Banyak orang mengerjakan
shalat Tarawih dengan cara 4 rakaat sekali salam, 4 rakaat sekali salam, dengan
dalil hadis Siti Aisyah sebagai berikut:
مَا
كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي
أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ يَا عَائِشَةُ
إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.
Artinya: Rasulullah tidak
pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan
lainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya
tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau
bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian
aku bertanya ”Ya Rasulullah apakah kamu tidur sebelum shalat Witir”? Kemudian
beliau menjawab: ”Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah
tidur”.
Banyak orang terkecoh dan
terjebak dalam memahami penjelasan Imam Muhammad al-Shan’âniy dalam kitab Subul
al-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm, sehingga mereka mengatakan tata cara shalat
Tarawih dengan 4 rakaat sekali salam disebutkan dalam kitab itu. Untuk menjawab
tuduhan itu, mari kita lihat secara langsung redaksi Imam Muhammad al-Shan’âniy,
sebagai berikut:
وَعَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى
عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ فَصَّلَتْهَا بِقَوْلِهَا ( يُصَلِّي أَرْبَعًا )
يُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا
مُنْفَصِلَاتٌ وَهُوَ بَعِيدٌ إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ صَلَاةُ اللَّيْلِ
مَثْنَى مَثْنَى .
Artinya; Rasulullah tidak
pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan
lainnya lebih dari 11 rakaat. Kemudian Siti A’isyah merincikan shalat Rasulullah
dengan perkataannya:”Beliau shalat 4 rakaat”. Redaksi ini memiliki kemungkinan 4
rakaat dilakukan sekaligus dengan 1 salam, ini adalah yang zhahir, dan juga bisa
dipahami 4 rakaat itu dilakukan secara terpisah (2 rakaat- 2 rakaat), tetapi
pemahaman ini jauh hanya saja ia sesuai dengan hadis Shalat malam itu dilakukan
dengan 2 rakaat- 2 rakaat.
[1] Maksud perkataan Imam
Muhammad al-Shan’âniy:” 4 rakaat dilakukan dengan sekali salam, dipahami menurut
zhahir/tekstual hadis. Sedangkan pelaksanaan 4 rakaat dengan 2 salam menjadi
jauh bila tidak ada keterangan dari hadis lain. Tetapi 4 rakaat dengan cara 2
salam memiliki kekuatan dengan adanya keterangan hadis Shalat malam itu
dilakukan dengan 2 rakaat- 2 rakaat.
Dalam hal ini Imam Syafii
mengatakan dalam kitab al-Risâlah sebagai berikut:
فَكُلُّ
كَلَامٍ كَانَ عَامًا ظَاهِرًا فِي سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ فَهُوَ عَلَى ظُهُوْرِهِ
وَعُمُوْمِهِ حَتَّى يُعْلَمَ حَدِيْثٌ ثَابِتٌ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ .
Artinya: “Setiap perkataan
Rasulullah dalam hadis yang bersifat umum/zhahir diberlakukan kepada arti zhahir
dan umumnya sehingga diketahui ada hadis lain yang tetap dari
Rasulullah”.
[2] Maksud dari perkataan
Imam Syafii adalah redaksi hadis yang masih bersifat umum/zhahir, boleh-boleh
saja dipahami demikian adanya, dengan catatan selama tidak ada keterangan lain
dari hadis Rasulullah. Tetapi bila ditemukan hadis Rasulullah yang menjelaskan
redaksi zhahir dan umum satu hadis, maka hadis tersebut tidak boleh lagi
dipahami secara zhahir dan umum.Jika hendak dipertentangkan, hadis tentang
shalat yang dikerjakan 2-2 lebih kuat dan lebih banyak diamalkan oleh umat sebab
ia merupakan hadis Qauliy (perkataan Nabi) dalam riwayat lain dikatakan juga
sebagai hadis Fi’liy (perbuatan Nabi), sedangkan hadis Siti Aisyah 4-4 hanya
merupakan hadis Fi’liy (perbuatan Nabi). Ketika terjadi perbedaan antara
perkataan Nabi dengan perbuatannya maka yang harus dilakukan umatnya adalah
mengamalkan apa yang diperintahkannya (perkataannya), sebabnya adalah lantaran
perbuatan Nabi bisa jadi merupakan kekhususan bagi beliau yang tidak berlaku
bagi umatnya.
