OLEH : UST. Muhammad Fadhil
Qaul Qodim maksudnya adalah pendapat imam syafi'i yang di kemukakan ketika bel iau
tinggal di bagdad irak, sebelum hijrah ke mesir baik pendapat itu
berupa tulisan, dalam kitab atau fatwa maupun dalam bentuk yang lain.
Al-Syafi'i ketika di Irak menulis kitab berjudul al-Hujjah yang di riwayatkan oleh lima murid beliau : Imam Ahmad bin Hambal (w. 241 H), Abu Tsaur (w. 240 H), al-Za'faro ni (w.260H), Karabisi (w.248H), dan Abu Ali al-Hasan (w. 260H).
Sedangkan Qaul Jadid : Pendapat al-Syafi'i
ketika beliau bermukim di mesir, baik berupa kitab maupun fatwa,. kitab
populer yang beliau tulis di mesir adalah al-Um. perowi kitab ini dan
Qaul Jadid yang lain adalah al-Bawaith i (w.231H), al-Muzani (w.260H) dan masih ada enam perowi sekaligus murid al-Syafi'i yang lain.
antara Qaoul Qodim dan Qaoul Jadid dalam fikih syafi'i secara fungsional tak ubahnya seperti nasikh mansukh dalam kaidah hukum islam, walaupun tidak secara mutlak, masih harus di perhatikan korelasi Qaoul itu dengan kemaslahat an umum manusia.
selain dua istilah yang sangat populer dalam kitab-kita b mazhab Syafi'i ada beberapa istilah yang seharusnya di pahami oleh para ulama bermazhab syafi'i.
Istilah istilah itu adalah :
1) al-Nash (teks) adalah pendapat Syafi'i sendiri. pendapat beliau ini di sebut nash untuk menempatka n pendapat beliau pada posisi tertinggi dalam internal mazhab.
2) al-Manshus h, pendapat yang kuat menurut penilaian al-Syafi'i . istilah ini di populerkan oleh murid-muri d beliau guna mencari legitimasi dari gurunya.
3) al-Takhrij adalah jawaban al-Syafi'i dalam dua kasus yang hampir sama, tetapi ketentuan hukumnya di terapkan berbeda.
4) al-Awjuh pendapat murid al-Syafi'i sesuai dengan kaidah dan metodologi yang di kembangkan oleh al-Syafi'i walaupun ending ketetapan hukumnya berbeda dengan pendapat gurunya.
5) al-Thuruqi adalah pendapat murid-muri d al-Syafi'i yang antara satu pendapat dengan yang lain berbeda istilah istilah di atas di pilih secara hirarkhise suai urutannya. dalam al-Qaoul (jama al-Aqwal) di kenal istilah al-Adzhar, al-Dzohir, dan al-Masyhur . sedang dalam al-Awjuh berkembang istilah al-Ashoh dan al-Shohih yang kekuatanny a berlaku secara hirarkhis. bersambung ..
Istilah-Is tilah dalam Fiqih Syafi’i
Sebagaiman a surat kabar dan juga buku-buku kontempore r, kitab turots pun mempunyai istilah khusus yang perlu kita ketahui sebelum membacanya . Ketika membaca kitab-kita b yang dalam kategori fiqih Syafi’i, kita akan menjumpai istilah-is tilah
khusus yang agak sulit kita pahami seperti; Aqwal, Awjah, Azhhar,
Masyhur, Ashohh, Shohih, Qoul Qodim, Qoul Jadid, dan sebagainya .
Oleh sebab itulah, tak ada salahnya jika kita mengetahui apa sih makna sebenarnya istilah-is tilah yang kedengeran nya agak asing tersebut.
Dengan demikian, diharapkan agar kita tidak perlu lagi repot-repo t memikirkan maksud dan maknanya. Adapun keterangan nya sebagai berikut;
1. Aqwal; istilah ini berarti perkataan Imam Syafi’i.
2. Awjah; adalah perkataan pengikut madzhab Syafi’i.
3. Azhhar; adalah suatu istilah yang dilontarka n Imam Syafi’i apabila terdapat perbedaan antara dua pendapat yang sama-sama kuat, maka yang lebih kuat dinamakan azhhar.
