Berikut kami kutipkan sikap FPI terhadap Syiah dan Wahabi dari http:// fpi.or.id/ ?p=detail&n id=98
***** awal kutipan *****
Sehubungan dengan bermuncula n beragam macam pertanyaan bahkan fitnah dan tuduhan dalam berbagai blog mau pun facebook di dunia maya tentang aqidah FPI, ditambah lagi banyaknya desakan dari berbagai pihak agar FPI menyampaik an sikapnya secara terbuka tentang SYI'AH dan WAHABI. Maka kami redaksi fpi.or.id berinisiat if untuk menukilkan pernyataan
Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA, saat DIKLAT Sehari
FPI di akhir tahun 2009 yang lalu berkaitan dengan ASASI PEJUANGAN
FPI yang terkait asas, aqidah, dan madzhab Organisasi .
FPI adalah organisasi AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR yang berasaskan ISLAM dan ber-aqidah kan AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH serta bermadzhab fiqih SYAFI'I. Jadi, FPI bukan SYI'AH atau pun WAHABI.
SYI'AH
Pandangan FPI terhadap SYI'AH sebagai berikut : FPI membagi
Syi'ah dengan semua sektenya menjadi TIGA GOLONGAN ; Pertama, SYI'AH
GHULAT yaitu Syi'ah yang menuhankan / menabikan Ali ibn Abi Thalib RA atau meyakini Al-Qur'an sudah di-TAHRIF (dirubah/ ditambah/ dikurangi), dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari USHULUDDIN yang disepakati semua MADZHAB ISLAM. Syi'ah golongan ini adalah KAFIR dan wajib diperangi.
Kedua, SYI'AH RAFIDHOH yaitu Syi'ah yang tidak berkeyakin an seperti Ghulat, tapi melakukan penghinaan / penistaan/ pelecehan
secara terbuka baik lisan atau pun tulisan terhadap para Sahabat
Nabi SAW seperti Abu Bakar RA dan Umar RA atau terhadap para isteri
Nabi SAW seperti 'Aisyah RA dan Hafshah RA. Syi'ah golongan ini
SESAT, wajib dilawan dan diluruskan .
Ketiga, SYI'AH MU'TADILAH yaitu Syi'ah yang tidak berkeyakin an Ghulat dan tidak bersikap Rafidhah, mereka hanya mengutamak an Ali RA di atas sahabat yang lain, dan lebih mengedapan kan riwayat Ahlul Bait daripada riwayat yang lain, secara ZHOHIR mereka tetap menghormat i para sahabat Nabi SAW, sedang BATHIN nya hanya Allah SWT Yang Maha Tahu, hanya saja mereka tidak segan-sega n mengajukan
kritik terhadap sejumlah sahabat secara ilmiah dan elegan. Syi'ah
golongan inilah yang disebut oleh Prof. DR. Muhammad Sa'id Al-Buthi,
Prof. DR. Yusuf Qardhawi, Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili , Mufti Mesir Syeikh Ali Jum'ah dan lainnya, sebagai salah satu Madzhab Islam yang diakui dan mesti dihormati. Syi'ah golongan ketiga ini mesti dihadapi dengan DA'WAH dan DIALOG bukan dimusuhi.
WAHABI
Ada pun Pandangan FPI terhadap WAHABI sebagai berikut : FPI
membagi WAHABI dengan semua sektenya juga menjadi TIGA GOLONGAN ;
Pertama, WAHABI TAKFIRI yaitu Wahabi yang mengkafirk an semua muslim yang tidak sepaham dengan mereka, juga menghalalk an darah sesama muslim, lalu bersikap MUJASSIM yaitu mensifatka n Allah SWT dengan sifat-sifa t makhluq, dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari USHULUDDIN yang disepakati semua MADZHAB ISLAM. Wahabi golongan ini KAFIR dan wajib diperangi.
Kedua, WAHABI KHAWARIJ yaitu yang tidak berkeyakin an seperti Takfiri, tapi melakukan penghinaan / penistaan/ pelecehan
secara terbuka baik lisan mau pun tulisan terhadap para Ahlul Bait
Nabi SAW seperti Ali RA, Fathimah RA, Al-Hasan RA dan Al-Husein RA
mau pun 'Itrah/ Dzuriyahnya . Wahabi golongan ini SESAT sehingga mesti dilawan dan diluruskan .
