Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda…”Barangsiap a yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediaka n tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmid zi)
Imam Syafi’i ~rahimahul lah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimulla h mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami y , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahf i 60) ; “Barangsiap a tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Baya n Juz 5 hal. 203
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanl ah
(apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa).
Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-si aplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)
Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaik an satu ayat yang diperoleh dari ulama yang disampaika n secara turun temurun yang bersumber dari lisannya Sayyidina Muhammad bin Abdullah Shallallah u alaihi wasallam. Oleh karenanya ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidz i).
Ulama pewaris Nabi artinya menerima dari ulama-ulam a sebelumnya yang tersambung kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Pewaris Nabi artinya menerima dan mengikuti risalah Rasulullah Muhammad Shallallah u ‘Alaihi Wasallam dengan baik dan benar secara kaaffah meliputi aqidah (Iman) , ibadah (Islam/ syariat) dan akhlaq (Ihsan/ tasawuf)
Laki-laki itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah , apakah Islam itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Islam adalah kamu tidak menyekutuk an Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.’ Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah iman itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-N ya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian pertemuan dengan-Nya , beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkita n serta beriman kepada takdir semuanya’. Dia berkata, ‘Kamu benar’. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-aka n kamu melihat-Ny a (bermakrif at), maka jika kamu tidak melihat-Ny a (bermakrif at) maka sesungguhn ya Dia melihatmu. (HR Muslim 11)
Pada hakikatnya kita tidak diperkenan kan menyampaik an
apa yang kita pahami dengan akal pikiran sendiri dengan cara membaca
dan memahami namun kita sampaikan apa yang kita dengar dan pahami dari
lisan mereka yang sanad ilmunya tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam karena hanya perkataan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yang merupakan kebenaran atau ilmuNya.
Ulama keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaik an “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya
karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia
salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia
tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya (dengan akal
pikirannya sendiri),
maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh
baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang
kita bisa tanya jika kita mendapatka n masalah”
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Barangsiap a menguraika n Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhn ya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarka n akal pikiran, sesungguhn ya agama itu dari Tuhan, perintah-N ya dan larangan-N ya.” (Hadits riwayat Ath-Thabar ani)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama,
kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja
yang mau dengan apa saja yang diinginkan nya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayat kan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikan nya (sanad ilmu)”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Jadi indikator sanad ilmu atau sanad guru tidak terputus adalah pemahaman ulama tersebut tidak menyelisih i pemahaman para ulama yang sholeh terdahulu jalur dia mengambil ilmu agama. Jika menyelisih i maka sanad guru atau sanad ilmu ulama tersebut terputus hanya sampai pada akal pikirannya sendiri.
Selain pemahaman yang tidak menyelisih i
pemahaman para ulama yang sholeh terdahulu , indikator lainnya
adalah ulama tersebut harus berakhlak baik karena indikator seorang
ulama tetap berada di atas jalan yang lurus karena dikaruniak an ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla adalah berakhlak baik atau berakhlaku l karimah, sholeh, sholihin atau ulama yang ihsan, ulama yang bermakrifa t, ulama yang menyaksika n Allah dengan hatinya (ain bashiroh). Sungguh, muslim yang telah meraih maqom disisiNya hanyalah para Nabi (Rasululla h yang utama), para Shiddiqin, para Syuhada dan muslim yang sholeh. Mereka yang telah dianugerah i ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla dan mereka berada di jalan yang lurus
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-oran g yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:6-7 )
“Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi dan meraih maqom
disisiNya sehingga menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai
shiddiqin, muslim yang membenarka n dan menyaksika n Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifa t. Bermacam-m acam tingkatan shiddiqin sebagaiman a yang diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/14/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Ulama pada hakikatnya adalah muslim yang mengenal Allah (ma’rifatu llah) atau muslim yang bermakrifa t atau muslim yang ihsan (muhsin)
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-aka n kamu melihat-Ny a (bermakrif at), maka jika kamu tidak melihat-Ny a maka sesungguhn ya Dia melihatmu. ‘ (HR Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhn ya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamb a-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Oleh karenanya ulama-ulam a seperti Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab atau Al Albani adalah termasuk ulama-ulam a yang terputus sanad ilmunya
Ibnu Taimiyyah terputus sanad ilmunya karena beliau memahami agama lebih bersandar pada muthola'ah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri sehingga pemahaman Ibnu Taimiyyah menyelisih i pemahaman Imam Mazhab yang empat sebagaiman a dapat diketahui dari tulisan pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf atau pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2012/02/23/ 2011/07/28/ semula-berm azhab-hamb ali/
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk abawi,
ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar
di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaska n dalam kitab-kita b beliau seperti ‘al-Khitht hah al-Mardhiy ah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffu zh bian-Niyah ’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisih i pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati
oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai
pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Muhammad bin Abdul Wahhab yang memahami agama berlandask an muthola’ah , menelaah kitabnya Ibnu Taimiyyah juga dengan sendirinya
terputus sanad ilmunya. Terbukti apa yang dipahami oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab telah keluar (kharaja) dari apa yang dipahami oleh kaum
muslim pada umumnya sehingga dikatakan pemahamann ya
termasuk pemahaman kaum khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak
(plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang
populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya,
Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut: “Keteranga n tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaiman a
terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar
dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka
mengikuti madzhab Hanabilah.
Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin,
sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-oran g musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalk an membunuh Ahlussunna h
dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka,
merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada
tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd
al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar , juz 4, hal. 262).
Ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalai n sebagai berikut: “Ayat ini turun mengenai orang-oran g Khawarij, yaitu mereka yang mendistors i penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalk an darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaiman a yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah , mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-oran g pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalai n, juz 3, hal. 307).
Ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah
ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi,
sebagai berikut: “Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak
Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan
membantahn ya dengan bantahan yang baik berdasarka n ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-had its Nabi shallallah u alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahanny a dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamat kan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-oran g yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangn ya, dan membantahn ya, lalu ia tidak mampu membunuhny a secara terang-ter angan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatny a yang mengkafirk an dan menghalalk an membunuh orang yang menyelisih inya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah, hal. 275).
Begitupula Al Albani terputus sanad ilmunya dikarenaka n beliau mengikuti pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab, terbukti pemahaman Al Albani menyelisih i pemahaman Imam Mazhab yang empat contohnya cara sholat Al Albani, bersedekap di atas dada sedangkan Imam Mazhab yang empat, sebagaiman a yang disampaika n dalam kitab mazhab 4, Al Juzairi menyampaik an,
Imam Malik ~rahimahul lah, “Meletakka n tangan di atas pusar dan di bawah dada“
Imam Hanafi ~rahimahul lah, “Meletakka n tangan di atas pusar dan di bawah dada“
Imam Hambali ~rahimahul lah, “Meletakka n tangan di bawah pusar“
Imam Syafi’i ~rahimahul lah, “Meletakka n tangan di atas pusar dan di bawah dada“
Imam Nawawi ~rahimahul lah berkata : “Meletakka nnya di bawah dadanya dan di atas pusarnya, inilah madzhab kita yang masyhur, dan demikianla h pendapat jumhur (terbanyak )
ulama, dalam pendapat Hanafi dan beberapa imam lainnya adalah menaruh
kedua tangan di bawah pusar, menurut Imam Malik boleh memilih antara
menaruh kedua tangan di bawah dadanya atau melepaskan nya
kebawah dan ini pendapat Jumhur dalam mazhabnya dan yang masyhur pada
mereka” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 4 hal 114)
Hal yang harus kita ingat adalah Imam Mazhab yang empat
melihat langsung cara sholat Salafush Sholeh yang mengikuti cara
sholat Nabi Muhammad shallallah u alaihi wasallam.
