Hal yang harus kita ingat, kaum muslim pada umumnya dan khususnya di negeri kita mendapatka n pengajaran agama dari para ulama yang sholeh, kalangan Ahlul Bait, keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yakni para Habib dan para Sayyid yang mendapatka n pengajaran agama dari orang tua-orang tua mereka terdahulu yang tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatka n pengajaran agama langsung dari lisannya Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. InsyaAllah terjaga kemutawati ran sanad, kemurnian agama dan akidahnya.
Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat ” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah seperti Syarif Hidayatull ah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati.
Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka
***** awal kutipan ****
“Rasulalla h shallallah u
alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat
waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini
hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallah u alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinan nya dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan , ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pem uda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan
Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjun g Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina.
Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantarany a Penyebar Islam dan pembanguna n kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatull ah yang diperanakk an di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullai l, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullai l.
Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis.
Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.
Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabka n mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqadda m.
Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf,
Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi,
Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya
…..dan seterusnya .
Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain
dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang
datang dari Hejaz, keturunan syarif-sya rif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-neg eri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftark an keturunan- keturunan
Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah
sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah
Az-Zahra ra.
****** akhir kutipan ******
Hati-hati dengan mereka yang mengaku-ak u mengikuti imam Ahlul Bait namun berbeda dengan apa yang disampaika n
Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin
Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Husain ra bin Sayyidina Ali ra untuk mengikuti Imam Mazhab
yang empat yang bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh.
Silahkan telusuri apa yang disampaika n oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahma n Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddi n,
kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam
Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka,
sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutth oriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya.
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian ,
Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin
Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij
untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah
dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulam a tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawati ran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi
pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India,
kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalka n kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan,
tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan.
Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan
Madagaskar . Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinann ya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas
Begitupula hati-hati dengan mereka yang mengaku-ak u mengikuti Salafush Sholeh namun tidak bertemu atau bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Mereka tidak sejalan dengan Imam Mazhab yang empat yang bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh.
Mereka pada hakikatnya mendapatka n pengajaran agama dari para ulama yang dipaksakan oleh penguasa kerajaan dinasti Saudi untuk mengikuti prasangka atau akal pikiran Muhammad bin Abdul Wahhab.
Ulama Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz ketika mentashhih kan kitab biografi ulama Muhammad ibnu Abdil Wahhab karya Syaikh Ahmad ibn Hajar al- Butami yang menyampaik an bahwa Wahhabi adalah pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
- Di halaman 59 disebutkan : ﻓﻘﺎﻣﺖ ﺍﻟﺜﻮﺭﺍﺕ ﻋﻠﻰ ﻳﺪ ﺩﻋﺎﺓ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﻴﻦ “maka tegaklah revolusi di atas tangan para da’i Wahhabi”
- Di halaman 60 disebutkan
: ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻓﻲ ﻣﻜﺔ “ atas dasar dari dakwah
agama wahhabi di Mekkah” , ﻳﺪﻳﻨﻮﻥ ﺑﺎﻹﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻲ , “mereka
beragama dengan Islam atas Mazhab Wahhabi”
Firqah atau sekte Wahhabi adalah mereka yang beragama
mengikuti prasangka atau akal pikiran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
yang menurut pengakuann ya mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah
Perhatikan bagaimana ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah. Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab tentu tidak bertemu dengan ulama Ibnu Taimiyyah karena masa kehidupann ya terpaut lebih dari 350 tahun. Artinya ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami agama berdasarka n muthola’ah , menelaah kitab ulama Ibnu Taimiyyah dengan akal pikirannya sendiri.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaik an “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya
karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia
salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia
tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal
pikirannya sendiri),
maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh
baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang
kita bisa tanya jika kita mendapatka n masalah”
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama,
kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja
yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan nya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan “
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda…”Barangsiap a yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediaka n tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmid zi)
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiap a tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Mereka korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n
oleh kaum Zionis Yahudi sehingga cara memahami Al Qur’an dan Hadits
mengikuti cara pemahaman Ibnu Taimiyyah atau pemahaman Muhammad bin
Abdul Wahhab.