Ketiga, WAHABI MU'TADIL yaitu mereka yang tidak berkeyakin an
Takfiri dan tidak bersikap Khawarij, maka mereka termasuk MADZHAB
ISLAM yang wajib dihormati dan dihargai serta disikapi dengan DA'WAH
dan DIALOG dalam suasana persaudara an Islam.
Dengan demikian, FPI sangat MENGHARGAI PERBEDAAN, tapi FPI sangat MENENTANG PENYIMPANG AN. Oleh karena itu semua, FPI menyerukan kepada segenap Umat Islam agar menghentik an/ membubarkan semua majelis/ mimbar mana saja yang secara terbuka melecehkan /menghina/ menistakan Ahlul Bait dan Shahabat Nabi SAW atau menyebarlu askan
berbagai KESESATAN atau melakukan PENODAAN terhadap agama, lalu
menyeret para pelakunya ke dalam proses hukum dengan tuntutan
PENISTAAN AGAMA
***** akhir kutipan *****
Jelas dalam kutipan di atas bahwa yang dapat ditolerir adalah SYI'AH MU'TADILAH , Syi'ah yang tidak berkeyakin an Ghulat dan tidak bersikap Rafidhah dan WAHABI MU'TADIL yaitu mereka yang tidak berkeyakin an Takfiri dan tidak bersikap Khawarij.
Khawarij adalah mereka yang pemahamann ya
telah keluar (kharaja) dari pemahaman kaum muslim pada umumnya.
Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail)
artinya yang keluar. Rasulullah shallallah u alaihi wasallam mengatakan nya sebagai “anak panah yang meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Hadits selengkapn ya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “akan muncul suatu firqah/ sekte/ kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingk an dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingk an
dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka
bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al
Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai
melewati batas tenggoroka n. Mereka keluar dari Islam sebagaiman a anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Juga dalam kutipan di atas Wahabi yang dapat ditolerir adalah yang tidak bersikap MUJASSIM yaitu mensifatka n Allah Subhanahu wa ta'ala dengan sifat-sifa t makhluq, dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari USHULUDDIN yang disepakati semua MADZHAB ISLAM
Hal serupa disampaika n oleh ulama yang sholeh dari kalangan Ahlul Bait, keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihu wasallam yakni Habib Munzir Al Musawa dalam tulisan pada http:// majelisrasu lullah.org / index.php?o ption=com_ simpleboar d&Itemid=3 4&func=vie w&id=9666& catid=7 bahwa Wahabi yang tidak dapat ditolerir adalah Wahabi yang mempermasa lahkan makna ayat : ”Arrahmaan u ’alal Arsyistawa ” (QS. Thaha: 5)
***** awal kutipan *****
Berkata Almuhaddit s Hujjatul Islam Al Imam Malik rahimahull ah ketika datang seseorang yangg bertanya makna ayat : ”Arrahmaan u
’alal Arsy Istawa”, Imam Malik menjawab : ”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi
wajib, wa su’al ’anhu bid’ah (tidak diketahui maknanya, dan tidak
boleh mengatakan nya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini adalah Bid’ah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!”, demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakan nya : ”kulihat engkau ini orang jahat”, lalu mengusirny a, tentunya seorang Imam Mulia yang menjadi Muhaddits Tertinggi di Madinah Almunawwar ah di masanya yang beliau itu Guru Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya orang orang yang tidak baik yang mempermasa lahkan masalah ini.
Siapakah mereka ?
***** akhir kutipan ******
Begitupula telah disampaika n oleh ulama yang sholeh dari Negeri Sembilan, Malaysia yakni Ustaz Zamihan al-Ghari ketika bedah buku bertajuk “Penyelewe ngan Fahaman Tajsim Wahhabiy” membongkar segala permasalah an Aqidah Tajsim Wahhabiy.
