assalamual aykum ,,,wr,,,wb ,,,,
Saudara/ iku yg insyaAllah slalu dalam Rahmat Allah Aamiinnn,, ,,
Allah SWT berfirman, ''Katakanl ah: sesungguhn ya sembahyang ku,
ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintah kan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-ta ma menyerahka n diri (kepada Allah).'' (QS Al-An'aam, 6: 162-163).
Perintah Allah itu memang awalnya pada Nabi Ibrahim AS. Namun,
itu juga tertuju pada kita ketika tertera dalam kitab suci. Kita tidak
cuma diperintah kan untuk tegas mengikrark an diri dalam penyerahan total kepada Allah.
Lebih dari itu, kita juga diperintah kan berlomba-l omba menjadi orang-oran g yang pertama, ada di barisan terdepan, dalam menyatakan diri sebagai Muslim. Tentu, bukan cuma di bibir, tapi dibuktikan dalam setiap detak jantung dan detik kehidupan, di dalam aspek ibadah, akhlak, berpakaian , bertingkah laku, makanan dan minuman, berpolitik , berbisnis, dan sebagainya .
Identitas itu pula yang dipakai Rasulullah SAW dalam surat-sura tnya kepada penguasa terbesar di masa beliau, Kaisar Romawi Heraklius.
Dengan mengutip ayat-ayat Alquran, Rasul menyeru salah satu kaisar
terbesar imperium itu kepada Islam. Bila menolak, maka, ''Saksikan lah bahwa kami adalah orang-oran g Muslim (yang berserah diri kepada Allah).'' (QS Ali Imran, 3: 64).
Bayangkan, di hadapan kaisar, demi menghadapi negara terkuat dan terluas di dunia saat itu, seorang kepala negara seperti Rasulullah SAW tidak menyebutka n identitas atau jatidiri yang lain, misal jabatan, latar belakang, atau jumlah kekuatanny a. Seolah-ola h kita diajari untuk rendah hati, meski sebenarnya itu justru pengakuan kemuliaan, baik di dunia maupun akhirat.
Sebab, seperti tertera dalam Sahih Muslim, sebagaiman a dituturkan Abu Sufyan yang menjadi saksi pembacaan surat Nabi, bahwa kaisar sampai mengatakan , ''Bila beliau ada di hadapanku, maka akan kucuci kakinya dan bersimpuh di hadapannya ,'' sebagai respons pernyataan Nabi bahwa dirinya adalah Muslim.
Itulah hati nurani seorang kaisar yang mau mengakui kehinaan dirinya karena bukan Muslim, meski jutaan rakyatnya memuliakan , bahkan bersujud padanya setiap hari. Ironisnya, kini banyak orang malu dan takut menyebut dirinya sebagai Muslim, baik itu rakyat jelata, wakil rakyat, pemimpin organisasi atau negara.
Mereka khawatir dituduh sektarian, memecah belah masyarakat , atau dikaitkan dengan teroris dan semacamnya . Mereka jengah tidak dianggap bagian masyarakat modern yang terpengaru h Barat, padahal peradaban Barat banyak merujuk peradaban Romawi dan Yunani, di mana seseorang yang paling dimuliakan di sana hingga hari ini (Heraklius ) telah menyatakan kehinaan dirinya karena bukan bagian dari kaum Muslimin.
Kemusliman adalah identitas terawal, tertinggi, dan termulia. Dengan identitas itu kita dikenal dan berinterak si. Dengan itu pula kita menyikapi segala hal. Bahkan, bagaimana kita diperlakuk an ketika lahir dan meninggal dunia, akan tergantung padanya.