah
Demikian pula guru-guruk
Barangsiap
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab merasa atau mengaku aku bahwa hanya dialah yang dianugerah
Syaikh ( Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab ) berkata, “Segala puji dan karunia dari Allah, serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhn
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab merasa atau mengaku aku bahwa Allah ta'ala telah memberikan
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab diketahui pula tidak mau mempelajar
عَبْدُ الْوَهَّاب
(ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah
Dalam kitab al-Durar al-Saniyya
Padahal untuk menetapkan
Ilmu fiqh adalah hukum yang terinci pada setiap perbuatan manusia, baik halal, haram, makruh atau wajib beserta dalilnya masing-mas
Adapun pengertian
Oleh karena itu Syeikh Kamaluddin
Jadi Ushul Fiqh adalah pendekatan
Untuk memahami hukum bersumber dari Al Quran dan As Sunnah maka harus betul betul memahami gaya bahasa (uslub) yang ada dalam bahasa Arab dan cara penunjukka
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal rahimahull
Kompetensi
a. Mengetahui
b. Mengetahui
c. Mengetahui
d. Mengetahui
e. Mengetahui
Bagi yang tidak memiliki sanad ilmu dan kompetensi
Diantara para mujtahid yang madzhabnya
- Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit;
- Imam Malik bin Anas;
- Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’
- Imam Ahmad bin Hanbal.
Jadi bermazhab adalah sebuah kebutuhan bagi kaum muslim yang tidak lagi bertemu dengan Salafush Sholeh.
Memang Al Qur’an adalah kitab dalam “bahasa arab yang jelas” (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195). namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-oran
Allah ta’ala berfirman yang artinya
“Kitab yang dijelaskan
“Maka bertanyala
Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhka
Al Qur'an tidak akan dipahami dengan benar tanpa Rasulullah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan kami sekali-kal
Penunjuk para Sahabat adalah Rasulullah
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaiman
Salah satu ciri dalam metode pengajaran
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaan
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkan
Imam Syafi’i ~rahimahul
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisih
Asy-Syeikh
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekk
Rasulullah
Ulama keturunan cucu Rasulullah
Rasulullah
Suatu ketika Rasulullah
Allah ta’ala lalu menurunkan
walaqad atainaaka sab’an mina almatsaani
Assab’ul-m
Al Qur’an kita telah mengetahui
“Sab’an minal-mats
Dalam sebuah hadits Rasul menyebutka
” اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم “
"Ya Allah, tunjukilah
” الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا “
"Orang-oran
Mereka itulah Assab’ul-m
Imam Mazhab yang empat adalah termasuk Assab’ul-m
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830