PERTANYAAN
:
Assalamu alaikum, Ada teman
yang nanya : Bagaimana hukumnya mengkhitan khuntsa (transeksual, orang yang
berkelamin ganda) ? [Abdurrahman
As-Syafi'i].
JAWABAN
:
Wa'alaikumsalam. Hukum
khitan bagi KHUNTSA diperselisihkan di antara ulama, Imam an-Nawawy menshahihkan
pendapat yang mengharamkannya namun bila ia mampu mengkhitani dirinya sendiri
lakukanlah khitan sendiri.
وَيَحْرُمُ
خِتَانُ الْخُنْثَى الْمُشْكِلِ مُطْلَقًا أَيْ سَوَاءٌ أَكَانَ قبل الْبُلُوغِ
أَمْ بَعْدَهُ لِأَنَّ الْجُرْحَ لَا يَجُوزُ بِالشَّكِّ وَهَذَا ما صَحَّحَهُ في
الرَّوْضَةِ وَنَقَلَهُ عن الْبَغَوِيّ وقال ابن الرِّفْعَةِ الْمَشْهُورُ
وُجُوبُهُ في فَرْجَيْهِ جميعا لَيُتَوَصَّلَ إلَى الْمُسْتَحَقِّ وَعَلَيْهِ قال
النَّوَوِيُّ إنْ أَحْسَنَ الْخَتْنَ خَتَنَ نَفْسَهُ وَإِلَّا ابْتَاعَ أَمَةً
تَخْتِنُهُ فَإِنْ عَجَزَ عنها تَوَلَّاهُ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ لِلضَّرُورَةِ
كَالتَّطْبِيبِ
Dan haram mengkhitani
KHUNTSA (orang dengan dua alat kelamin, jantan dan wanita) secara mutlak artinya
baik sebelum ia baligh atau setelahnya karena mencederai tidak dibenarkan
didasari keraguan, ini adalah pendapat yang dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam
kitab ar-Raudhah yang dinukil oleh al-Baghowy. Ibn Rif’ah menyatakan “Yang
mashur juga diwajibkan khitan baginya pada dua kelaminnya secara keseluruhan
agar dapat meraih hak-haknya.
Imam Nawawy menambahkan
“Bila ia dapat mengkhitani dirinya sendiri dengan baik dan sempurna, jalanilah,,
bila tidak maka belilah wanita sahaya agar mengkhitaninya, bila tidak mampu
membelinya maka perintahlah laki-laki dan wanita mengkhitaninya karena unsur
darurat sebagaimana bolehnya berobat (pada lain jenis). [ Asnaa Al-Mathaalib
IV/164 ].
لَا
يَجِبُ خِتَانُ الْخُنْثَى الْمُشْكِلِ ، بَلْ لَا يَجُوزُ لِامْتِنَاعِ الْجُرْحِ
مَعَ الْإِشْكَالِ ، وَقِيلَ : يُخْتَنُ فَرْجَاهُ بَعْدَ بُلُوغِهِ وَرَجَّحَهُ
ابْنُ الرِّفْعَةِ ، فَعَلَيْهِ يَتَوَلَّاهُ هُوَ إنْ أَحْسَنَهُ ، أَوْ يَشْتَرِي
أَمَةً تُحْسِنُهُ ، فَإِنْ عَجَزَ تَوَلَّاهُ رَجُلٌ أَوْ امْرَأَةٌ
لِلضَّرُورَةِ
Tidak wajib khitannya
KHUNTSA MUSYKIL bahkan tidak diperbolehkan karena mencederai tidak dibenarkan
didasari keraguan. Menurut sebuah pendapat ia dikhitan setelah mencapai usia
dewasa pada kedua alat kelaminnya, ini pendapat yang dikuatkan oleh Ibn
ar-Rif’ah, maka khitanilah dirinya sendiri atau belilah wanita sahaya bila tidak
mampu maka perintahlah laki-laki dan wanita mengkhitaninya karena unsur darurat
sebagaimana bolehnya berobat (pada lain jenis). [ Tuhfah al-Muhtaaj 39/301
].
ولو
كان له قبلان ختنا إن كانا أصليين ، وإلا فالأصلي ، فإن شك فالقياس أنه كالخنثى ،
وحكمه ما ذكره بقوله : ( قلت ) ختان ( الخنثى فيه خلاف ) صحح النووي منه حرمته ؛
لأن الجرح لا يجوز بالشك ، وقال ابن الرفعة المشهور وجوبه في فرجيه جميعا ليتوصل
إلى المستحق ، وعليه قال النووي إن أحسن الختن ختن نفسه ، وإلا ابتاع أمة تختنه ،
فإن عجز عنها تولاه الرجال ، والنساء للضرورة كالتطبيب
Bila ia memiliki dua
kelamin khitanilah keduanya bila memang kedua kelaminnya asli, bila tidak,
khitanilah yang asli saja, bila diragukan keasliannya maka disamakan dengan
hukumnya khitan bagi KHUNTSA yang hukumnya sebagai berikut : Hukum khitan bagi
KHUNTSA diperselisihkan diantara ulama, Imam an-Nawawy menshahihkan pendapat
yang mengharamkannya karena mencederai tidak dibenarkan didasari
keraguan.
Ibn Rif’ah menyatakan “Yang
mashur juga diwajibkan khitan baginya pada dua kelaminnya secara keseluruhan
agar dapat meraih hak-haknya. Imam Nawawy menambahkan “Bila ia dapat mengkhitani
dirinya sendiri dengan baik dan sempurna, jalanilah,, bila tidak maka belilah
wanita sahaya agar mengkhitaninya, bila tidak mampu membelinya maka perintahlah
laki-laki dan wanita mengkhitaninya karena unsur darurat sebagaimana bolehnya
berobat (pada lain jenis). [ Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah 18/315 ].
-Masaji
Antoro-