Membongkar
Kesesatan Ajaran Wahabi Yang Membagi Tauhid Kepada 3 Bagian : Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah, Tauhid Asma' Wash-shifat
Oleh AQIDAH AHLUSSUNNAH :
ALLAH ADA TANPA TEMPAT
Pendapat kaum Wahabi yang
membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan
tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yan menyesatkan. Pembagian
tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an,
hadits, dan tidak ada seorang-pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja
yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut.
Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum
Musyabbihah masa sekarang; mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun
sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
Di antara dasar yang dapat
membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah:
أمِرْتُ
أنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتىّ يَشْهَدُوْا أنْ لاَ إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّيْ رَسُوْل
اللهِ، فَإذَا فَعَلُوْا ذَلكَ عُصِمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إلاّ
بِحَقّ (روَاه البُخَاريّ)
“Aku diperintah untuk
memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang
berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka
melakukan itu maka terpelihara dariku darang-darah mereka dan harta-harta mereka
kecuali karena hak”. (HR al-Bukhari).
Dalam hadits ini Rasulullah
tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang
yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk
Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits
ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha
Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah maka orang ini
telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari
Rasulullah, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di
antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah medapat kabar gembira akan masuk
ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab
Shahih-nya.
Tujuan kaum Musyabbihah
membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan
orang-orang Islam ahi tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad, atau
dengan seorang wali Allah dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang
yang melakukan tawassul seperti itu tidak mentauhidkan Allah dari segi tauhid
Ulûhiyyah. Demikian pula ketika mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asmâ’ Wa
ash-Shifât, tujuan mereka tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang
melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum
Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras dalam memegang teguh
zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Bahkan mereka
mengatakan: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil
sama saja dengan mengingkari sifat-sifat Allah. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih
di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga
bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku
memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah. Bagaimana mereka
tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang
sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka,
ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga
harus dengan pengakuan tauhid Rubûbiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits
Rasulullah di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman
kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan
pengakuan kerasulan Nabi Muhammad maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi
sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah
ketika beliau masih hidup. Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha
Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah orang tersebut dihukumi
sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya
untuk melaksanakan shalat sebelum memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya;
sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi
dalam Kitâb al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru;
mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata telah
menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Mereka tidak paham bahwa
”Ulûhiyyah” itu sama saja dengan ”Rubûbiyyah”, bahwa ”Ilâh” itu sama saja
artinya dengan ”Rabb”.
Kemudian kita katakan pula
kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan
dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur
adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan
dengan ”Man Ilahuka?”. Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua
Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus
diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah
jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid
Rubûbiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Ulûhiyyah!!”. Inilah pemahaman
yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban
seorang mukmin dikuburnya kelak. Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan
kata ”Ilâh”, demikian pula ”tauhid Ulûhiyyah” sama saja dengan ”tauhid
Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh
al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis
sebagai berikut:
”Tauhid Ulûhiyyah masuk
dalam pengertian tauhid Rubûbiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil
janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu
Bi Rabbikum?”. Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?”.
Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rubûbiyyah, karena sesungguhya sudah
secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti
ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna
”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di
kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian
ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna
tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Ulûhiyyah.
Di antara yang sangat
mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap
seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan
seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya:
”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rubûbiyyah dan
tauhid Ulûhiyyah. Tauhid Rubûbiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh
orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Ulûhiyyah adalah
adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Ulûhiyyah inilah
yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rubûbiyyah saja
tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia
mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid?!
Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari
neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun
ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah
diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam
hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang
kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah
merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Ulûhiyyah
dan tauhid Rubûbiyyah?! Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar
terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?! Padalah sesungguhnya seorang yang telah
mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang
telah memusyrikan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi
seluruh orang Islam tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb”
yang juga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”; bahwa
hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka menafikan Ulûhiyyah
dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka menafikan Rubûbiyyah dari selain
Ilâh mereka. Mereka menetapkan ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada
Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada
keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.
(Masalah): Para ahli bid’ah
dari kaum Musyabbihah biasanya berkata: ”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh
Allah adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Ulûhiyyah; yaitu
agar mereka mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Adapun tauhid
Rubûbiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa
Allah adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka
tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik
orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah dalam
QS. Luqman:
وَلَئِن
سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان:
25)
“Dan jika engkau bertanya
kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka
mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka
ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh
orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam
tauhid Rubûbiyyah?! Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir
mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di
lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang
mengesakan Allah dan mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Terbukti
bahwa mereka menyekutukan Allah, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah
kepada selain Allah. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai
ahli tauhid?! Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak
masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah!
Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam
bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid
Rubûbiyyah saja, tapi juga harus bertauhid Ulûhiyyah! Oleh karena itu di dalam
al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang
di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:
أَأَرْبَابٌ
مُتَفَرّقُوْنَ خَيْرٌ أمِ اللهُ الْوَاحِدُ الْقَهّار (يوسف: 39
”Adakah rabb-rabb yang
bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak
ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf
menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah sebagai Rabb yang berhak
disembah.
Perkataan kaum Musyabbihah
dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Ulûhiyyah (Ilâh) adalah
pengakuan hanya Allah saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang
menyesatkan, karena tauhid Rubûbiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah
yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas. Dengan
demikian Allah adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah adalah Ilâh yang
berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan
makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi
al-Haddad di atas.
Dalam majalah Nur al-Islâm,
majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif
Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan
judul “Kritik atas pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah” yang telah
ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365
H), sebagai berikut:
[[“Sesungguhnya pembagian
tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah adalah pembagian yang tidak pernah
dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat
yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat
tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila
ada seseorang yang hendak masuk Islam, Rasulullah tidak mengatakan kepadanya
bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau
tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Ulûhiyyah (selain
Rubûbiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau
dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.
Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang
padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada Ulûhiyyah dan
Rubûbiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali
pembagian tauhid ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah:
وَلَئِن
سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَيَقُولَنَّ اللهُ (لقمان:
25)
“Dan jika engkau bertanya
kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka
mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan
perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak
keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak
memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen
yang sangat nyata (bahwa hanya Allah yang berhak disembah). Bahkan, apa yang
mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah) ”secuil”-pun tidak ada di
dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan
ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka
menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah?! Benar, mereka
adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dari mulai perkara-perkara sepele
hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah, bagaimana
mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah tentang
orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
إِن
نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ (هود: 54)
”Kami katakan bahwa tidak
lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami”
(QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah
berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan
mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn
Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa
yang telah difirmankah Allah?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah
tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
وَجَعَلُوا
للهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَاْلأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا للهِ
بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَاكَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَيَصِلُ إِلَى
اللهِ وَمَاكَانَ للهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ (الأنعام:
136)
”Lalu mereka berkata sesuai
dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”.
Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai
kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian
tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini
orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas
Allah dalam perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat
lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah berkata kepada
mereka:
و
َمَانَرَى مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ
شُرَكَاؤُا (الأنعام: 94)
”Dan Kami tidak melihat
bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu
anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu”(QS. al-An’am:
94).
Dalam ayat ini dengan
sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa
sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya
mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan
Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak:
”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar
mereka). Lalu Rasulullah menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall”
(Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini
semua maka anda akan paham sejauh mana kesesatan mereka yang membagi tauhid
kepada dua bagian tersebut!! Dan anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah
yang telah menyamakan antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang
musyrik para penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam
tauhid Rubûbiyyah!”. [ Oleh Cah
Bayi
].