حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ عَنْ الْأَعْمَش ِ عَنْ مُوسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ وَأَبِي الضُّحَى عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَن ِ بْنِ هِلَالٍ الْعَبْسِي ِّ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ نَاسٌ مِنْ الْأَعْرَا بِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ الصُّوفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ قَدْ أَصَابَتْه ُمْ حَاجَةٌ فَحَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَة ِ فَأَبْطَئُ وا عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ ثُمَّ إِنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَا رِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ ثُمَّ تَتَابَعُو ا حَتَّى عُرِفَ السُّرُورُ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَا مِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِم ْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَا مِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِه ِمْ شَيْءٌ
Telah menceritak an kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritak an kepada kami Jarir bin 'Abdul Hamid dari Al A'masy dari Musa bin 'Abdullah bin Yazid dan Abu Adh Dhuha dari 'Abdurrahm an
bin Hilal Al 'Absi dari Jarir bin 'Abdullah dia berkata; Pada suatu
ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhati kan kondisi mereka yang menyedihka n. Selain itu, mereka pun sangat membutuhka n pertolonga n. Akhirnya, Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam menganjurk an para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanak an anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau. Jarir berkata; 'Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan
bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh
beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang
sahabat yang turut serta menyumbang kan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-oran g Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah shallallah u 'alaihi wasallam.' Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatka n pahalanya dan pahala orang-oran g yang mengamalka n sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pah ala mereka sedikitpun . Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatka n dosanya dan dosa orang-oran g yang mengamalka n sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun .” (HR Muslim 4830)
Hadits di atas diriwayatk an juga dalam Sunan An-Nasa‘i no.2554, Sunan At-Tirmidz i no. 2675, Sunan Ibnu Majah no. 203, Musnad Ahmad 5/ 357, 358, 359, 360, 361, 362 dan juga diriwayatkan oleh yang lainnya.
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menyampaik an adanya sunnah hasanah dan sunnah sayyiah
Kemungkina n arti sunnah adalah
- Hadits Rasulullah
- Anjuran (mandub/ mustahab), jika dikerjakan mendapatka n kebaikan (pahala) jika ditinggalk an boleh saja
- Contoh atau suri tauladan atau perkara baru
Arti hasanah adalah kebaikan dan arti sayyiah adalah keburukan
Dari ketiga kemungkina n arti dari kata sunnah, tentu tidak ada anjuran (mandub/ mustahab) keburukan , tentu pula tidak ada hadits Rasulullah yang menyuruh dalam keburukan.
Dalam hal hadits diatas dapat disimpulka n sunnah artinya contoh atau suri tauladan atau perkara baru, sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang lain sebelumnya .
Dalam hal ini perkara baru yang dibolehkan adalah perkara baru di luar perkara syariat atau di luar yang telah di syariatkan Nya atau di luar apa yang telah diwajibkan Nya.
Perkara baru yang tidak diperboleh kan
adalah perkara baru dalam perkara syariat atau perkara baru dalam
urusan agama atau perkara baru dalam urusan yang merupakan hak Allah
ta’ala menetapkan nya, yakni melarang sesuatu yang tidak dilarangNy a, mengharamk an sesuatu yang tidak diharamkan Nya, mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan Nya.
Kesimpulan nya
Sunnah hasanah adalah contoh atau suri tauladan atau perkara baru di luar perkara syariat yang tidak bertentang an dengan Al Qur’an dan Hadits , termasuk ke dalam bid’ah hasanah
Sunnah sayyiah adalah contoh atau suri tauladan atau perkara baru di luar perkara syariat yang bertentang an dengan Al Qur’an dan Hadits , termasuk ke dalam bid’ah dholalah
Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf Sholeh, contohnya Imam Syafi’i ~rahimahul lah menyampaik an
قاَلَ الشّاَفِعِ ي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ، وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْ دَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Artinya ; Imam Syafi’i ra berkata –Segala hal yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah ) dan bertentang an dengan Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataa n sahabat) adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dholalah). Dan segala kebaikan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah ) dan tidak bertentang an
dengan pedoman tersebut maka ia adalah bid’ah yang terpuji (bid’ah
mahmudah atau bid’ah hasanah), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth- Thalibin –Juz 1 hal. 313).
Oleh karenanya ahli bid’ah adalah adalah mereka yang mengada-ad a dalam urusan agama atau mengada-ad a dalam perkara syariat atau mengada-ad a dalam urusan yang merupakan hak Allah ta'ala menetapkan nya yakni mereka yang melarang sesuatu yang tidak dilarangNy a, mengharamk an sesuatu yang tidak diharamkan Nya, mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan Nya atau mereka yang melakukan sunnah sayyiah, mencontohk an atau meneladank an sesuatu di luar perkara syariat yang bertentang an dengan Al Qur’an dan Hadits.
Dalam melarang, mengharamk an, mewajibkan sesuatu digunakanl ah metodologi istinbat (menetapka n hukum perkara) namun dilakukan bagi mereka yang mempunyai kompetensi sebagai Imam Mujtahid.
Ahli bid’ah adalah mereka yang menganggap Allah Azza wa Jalla telah lupa
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Sesungguh nya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggal kan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjaka n berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu (dikerjaka n berdosa), maka jangan kamu pertengkar kan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincang kan dia.” (Riwayat Daraquthni , dihasankan oleh an-Nawawi)
Ahli bid’ah adalah mereka yang menyekutuk an Allah sehingga Allah ta’ala menutup taubat mereka sampai mereka meninggalk an bid’ahnya.
Dari Anas r.a. berkata: Rasulullah shallallah u alaihi wasallam pernah bersabda : “Sesungguhn ya Allah menutup taubat dari tiap-tiap orang dari ahli bid’ah sehingga ia meninggalk an bid’ahnya.” (H. R. Thabrani)
Ahli bid’ah adalah mereka yang menyekutuk an Allah oleh karenanya mereka akan bertempat di neraka
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah ! Tuhanku hanya mengharamk an hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadany a dan apa yang tersembuny i dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutuk an Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hamb aKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokka n mereka dari agamanya, dan mengharamk an atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaru hi supaya mereka mau menyekutuk an Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim)
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuha n selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalk an sesuatu bagi mereka, mereka menganggap nya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamk an bagi mereka sesuatu, mereka mengharamk annya“
Pada riwayat yang lain disebutkan , Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalk an sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutin ya. Yang demikian itulah penyembaha nnya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Hai orang-oran g
yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhn ya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-se but oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhn ya orang-oran g yang mengada-ad akan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116]
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830