Contohnya adalah tentang
kandungan surat annisa ayat 3 sebagai perintah Nabi kepada para sahabat dan
umatnya agar tidak memiliki istri lebih dari 4 orang. Padahal beliau sendiri di
akhir hayatnya meninggalkan 9 orang istri. Dalam hal ini yang berlaku adalah
kita tetap tidak boleh memiliki istri lebih dari 4. Sementara beristri lebih
dari 4 merupakan kekhususan yang hanya boleh bagi Nabi. Dengan kaidah ini, maka
mengerjakan shalat malam dengan 2-2 rakaat lebih tepat ketimbang mengerjakannya
dengan 4-4 rakat sekali salam, sebab bisa jadi shalat 4-4 rakaat merupakan
sesuatu yang khusus bagi Nabi.Masih ada cara lain yang paling mudah untuk
memahami hadis Siti Aisyah yakni dengan mencari ucapan Aisyah sendiri pada lain
kesempatan. Kita tentu berhak mempertanyakan kembali apakah yang dimaksud Siti
Aisyah 4 rakaat benar-benar sekali salam ? Ternyata Siti Aisyah sendiri sebagai
periwayat hadis 4-4 menjelaskan dalam hadis lain bahwa yang dimaksud dengan 4
rakaat pelaksanaannya adalah dengan 2-2. Perhatikanlah penjelasan Siti Aisyah
pada hadis berikut ini :
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي
يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ
بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ
صَلَاةِ الْفَجْرِ وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ قَامَ
فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ
حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلْإِقَامَةِ.
Artinya: Dari Aisyah
berkata: ”Seringkali Rasulullah melakukan shalat antara selesai shalat Isya yang
disebut orang dengan shalat ’Atamah sampai Fajar beliau mengerjakan shalat 11
rakaat, beliau melakukan salam pada tiap 2 rakaat dan melakukan 1 rakaat Witir.
Apabila seorang Muadzzin selesai dari azan shalat Shubuh yang menandakan fajar
telah datang, Muadzzin tersebut mendatangi beliau beliau pun melakukan shalat 2
rakaat ringan setelah itu beliau berbaring (rebah-rabahan) atas lambungnya yang
kanan sampai Muadzzin itu mendatangi beliau untuk Iqamah.Hadis tersebut
disebutkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya hadis no: 1216, Imam al-Hakim
dalam al-Mustadrak hadis no: 1671, Imam al-Darimiy dalam sunannya hadis no:
1447, Imam al-Bayhaqiy dalam al-Sunan al-Shughra hadis no: 600, al-sunan
al-Kubra hadis no: 4865 dan Ma’rifah Sunan Wa al-Atsar hadis no.
1435.
Dalam risalah
الجـواب
الصحيح لمن صلى أربعا بتسليمة من التراويــح,
penulis telah sebutkan
lebih dari 80 kitab Mu’tabar dari berbagai cabang ilmu, baik dari keterangan
kitab Syarh hadis, fiqh, Ushul Fiqh dan Taswwuf, yang menyatakan bahwa shalat
Tarawih yang dikerjakan dengan 4 rakaat sekali salam itu tidak sah. Di antaranya
:
1. Imam Nawawiy
al-Dimasyqiy:
يَدْخُلُ
وَقْتُ التَّرَاوِيْحِ بِالْفَرَاغِ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ ذَكَرَهُ الْبَغَوِيُّ
وَغَيْرُهُ وَيَبْقَى إِلَى طُلُوْعِ اْلفَجْرِ وَلْيُصَلِّهَا رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ كَمَا هُوَ اْلعَادَةُ فَلَوَْصَلَّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
بِتَسْلِيْمةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ الْقَاضِى حُسَيْنٌ فيِ فَتَاوِيْهِ ِلاَنَّهُ
خِلاَفُ الْمَشْرُوْعِ قَالَ وَلاَ تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ بَلْ يَنْوِى
سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ أَوْ صَلاَةَ التَّرَاوِيحِ أَوْ قِيَامَ رَمَضَانَ
فَيَنْوِيْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ مِنْ صَلاَةِ التَّرَاوِيحِ .
)المجموع شرح المهذب : ج 4 ص : 38 (دار الفكر 2000)
Artinya:”Masuk waktu shalat
Tarawih itu setelah melaksanakan shalat Isya. Imam al-Baghawi dan lainnya
menyebutkan: “waktu tarawih masih ada sampai terbit fajar”. Hendaklah seseorang
mengerjakan shalat Tarawih dengan dua rakaat- dua rakaat, sebagaimana kebiasaan
shalat sunah lainnya. Seandainya ia shalat dengan 4 rakaat dengan satu salam,
maka shalatnya tidak sah. Hal ini telah dikatakan oleh al-Qâdhi Husain dalam
fatwanya, dengan alasan hal demikian menyalahi aturan yang telah disyariatkan.