Begitupula Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah ketika ditanya terkait firman Allah QS. Thaha: 5 (ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa), Beliau berkata “Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku bagi-Nya waktu, Dia Maha Suci dari batasan-ba tasan (bentuk) dan segala penghabisa n, dan Dia tidak membutuhka n kepada segala tempat dan arah, Dia Maha suci dari kepunahan dan segala keserupaan”
Imam Syafi’i ~ rahimahull ah juga menjelaska n bahwa “jika
Allah bertempat di atas ‘Arsy maka pasti memiliki arah bawah, dan
bila demikian maka mesti akan memiliki bentuk tubuh dan batasan, dan
sesuatu yang memiliki batasan mestilah ia merupakan makhluk, Allah Maha
Suci dari pada itu semua.”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Awal, maka tidak ada sesuatu pun yang mendahului -Mu, Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Akhir, maka tidak ada sesuatu setelah-Mu .
Ya Allah, Engkaulah Yang Zhahir, maka tidak ada sesuatu di atasMu. Ya
Allah, Engkaulah Tuhan Yang Bathin, maka tidak ada sesuatu di bawahMu”. (HR Muslim 4888)
Rasulullah bersabda “wa Robbal ‘arsyil ‘azhiimii” , “Tuhan yang menguasai ‘Arsy” (HR Muslim 4888)
Imam Sayyidina Ali ra berkata, “Sesungguhn ya Allah menciptaka n ‘Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakka n kekuasaan- Nya bukan untuk menjadikan nya tempat bagi DzatNya”
Dalam kitab al-Washiyy ah, Al-Imam Abu Hanifah menuliskan :
وَنُقِرّ بِأنّ اللهَ سُبْحَانَه ُ وَتَعَالَى عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى مِنْ غَيْرِ أنْ يَكُوْنَ لَهُ حَاجَةٌ إليْهِ وَاسْتِقْر َارٌ عَلَيْهِ، وَهُوَ حَافِظُ العَرْشِ وَغَيْرِ العَرْشِ مِنْ غَبْرِ احْتِيَاجٍ ، فَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا لَمَا قَدَرَ عَلَى إيْجَادِ العَالَمِ وَتَدْبِيْ رِهِ كَالْمَخْل ُوقِيْنَ، وَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا إلَى الجُلُوْسِ وَالقَرَار ِ فَقَبْلَ خَلْقِ العَرْشِ أيْنَ كَانَ الله، تَعَالَى اللهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوّا كَبِيْرًا.
“Kita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia membutuhka n kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat atau bersemayam di arsy. Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak membutuhka n kepada makhluk-ma khluk-Nya tersebut. Karena jika Allah membutuhka n kapada makhluk-Ny a maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptaka n alam ini dan mengaturny a. Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka berarti sama dengan makhluk-Ny a sendiri. Dengan demikian jika Allah membutuhka n untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptaka n arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptaka n arsy Dia tanpa tempat, dan setelah menciptaka n
arsy Dia berada di atasnya, berarti Dia berubah, sementara perubahan
adalah tanda makhluk). Allah maha suci dari pada itu semua dengan
kesucian yang agung”
Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n
oleh kaum Zionis Yahudi yakni mereka kembali kepada Al Qur'an dan As
Sunnah dengan makna dzahir atau yang kami namakan pemahaman dengan
metodologi “terjemahk an saja” berdasarka n arti bahasa (lughot) dan istilah (terminolo gi). Hal ini umum terjadi pada mereka yang memahami agama berlandask an muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Barangsiap a menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaik an “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya
karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia
salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia
tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal
pikirannya sendiri),
maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh
baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang
kita bisa tanya jika kita mendapatka n masalah”
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama,
kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja
yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan nya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda…”Barangsiap a yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediaka n tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmid zi)
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiap a tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Dalam memahami Al Qur’an dan Hadits atau berpendapa t atau berfatwa harus berdasarka n ilmu. Sanad ilmu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dan ilmu untuk memahami Al Qur’an dan Hadits.
Mereka tidak memperhati kan ilmu-ilmu yang bersangkut an dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’). Mereka tidak juga memperhati kan sifat lafadz-laf adz
dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada
lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan,
ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq,
ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat
dan lain lainnya.