4. Masyhur; adalah pendapat yang kurang kuat menurut Imam Syafi’i.
5. Ashohh; suatu istilah yang dikemukaka n
pengikut madzhab Syafi’i apabila terdapat perbedaan dua pendapat yang
sama-sama kuat, maka pendapat yang lebih kuat dinamakan ashohh.
6. Shohih; ialah pendapat yang kurang kuat dari perbedaan pendapat di atas.
7. Nash; bila ada kata nash, maka yang dimaksud adalah nash/ teksnya Imam Syafi’i dalam suatu masalah.
8. Qoul Qodim; adalah fatwa atau pendapat Imam Syafi’i ketika berada di Iraq. Di antara para fuqoha’ yang masyhur meriwayatk an pendapat ini adalah Karabisi, Za’faroni, Abu Tsaur, dan Ahmad ibnu Hanbal.
9. Qoul Jadid; adalah fatwa atau pendapat Imam Syafi’i setelah kepindahan nya ke Mesir. Adapun di antara para fuqoha’ yang masyhur meriwayatk an perkataan ini aadalah al-Mazani, Buwaithy, Rabi’ al-Muradi, dan rabi’ al-Jizi. Pada tataran realitanya , qoul (pendapat) ini mendapat prioritas yang lebih daripada qoul qodim, kecuali perihal perpanjang an waktu shalat Maghrib hingga hilangnya mega-mega merah.
10. Wa qila kadza; adalah pendapat lemah dari pengikut madzhab Imam Syafi’i.
11. Wa fi qouli kadza; adalah pendapat Imam Syafi’i yang lemah menurut pengikutny a.
System pengambila n keputusan hukum dalam bahtsul masail nahdlatul ulama’ (NU)
A. KETENTUAN UMUM
Yang di maksud dengan kitab adalah al kutub al mu’tabarah , yaitu kitab-kita b tentang ajaran islam yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wal jama’a h (rumusan mu’tamar ke XXVII)
Yang di maksud dengan bermadzhab secara qauly adalah mengikuti pendapat-p endapat yang sudah jadi dalam lingkup madzhab tertentu.
Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhajy adalah bermadzhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun oleh imam madzhab.
Yang dimaksud dengan qauly adalah pendapat imam madzhab
Yang di maksud dengan wajah adalah pendapat ‘ulama’ madzhab
Yang di maksud dengan taqrir jama’I adalah upaya secara kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu qaul/ wajah diantara beberapa qaul/ wajah.
Yang di maksud dengan ilhaq (ilhaq masail bi nadza’irih a) adalah menyamakan hukum suatu kasus/ masalah yang belum dijawab oleh kitab dengan kasus/ masalah serupa yang telah di jawab oleh kitab (menyamaka n dengan pendapat yang sudah jadi)
Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk membahas suatu kasus/ masalah, baik hanya berupa judul masalah maupun disertai pokok-poko k pikiran atau hasil pembahasan awal dengan maksud dimintakan tanggapan
Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil suatu bahtsu al masa’il oleh pengurus besar syuriah NU, munas alilm ulama NU atau muktamar NU
SYSTEM PENGAMBILA N KEPUTUSAN HUKUM
1. Prosedur Penjawaban MasalahKep utusan bahtsu al masa’il dilingkung an Nahdlatul Ulama’ (NU) dibuat dalam kerangka bermadzhab kepada salah satu madzhab empat madzhab empat yang disepakati dan mengutamak an bermadzhab secara Qauly. Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut:
• Dalam kasus ketika jawaban dicukupi oleh ibarat kitab dan disana hanya ada satu qaul/ wajah tersebut sebagaiman diterangka n dalam ibarat tersebut.
• Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan disana terdapat lebih dari satu qaul/ wajah maka dilakukan taqrir jama’I untuk memilih salah satu qaul/ wajah.
• Dalam kasus tidak ada satu qaul/ wajah sama sekali yang memberikan penyelesai an, maka dilakukan ilhaq al masa’il bi nadza’irih a secara jama’I oleh para ahlinya.
• Dalam kasus tidak satu qaul/ wajah sama sekali dan tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan istinbath jama’I dengan prosedur bermadzhab secara manhajy oleh para ahlinya.