Al-Qâdhi juga berpendapat seorang dalam shalat Tarawih ia tidak boleh berniat
mutlak, tetapi ia berniat dengan niat shalat sunah Tarawih, shalat Tarawih atau
shalat Qiyam Ramadhan. Maka ia berniat pada setiap 2 rakaat dari shalat
Tarawih.
2. Imam Ahmad Ibn Hajar
al-Haytamiy:
اَلتَّرَاوِيْحُ
عِشْرُوْنَ رَكْعَةً , وَيَجِبُ فِيْهَا أَنْ تَكُوْنَ مَثْنَى بِأَنْ يُسَلِّمَ
مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ , فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ
لِشِبْهِهَا بِاْلفَرْضِ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ
بِخِلاَفِ نَحْوِ سُنَّةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ . )فتح الجواد
شرح الارشاد :ج 1 ص : 163 (مكتبة اقبال حاج ابراهيم سيراغ ببنتن 1971)
Artinya: Shalat Tarawih itu
20 rakaat, wajib dalam pelaksanaanya dua-dua, dikerjakan dua rakaat-dua rakaat.
Bila seseorang mengerjakan 4 rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah
karena hal tersebut menyerupai shalat fardhu dalam menuntut berjamaah, maka
jangan dirubah keterangan sesuatu yang telah warid (datang). Lain halnya dengan
shalat sunah Zuhur dan Ashar (boleh dikerjakan empat rakaat satu salam) atas
Qaul Mu’tamad.
3. Imam Muhammad Ibn Ahmad
al-Ramliy:
وَلَا
تَصِحُّ بِنِيَّةٍ مُطْلَقَةٍ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ بَلْ يَنْوِي رَكْعَتَيْنِ
مِنْ التَّرَاوِيحِ أَوْ مِنْ قِيَامِ رَمَضَانَ .وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا
بِتَسْلِيمَةٍ لَمْ يَصِحَّ إنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا ، وَإِلَّا صَارَتْ
نَفْلًا مُطْلَقًا ؛ لِأَنَّهُ خِلَافُ الْمَشْرُوعِ.) نهاية المحتاج شرح المنهاج :
ج 1 ص :127 (دار الفكر 2004)
Artinya: Tidak sah shalat
Tarawih dengan niat shalat Mutlak, seharusnya seseorang berniat Tarawih atau
Qiyam Ramadhan dengan mengerjakan salam pada setiap 2 rakaat. Seandainya
seseorang shalat Tarawih dengan 4 rakaat satu salam, jika ia sengaja-ngaja dan
mengetahui maka shalatnya tidak sah. Kalau tidak demikian maka shalat itu
menjadi shalat sunah Mutlak, Karena menyalahi aturan yang
disyariatkan”.
4. Imam Muhammad
al-Zarkasyiy:
صَلاَةُ
التَّرَاوِيْحِ وَهِيَ عِشْرُونَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ وَحَكَى
الرُّوْيَانِيُّ عَنِ اْلقَدِيْمِ أَنَّهُ لاَحَصْرَ لِلتَّراوِيْحِ وَهُوَ
غَرِيْبٌ . وَيُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا
بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ يَصِحَّ ذَكَرَهُ فِي التَّحْقِيْقِ وِثَاقًا لِلْقَاضِي
حُسَيْنٍ فِي فَتَاوِيْهِ وَلِأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ فَعْلُهَا سِتًّا وَثَلاَثِيْنَ
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَاْلأَصْحَابُ : مِنْ خَصَائِصِهِمْ . (الديباج في توضيح
المنهاج : ج 1 ص : 198 (دار الحديث 2005)
Artinya: Shalat Tarawih
dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Imam al-Rûyâniy menghikayatkan pendapat
dari Qaul Qadim ”Sesungguhnya pernyataan shalat Tarawih tidak ada batasan adalah
pendapat yang Gharib (aneh)”. Seseorang yang mengerjakan shalat Tarawih
hendaknya memberi salam pada tiap 2 rakaatnya. Seandainya seseorang shalat 4
rakaat dengan satu salam, maka shalatnya tidak sah. Imam Nawawiy al-Dimasyqiy
telah menyebutkan hal itu dalam kitabnya al-Tahqîq, yang bersandar kepada
al-Qâdhi Husain dalam fatâwanya. Adapun penduduk kota Madinah mereka mengerjakan
shalat Tarawih 36 rakaat. Imam Syafii dan para pengikutnya berkata:” Khusus bagi
penduduk Madinah saja”. Wallohu a'lam. [ by H. Rizki
Zulqornain Cakung ].