PERTANYAAN
:
Assalamu 'alaykum
warahmatullahi wabarakaatuh... Pertanyaan titipan malih, jika ada anak yang
belum baligh melakukan perbuatan maksiat, siapakah yang menanggung dosanya ? Si
anak tersebut atau orang tuanya ? Sebelum dan sesudahnya syukran, jazakumullah
khoir. [Ayda
Az-zahra].
JAWABAN
:
Wa'alaikumsalam
Warohmatullaahi Wabarokaatuh. Bila seorang anak melakukan maksiat maka tidak ada
yang terbebani dosa baik untuk seorang anak itu sendiri atau orang tuanya, namun
demikian bagi orang tua diwajibkan mengajarkan dan memerintahkan pada anak
mengerjakan segala kebaikan dan menjauhi kejelekan sejak dini demi
mempersiapkannya menjadi insan yang cakap, tangkas dan giat beribadah saat ia
telah memasuki usia dewasa.
أن
رسو الله صلى الله عليه وسليم قال: (رفع القلم عن ثلاثة: عن الصبي حتى يبلغ، وعن
النائم حتى يستيقظ، وعن المعتوه حتى يبرأ)
Nabi Muhammad SAW bersabda
: “Terangkat pena dari seorang bocah hingga ia baligh (dewasa), dari orang yang
tidur hingga ia bangun, dan dari orang yang hilang kesadarannya hingga ia
sembuh”
قال
ابن حبان : المراد برفع القلم ترك كتابة الشر عليهم دون الخير قال الزين العراقي :
وهو ظاهر في الصبي دون المجنون والنائم لأنهما في حيز من ليس قابلا لصحة العبادة
منهم لزوال الشعور فالمرفوع عن الصبي قلم المؤاخذة لا قلم الثواب لقوله عليه الصلاة
والسلام للمرأة لما سألته : ألهذا حج قال : نعم.
Ibn Hibban berkata “Yang
dimaksud terangkatnya pena dalam hadits diatas adalah tidak tertulisnya catatan
kejelekan tapi tertulisnya catatan kebaikan untuk mereka”. AZ-Zain al’Iraaqy
menambahkan bahwa yang demikian nyata dalam kasus bocah kecil tapi tidak untuk
orang yang tidur dan orang yang gila karena keduanya tergolong orang-orang yang
tidak diterima keabsahan ibadahnya sebab keduanya menjalankannya diluar
kesadaran, dengan demikian yang terangkat adalah pena siksaan hukuman bukan pena
pemberian ganjaran berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW saat ditanya seorang
wanita, “apakah yang ini tergolong haji ?” Nabi menjawab “Ya”. [ Faidh al-Qadiir
IV/47 ].
ذكر
بن حبان أن المراد برفع القلم ترك كتابة الشر عنهم دون الخير وقال شيخنا في شرح
الترمذي هو ظاهر في الصبي دون المجنون والنائم لأنهما في حيز من ليس قابلا لصحة
العبادة منه لزوال الشعور
Ibn Hibban menuturkan “Yang
dimaksud terangkatnya pena dalam hadits diatas adalah tidak tertulisnya catatan
kejelekan tapi tertulisnya catatan kebaikan untuk mereka”. Guru kami dalam Syarh
at-Tirmidzy menambahkan bahwa yang demikian nyata dalam kasus bocah kecil tapi
tidak untuk orang yang tidur dan orang yang gila karena keduanya tergolong
orang-orang yang tidak diterima keabsahan ibadahnya sebab keduanya
menjalankannya diluar kesadaran. [ Fath al-Baari 12/121 ].
ويجب
أيضا على من مر نهيه عن المحرمات وتعليمه الواجبات ونحوها من سائر الشرائع الظاهرة
ولو سنة كسواك وأمره بذلك
ولا
ينتهي وجوب ما مر على من مر إلا ببلوغه رشيدا وأجرة تعليمه ذلك كالقرآن والآداب في
ماله ثم على أبيه ثم على أمه
“Dan wajib bagi orang yang
telah tersebut diatas melarangnya dari hal-hal yang diharamkan dan
mengajarkannya tentang kewajiban-kewajiban dan ajaran-ajaran syariat dhahir
lainnya meskipun hal-hal yang sunah seperti siwak dan wajib memerintahkannya
mengerjakan ajaran-ajaran tersebut. Dan kewajiban mengajarkan dan memerintahnya
tidak terbatas hingga ia mencapai usia dewasa dalam keadaan rasyid (pintar),
Biaya pembelajarannya seperti pembelajaran al-Quran, adab dan ilmu lainnya
dibebankan pada harta anak tersebut, kemudian bila tidak mampu pada ayahnya
kemuadian pada ibunya [Fath al-Mu’in I/25]. Wallaahu A'lamu Bis Showaab.
[Masaji
Antoro].
Link Asal :
www.fb.com/groups/piss.ktb/454877057868441/