Bahkan salah satu ulama keturunan cucu Rasulullah mengatakan dalam tulisannya tentang Al Albani pada http:// majelisrasu lullah.org / index.php?o ption=com_ simpleboar d&Itemid=3 4&func=vie w&id=22475 &catid=9 bahwa beliau sebenarnya tak suka bicara mengenai ini (menyampai kannya), namun beliau memilih mengungkap nya ketimbang hancurnya ummat
Begitupula ulama-ulam a kerajaan dinasti Saudi yang merupakan penggerak pemahaman Wahhabi yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyy ah
wal Ifta` (Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa) terputus sanad
ilmunya. Contohnya pendapat mereka tentang sifat Allah menyelisih i pendapat Imam Baihaqi, Imam Nawawi, Ibnu Hajar dan juga menyelisih i pendapat Imam Mazhab yang empat. Bahkan mereka sebaliknya berpendapa t bahwa Imam Baihaqi, Imam Nawawi maupun Ibnu Hajar telah sesat dalam memahami ayat-ayat mutasyabih at tentang sifat Allah atau telah terjatuh/ tergelincir pada penakwilan terhadap sifat-sifa t Allah sebagaiman a yang dapat diketahui dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/09/07/ klaim-merek a/
Contoh ulama yang masih isitiqomah menjaga ketersambu ngan sanad ilmu dengan mempertaha nkan pendapat Imam Mazhab yang empat adalah mufti mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah yang mempertaha nkan fatwa bahwa Niqab ( Cadar / Purdah) adalah suatu kebiasaan yang dibolehkan dan bukan merupakan satu kewajiban (ditinggal kan berdosa) sebagaiman a kesepakata n jumhur ulama bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat bagi perempuan. Hal ini diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/30/ hukum-penut up-muka/
Keadaan pada zaman sekarang ini bahwa para ulama berfatwa tidak lagi memperhati kan pendapat Imam Mazhab yang empat atau tidak memperhati kan para ulama yang sholeh terdahulu yang sanad ilmu atau sanad gurunya tersambung kepada Rasulullah telah diperingat kan oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sebagai salah satu tanda akhir zaman
Telah menceritak an kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritak an kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhn ya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutny a dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-oran g awam, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatka n (HR Bukhari 98)
Keadaan orang banyak mengikuti mereka yang berfatwa tanpa ilmu. Berfatwa menggunaka n akal pikiran sendiri.
Oleh karena kita, kaum muslim telah melihat perselisih an karena perbedaan pemahaman yang disebabkan oleh segelintir orang mengikuti pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab maupun pemahaman Ibnu Taimiyyah maka kita sebaiknya menelusuri kembali pemahaman para ulama-ulam a yang sholeh sebelum mereka berdua sehingga tersambung kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Kita harus kembali kepada pemahaman dan pengamalan agama yang haq yang diajarkan oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dengan menelusuri kembali melalui dua jalur utama yakni
1. Melalui sanad guru, melalui jalur ulama yang sholeh, bersanad ilmu atau bersanad guru tersambung kepada Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dengan mengikuti ulama yang bermazhab yang tersambung kepada Imam Mazhab yang empat. Contohnya tersambung kepada sanad gurunya Imam Syafi’i ra
Sanad guru Imam Syafi’i ra
a. Baginda Nabi Muhammad Shallallah u alaihi wasallam
b. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
c. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
d. Al-Imam Malik bin Anas ra
e. Al-Imam Syafi’i Muhammad bin Idris ra
2. Melalui ahlul bait, melalui jalur ulama yang sholeh, bernasab atau bersilsila h keturunan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam yang mendapatka n pengajaran agama dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatka n pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallah u alaihi wasallam
Ikuti apa yang disampaika n oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahma n Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddi n,
kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al
Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas
mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almugoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutth origoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya.
Berhati-ha tilah dengan mereka yang mengaku-ak u mencintai dan mengikuti Imam Ahlul Bait namun kenyataann ya mereka hanya mengikuti pemahaman imam-imam kaum mereka semata.
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian
Imam Mujtahid dari kalangan Ahlul Bait, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa
bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al
Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil
mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam
fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam
Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulam a tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Tidak sedikit dari kaum Khawarij yang dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan taubat di hadapan beliau. Dan sebelum abad 7 H berakhir, madzhab Khawarij telah terhapus secara menyeluruh dari Hadramaut, dan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah diterima oleh seluruh pendudukny a.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” terutama bagi kaum Alawiyin, karena kemutawati ran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi
pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India,
kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalka n kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan,
tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan.
Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan
Madagaskar . Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinann ya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Berhati-ha tilah
dalam memilih dan mengikuti hasil pemahaman (ijtihad) seorang ulama.
Apalagi jika hasil pemahaman (ijtihad) ulama tersebut sering dikritik
atau dibantah oleh banyak ulama lainnya. Jangan menimbulka n penyesalan di akhirat kelak karena salah mengikuti ulama.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“(Yaitu) ketika orang-oran g yang diikuti itu berlepas diri dari orang-oran g yang mengikutin ya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan berkatalah orang-oran g yang mengikuti: “Seandainy a kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaiman a mereka berlepas diri dari kami.” Demikianla h Allah memperliha tkan kepada mereka amal perbuatann ya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kal i mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830