2. Hirarki dan sifat keputusan bahtsu al masa’il
• Seluruh keputusan bahtsu al masa’il dilingkung an nahdlatul ulama’ yang diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik yang diselengga rakan dalam struktur organisasi maupun diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling membatalka n
• Suatu keputusan bahtsu al masa’il dianggap mempunyai kekuatan daya
ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh pengurus besar syuriah nahdlatul
‘ulama’ tanpa harus menunggu alim ulama’ dan muktamar
• Sifat keputusan bahtsu al masa’il tingkat munas dan muktamar adalah :
a. Mengesahka n rancangan keputusan yang telah dipersiapk an sebelumnya dan / atau,
b. Diperuntuk kan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang lebih luas disegala bidang.
3. Kerangka analisis masalah
Terutama dalam memecahkan masalah social, bahtsu al masa’il hendaknya memperguna kan kerangka pembahasan masalah (yang sekaligus tercermin dalam hasil keputusan) antara lain sebagai berikut :
• Analisa masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari berbagai factor,) antara lain :
a. Factor ekonomi
b. Factor budaya
c. Factor politik
d. Factor social dan lainnya
• Analisa dampak (dampak positif dan negative yang ditimbulka n oleh suatu kasus yang hendak dicari hukumnya ditinjau dari berbagai aspek) antara lain :
a. Secara social ekonomi
b. Secara social budaya
c. Secara social politik
d. Dan lain-lain
• Analisa hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah mempertimb angkan latar belakang dan dampaknya disegala bidang). Di samping keputusan fiqh/ yuridis formal, keputusan ini juga memperhati kan pertimbang an islam dan hukum positif, yaitu :
a. Status hukum (al-ahkam al khamsah / sah-batal)
b. Dasar dari ajaran ahli sunnah wal jamaah
c. Hukum positif
• Analisa tindakan, peran dan pengawasan (apa yang harus dilakukan sebagai konsekwens i dari fatwa di atas) kemudian siapa saja yang melakukan, bagaimana kapan dan dimana hal itu hendak dilakukan, serta bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan sesuai rencana.
a. jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan Negara dengan sasaran mempengaru hi kebijakan pemerintah )
b. jalur budaya (berusaha membangkit kan pengertian dan kesadaran masyarakat melalui media massa dan forum seperti pengajian dan lain-lain)
c. jalur ekonomi (meningkat kan kesejahter aan masyarakat )d. jalur social lainnya (upaya meningkatk an kesehatan masyarakat , kesehatan lingkungan dan seterusnya )
B. PETUNJUK PELAKSANAA NI.
PROSEDUR PEMILIHAN QAUL/ WAJAH
1. Ketika dijumpai beberapa qaul/ wajah dalam satu masalah yang sama, maka diusahakan memilih satu pendapat.
2. Pemilihan pendapat dilakukan dengan : Memilih pendapat yang lebih kuat dan / atau pendapat yang lebih maslahah.
Sedapat mungkin dengan melaksanak an ketentuan muktamar nahdlatul ulama’ ke 1 bahwa perbedaan pendapat diselesaik an dengan memilih :
1. Pendapat yang disepakati oleh al syaikhoni (imam nawawi dan rofi’i)
2. Pendapat yang dipegang oleh imam nawawi saja3. Pendapat yang di pegang oleh imam rofi’I saja
4. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama’
5. Pendapat ulama’ yang terpandai
6. Pendapat ulama’ yang paling wara’
II. PROSEDUR ILHAQ
Dalam hal ketika suatu masalah/ kasus belum di pecahkan dalam kitab, maka masalah/ kasus tersebut diselesaik an dengan prosedur ilhaq al masail bi nadza’irih a secara jama’I. ilhaq dilakukan dengan memperhati kan mulhaq bih, mulhaq ‘alaih dan wajah ilhaq oleh para mulhiq yang ahli
III. PROSEDUR ISTINBATH
Dalam hal ketika tidak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak
adanya mulhaq bih dan wajah ilhaq sama sekali di dalam kitab, maka
dilakukan istinbath secara jama’I yaitu dengan mempraktek kan qawa’id al ushuliyyah dan qawaid al fiqhiyyah oleh para ahlinya.
Disadur dan dikutip dari kitab ahkamul fuqaha’
DIAMBIL DARI solusi problemati ka actual terbitan LTN PWNU jawa timur