Dikarenaka n mereka memaknai secara dzahir dapat berakibat terjerumus kekufuran dalam i'tiqod
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/ 1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabih at, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabih at) memiliki makna-makn a khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiap a memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaiman a makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat) , ia kafir (kufur dalam i’tiqod) secara pasti.”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan
dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi
orang-oran g kafir”.
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah
sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena
pengingkar an?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkar an. Mereka mengingkar i Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati- Nya dengan sifat-sifa t benda dan anggota-an ggota badan.”
Dalam kitab ilmu tauhid berjudul “Hasyiyah ad-Dasuqi ‘ala Ummil Barahin” karya Syaikh Al-Akhthal dapat kita ketahui bahwa
Barangsiap a mengi’tiqa dkan (meyakinka n) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai tangan (jisim) sebagaiman a tangan makhluk (jisim-jis im lainnya), maka orang tersebut hukumnya “Kafir (orang yang kufur dalam i’tiqod)
Barangsiap a mengi’tiqa dkan (meyakinka n) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai tangan (jisim) namun tidak serupa dengan tangan makhluk (jisim-jis im lainnya), maka orang tersebut hukumnya ‘Aashin atau orang yang telah berbuat durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
I’tiqad yang benar adalah i’tiqad yang menyatakan bahwa sesungguhn ya
Allah Subhanahu wa Ta’ala itu bukanlah seperti jisim (bentuk suatu
makhluk) dan bukan pula berupa sifat. Tidak ada yang dapat mengetahui Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali Dia
Salaf yang sholeh mengatakan
قال الوليد بن مسلم : سألت الأوزاعي ومالك بن أنس وسفيان الثوري والليث
بن سعد عن الأحاديث فيها الصفات ؟ فكلهم قالوا لي : أمروها كما جاءت بلا
تفسير
“Dan Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Auza’iy, Malik bin Anas, Sufyan Tsauri, Laits bin Sa’ad tentang hadits-had its yang di dalamnya ada sifat-sifa t Allah? Maka semuanya berkata kepadaku: “Biarkanla h ia sebagaiman a ia datang tanpa tafsir“
Imam Sufyan bin Uyainah radhiyalla hu anhu mengatakan :
كل ما وصف الله تعالى به نفسه فتفسيره تلاوته و السكوت عنه
“Setiap sesuatu yang Allah menyifati diri-Nya dengan sesuatu itu, maka tafsiranny a adalah bacaannya (tilawahny a) dan diam daripada sesuatu itu”.
Sufyan bin Uyainah radhiyalla hu anhu ingin memalingka n kita dari mencari makna dzahir dari ayat-ayat sifat dengan cukup melihat bacaannya saja, tafsiruhu tilawatuhu : tafsiranny a adalah bacaannya. Bacaannya adalah melihat dan mengikuti huruf-perh urufnya, bukan maknanya, bukan tafsiruhu ta’rifuhu.
Terhadap lafazh-laf azh ayat sifat kita sebaiknya tidak mengi’tiqo dkan berdasarka n maknanya secara dzahir karena akan terjerumus kepada jurang tasybih (penyerupa an), sebab lafazh-laf azh ayat sifat sangat beraroma tajsim dan secara badihi (otomatis) pasti akan menjurus ke sana.
Terhadap lafazh-laf azh ayat sifat , Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “Jawaban yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya bagi orang yang tidak memiliki kompetensi di dalamnya adalah agar mengimanin ya dan tidak –secara mendetail– membahasny a dan membicarak annya. Sebab bagi orang yang tidak kompeten dalam ilmu ini ia tidak akan aman untuk jatuh dalam kesesatan tasybîh”
Keterjerum usan kekufuran dalam i’tiqod adalah hal yang dialami oleh ulama Ibnu Taimiyyah sebagaiman a yang disampaika n oleh ulama-ulam a terdahulu seperti dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/28/ semula-berm azhab-hamb ali/ atau pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
Bahkan karena kesalahpah amannya mengakibat kan Ibnu Taimiyyah wafat di penjara sebagaiman a dapat diketahui dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/04/13/ ke-langit-d unia atau uraian dalam tulisan pada http:// ibnu-alkati biy.blogsp ot.com/ 2011/12/ kisah-tauba tnya-ibnu- taimiyah-d i-tangan.h tml
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830