Mereka memahami Al Qur’an dan Hadits dengan makna dzahir atau yang kami namakan pemahaman dengan metodologi “terjemahk an saja” berdasarka n arti bahasa (lughot) dan istilah (terminolo gi). Hal ini umum terjadi pada mereka yang memahami agama berlandask an muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri.
Dalam memahami Al Qur’an dan Hadits atau berpendapa t atau berfatwa harus berdasarka n ilmu. Sanad ilmu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dan ilmu untuk memahami Al Qur’an dan Hadits.
Mereka tidak memperhati kan ilmu-ilmu yang bersangkut an dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’). Mereka tidak juga memperhati kan sifat lafadz-laf adz
dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada
lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan,
ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq,
ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat
dan lain lainnya.
Begitupula pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yang menjadi panutan Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutny apun telah keluar (kharaja) dari apa yang dipahami oleh kaum muslim pada umumnya.
Setiap pemahaman yang telah keluar (kharaja) dari apa yang
dipahami oleh kaum muslim pada umumnya dinamakan sebagai kaum
khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk
isim fail) artinya yang keluar. Rasulullah shallallah u alaihi wasallam mengatakan nya sebagai “anak panah yang meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Hadit selengkapn ya,
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “akan muncul suatu firqah/ sekte/ kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingk an dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingk an
dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka
bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al
Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai
melewati batas tenggoroka n. Mereka keluar dari Islam sebagaiman a anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Semula Ibnu Taimiyyah bertalaqqi
(mengaji) dengan para ulama bermazhab dengan Imam Ahmad bin Hambal
namun pada akhirnya Ibnu Taimiyyah lebih bersandar kepada upaya
pemahamann ya sendiri melalui muthola’ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri sehingga pemahamann ya bertentang an dengan pemahaman Imam Mazhab yang empat. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/07/28/ semula-berm azhab-hamb ali/ dan bantahan pemahaman Ibnu Taimiyyah dari para ulama Ahlussunna h wal Jama’ah sebagaiman a yang terurai dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk abawi,
ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar
di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20 menjelaska n dalam kitab-kita b beliau seperti ‘al-Khitht hah al-Mardhiy ah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffu zh bian-Niyah ’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisih i pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati
oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai
pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Begitupula Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) dalam kitab “Risalah Ahlussunna h
wal Jama’ah” telah membantah apa yang dipahamai oleh Ibnu Taimiyyah
maupun apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab.
Kutipannya dapat di baca pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/04/22/ kabar-waktu -lampau/
Bahkan karena kesalahpah amannya mengakibat kan Ibnu Taimiyyah wafat di penjara sebagaiman a dapat diketahui dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/04/13/ ke-langit-d unia
Oleh karenanya, berhati-ha tilah
dalam memilih dan mengikuti hasil pemahaman (ijtihad) seorang ulama.
Apalagi jika hasil pemahaman (ijtihad) ulama tersebut sering dikritik
atau dibantah oleh banyak ulama lainnya.
Apalagi mengikuti pendapat seorang ulama yang sudah dinyatakan oleh ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sebagai ulama yang dapat menyesatka n kaum muslim sebagaiman a yang terurai dalam tulisan pada http:// majelisrasu lullah.org / index.php?o ption=com_ simpleboar d&Itemid=3 4&func=vie w&id=22475 &catid=9
Jangan menimbulka n penyesalan di akhirat kelak karena salah mengikuti ulama.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“(Yaitu) ketika orang-oran g yang diikuti itu berlepas diri dari orang-oran g yang mengikutin ya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan berkatalah orang-oran g yang mengikuti: “Seandainy a kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaiman a mereka berlepas diri dari kami.” Demikianla h Allah memperliha tkan kepada mereka amal perbuatann ya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kal i mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830