ZUHUD
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذى غمر صفوة عباده بلطائف التخصيص طولا وامتنانا. والف بين
قلوبهم فأصبحوا بنعمته إخوانا. أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له
شهادة عبد لم يكن معاندا ولا عصى. واشهد أن محمدا عبده ورسوله الذى صار
بالشفاعة العظمى مختصا. فصلوات الله وسلامه عليه صلاة وسلاما دائمين
متلازمين الى يوم اللقاء.
أما بعد: فياعباد الله, أصيكم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون.
Perawi hadis Ibnu Majah mengisahkan, seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW dan berkata, ''Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku
suatu perbuatan yang jika aku lakukan, maka aku akan dicintai oleh Allah
dan juga oleh manusia.'' Rasulullah menjawab, ''Berlaku zuhud-lah kamu
terhadap kenikmatan dunia niscaya kamu akan dicintai Allah, dan berlaku
zuhud-lah kamu di tengah manusia niscaya kamu akan dicintai oleh
mereka.''
Hadis di atas mengisyaratkan suatu perilaku yang
dapat mengantarkan seseorang meraih cinta Allah SWT dan manusia.
Perilaku itu adalah zuhud. Secara etimologi, zuhud adalah menjauhkan
diri dari sesuatu karena menganggap hina dan tidak bernilai. Bagi para
sufi, zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang lebih dari kebutuhan hidup
walaupun sudah jelas kehalalannya.
Berlaku zuhud tidak berarti
berdiam diri dan tidak melakukan usaha apa pun untuk mendapatkan rezeki
yang halal. Zuhud bukan sikap malas. Seorang zahid (orang yang zuhud)
sama sekali tidak identik dengan orang fakir yang tidak mempunyai harta
apa pun. Seorang zahid adalah orang yang mendapatkan kenikmatan dunia
tetapi tidak memalingkan dirinya dari ibadah kepada Allah. Ia tidak
diperbudak dunia dengan segala kenikmatannya, dan mampu menahan diri
untuk tetap berada di jalan yang diridhai Allah.
Zuhud adalah
perbuatan hati (af'al al-qulub). Seorang zahid, dalam hatinya tumbuh
keyakinan bahwa apa yang ada dalam genggaman Allah lebih bernilai
daripada yang ada dalam genggaman manusia. Ia yakin Allah adalah
al-razzaq, penjamin rezeki semua makhluk. Imam Husain bin Ali berkata,
''Salah satu ciri lemahnya iman seseorang adalah menganggap bahwa yang
ada pada manusia lebih bernilai daripada yang ada pada Allah.''
Perilaku zuhud juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Zuhud dalam bermasyarakat adalah dengan menjauhkan diri dari segala
bentuk kejahatan sosial yang dapat merusak keharmonisan hidup
bermasyarakat seperti menggunjing, mengadu domba, berjudi, dan
mengonsumsi narkotika, psikotropika, dan barang terlarang lainnya.
Dalam bermasyarakat, seorang zahid mampu menahan diri untuk tidak
mengambil hak milik orang lain dengan cara yang dilarang oleh agama.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا
مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
''Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta
itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda
orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.''
(QS. Al Baqoroh: 188).
Seorang zahid tidak akan dengki
terhadap kenikmatan yang dimiliki orang lain. Ia sadar, perbedaan nikmat
yang diberikan Allah kepada manusia adalah ujian bagi ketaatannya
kepada Allah. Rasulullah SAW memerintahkan setiap Muslim untuk menjauhi
sifat dengki karena dapat menghapus semua pahala kebaikan seperti api
melalap kayu bakar. (HR Abu Daud).
Setiap Muslim hendaknya
mampu menanamkan zuhud dalam hidupnya agar mampu menyikapi kenikmatan
dunia searif mungkin dan mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
sesama manusia.