Nabi Musapun berguru pada Nabi Khidhir
Diceritakan bahwa setelah Nabi Musa a.s berhasil mengalahkan
orang-orang kafir, beliau di perintahkan oleh Allah agar menyeru manusia
untuk memperbanyak syukur kepadaNya. Suatu ketika ia ditanya oleh
seseorang tentang siapa yang paling berilmu (alim) pada saat itu spontan
Nabi Musa menjawab bahwa dirinyalah yang paling alim saat itu. Jawaban
itulah yang selanjutnya menjadi penyebab merantaunya Nabi Musa mencari
hamba Allah yang memiliki ilmu yang jauh lebih tinggi dibanding
dirinnya.
Seperti yang dituturkan oleh Al Qur’an Al Karim surat Al Kahfi : 60 – 65.
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ
الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ
بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ
سَرَبًا (61) فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آَتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ
لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ
أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ
إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ
عَجَبًا (63) قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى
آَثَارِهِمَا قَصَصًا (64) فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ
رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (65)
60. Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya[885]: "Aku tidak
akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan;
atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun" .
61. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka
lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut
itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa
kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita Telah
merasa letih Karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya
menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu
tadi, Maka Sesungguhnya Aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan
tidak adalah yang melupakan Aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba
kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang
Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
[885] menurut ahli tafsir, murid nabi Musa a.s. itu ialah Yusya 'bin Nun.
[886] menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud
dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud
dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan
dengan ayat-ayat berikut.
akhirnya Nabi Musa berhasil menemukan
hamba Allah yang di kenal dengan Khidir itu. Dalam melakukan perjalanan
tersebut, paling tidak Nabi Musa mendapatkan tiga kejadian aneh yang
selama ini belum pernah ia temui.
Pertama, takala Nabi Khidir
melobangi dinding perahu yang telah menolong mereka. Ketika ditanya oleh
nabi Musa, Nabi Khidir hanya menjawab, ”Bukankah telah kukatakan
kepadamu, bahwa engkau tidak akan bisa sabar bersamaku”. Nabi Musa
akhirnya minta maaf atas kekhilafannya.
Kedua, Ketika Nabi
Khidir membunuh seorang anak kecil yang tidak berdosa.” Mengapa engkau
bunuh seorang jiwa yang suci dengan tanpa kebenaran?”. Tanya Nabi Musa.
Lagi-lagi Nabi Khidir hanya memberikan jawaban seperti semula. “Bukankah
telah aku katakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan bisa sabar
bersamaku ”. Kali ini Nabi Musa berjanji untuk tidak mengulangi
kesalahannya.
Ketiga, ketika Nabi Khidir berbaik hati
memperbaiki sebuah rumah yang nyaris roboh, padahal penduduk desa
tersebut tak ada seorangpun yang bersedia menerima kehadiran mereka.
”Seandainya engkau mau, tentu engkau bisa meminta upah?”. Ujar Nabi
Musa. Dan kalimat inilah yang mengakhiri masa belajarnya dengan Nabi
Khidir. Sebelum keduanya berpisah, Nabi Khidir menceritakan rahasia
segala apa yang telah ia lakukan.
Pertama pembocoran dinding
perahu yang bertujuan agar tidak dirampas oleh raja yang zalim. (pada
waktu itu ada raja zalim yg merampas perahu milik rakyat yg masih layak )
Kedua tentang pembunuhan anak kecil yang di takutkan akan menyesatkan
kedua orang tuanya jika di biarkan hidup. Karena itu , Nabi Khidir
membunuhnya dengan harapan agar Allah mengantinya dengan anak yang
sholeh. Ketiga rumah yang di perbaiki oleh Nabi Khidir tanpa meminta
upah adalah milik dua orang anak yatim piatu. Di bawah rumah tersebut
terdapat harta benda berharga. Diharapkan jika rumah tersebut
diperbaiki, dapat menjaga harta tersebut hingga dua anak yatim itu
dewasa.” Demikian Ta’wil perkara yang engkau tidak sanggup untuk
bersabar”. Ujar Nabi Khidir menyudahi penjelasannya.
Ibroh/ Pelajaran yang dapat diambil dari kisah diatas adalah :
”Sebagai murid seperti Nabi Musa adalah agar menjadi murid yang tahu
diri. Takalah ia mendapat teguran, bahwa ada orang lain yang lebih
berilmu ia langsung sadar dan mengakui kesalahannya.
Di sisi
lain sebagai guru Nabi Khidir adalah sosok yang tidak hanya bisa di
contoh dari sisi keguruan (pendidik), tapi juga sebagai sosok pemimpin.
Kesabaran dan penjelasan tentang segala yang ia kerjakan memberi
ketenangan pada muridnya. Ia bukan sosok yang mau menang sendiri,
tertutup atau mau membingungkan muridnya. —