Hal hal
yang sunah dilakukan terhadap orang yang sakit parah (muhtadhor) :
1. Mengahadapkannya ke arah
kiblat
Hal ini bisa dilakukan
dengan cara membaringkannya pada lambung sebelah kanan (kepal di utara), jika
tidak mampu maka dengan membaringkan pada lambung kirinya (kepala di selatan),
dan bila hal ini tidak mampu maka dengan posisi diterlentangkan (mlumah) dan
member sejenis bantal dikepalanya agar bisa menghadap kiblat
2. Membacakan surat yasin
dengan keras dan surat Ar-Ra’du dengan lirih,
Jika keduanya mungkin di
baca, namun jika hanya mungkin membaca salah satunya, maka dibacakan surat yasin
untuk mengingatkannya pada urusan akhirat. Jika muhtadhlor (orang yang sudah
sekarat) sudah tidak mempunyai perasaan maka yang lebih utama di bacakan surat
Ar-Ra’du, untuk mempermudah keluarnya ruh.[4]
3. Mentalkin (menuntun
untuk membaca Laa ilaaha illalloh)
Nabi bersabda :
«
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ »(رواه
الحاكم)
“Barangsiapa yang akhir
hayatnya membaca Laa ilaaha illalloh maka ia akan masuk surga”.
Menurut qaul sahih
penalkinan dilakukan satu kali (tidak perlu diulangi), kecuali apabila muhtadlor
setelah ditalkin berbicara sekalipun masalaj ukhrawi, maka talkin sunah untuk
diulangi lagi. Menurut imam As Shamiri talkin tidak sunat diulangi selama
muhtadlor tidak membicarakan urusan duniawi. Talkin untuk orang muslim tidak
memakai lafadz tasbih dan ashadu, kedua lafadz tersebut digunakan untuk
mentalkin orang kafir yang diharapkan masuk islam.
Orang yang melakukan talkin
disunahkan bukan ahli waris, bukan musuhnya atau orang yang hasud/iri kepadanya,
hal ini bertujuan untuk menghindari dugaan bahwa mereka mengharapkan kematian
muhtadlor.[5]
Jika yang ada hanya ahli
waris maka hendaknya yang metalkin adalah ahli waris yang paling saying
kepadanya.[6]
4. Memberi minum kepada
Muhtadlor (orang yang sakit parah)
Hal tersebut disunnahkan,
terutama apabila ada tanda bahwa ia meminta minum, sebab pada waktu itu syetan
menawarkan minum yang akan ditukar dengan keimanan.
Tanda baik dan buruknya
mayyit :
Tanda-tanda mayyit yang
baik :
1. Keningnya
berkeringat
2. Kedua matanya
mengeluarkan air mata
3. Janur hidungnya
mengembang
4. Wajahnya
ceria
Tanda- tanda mayit jelek
:
1. Wajahnya kelihatan sedih
dan takut.
2. Ruhnya sulit keluar,
bahkan sampai seminggu
3. Kedua sudut bibirnya
berbusa.
Tanda-tanda diatas bisa
kelihatan semua, atau hanya sebagiannya saja.[7]
Keterangan :
Apabila ada tanda yang baik
maka sunnah untuk disiarkan kecuali jika mayyit dhohirnya ahli maksiat atau
orang fasik, maka tidak boleh di siarkan, agar perilaku jeleknya tidak ditiru
orang lain. Bila ada tanda yang jelek maka wajib dirahasiakan, kecuali dhohirnya
mayit adalah orang yang ahli maksiat atau orang fasik, maka boleh untuk
diberitahukan orang lain agar perilaku jeleknya tidak diikuti orang
lain
وَلَا
يَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ حُضُورُ الْمُحْتَضَرِ عَلَى
الْمُعْتَمَدِ خِلَافًا لِمَا فِي الْعُبَابِ وَالرَّوْضِ وَعَلَّلَهُ
بِتَضَرُّرِهِ بِامْتِنَاعِ مَلَائِكَةِ الرَّحْمَةِ مِنْ الْحُضُورِ عِنْدَهُ
بِسَبَبِهَا .
Dan tidak di haramkan bagi
wanita yang haid dan nifas mendatangi seseorang yang dalam keadaan sekarat
menurut pendapat yang mu'tamad, akan tetapi menurut ibnu hajar dalam kitab al
ubab dan pendapat ibnu almuqri dalam kitab rhaudhotut thalib berbeda pendapat(
mengharamkan) dengan memberi (illat) alasan dengan sebab hadirnya wanita yang
haid dan nifas dapat mencegah hadirnya malaikat rahmah pada orang yang sekarat.
[ Khasiyah albujairomi ala alkhotib juz 1 hal 354 ].
Kesunnahan
Setelah Ruh Dicabut
1. Memejamkan kedua matanya
dengan mengusap wajahnya sambil membaca :
بسم
الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم
bila belum berhasil maka
tariklah kedua lengan dan ibu jari kakinya secara bersamaan.
2. Kedua rahangnya hingga
kepala bagian atas diikat dengan kain yang lebar agar mulut tidak
terbuka.
3. Sendi-sendi tulang
dilemaskan dengan cara melekukkan tangan pada lengan, betis pada paha, paha pada
perut agar mudah didalam memandikan dan mengkafaninya
4. Pakaian mayit dilepas
dengan pelan, lalu mayit ditutupi dengan kain yang tipis, ujungnya diselipkan
dibawah kepala dan kedua kaki.
Keterangan :
a. Untuk mayit laki-laki
yang dalam keadaan ihrom maka kepalanya harus terbuka (tidak boleh
ditutupi)
b. Untuk mayit perempuan
yang sedang ihrom maka wajahnya tidak boleh ditutupi.
5. Mayit diletakkan
ditempat yang agak tinggi, sekira tidak menyentuh tanah, seperti di atas dipan
(amben), agar tanah yang basah tidak mengenainya (supaya tidak segera
membusuk)
6. Membakar dupa atau
menaburkan wewangian disekitar mayit, agar bau yang tak sedap menjadi
hilang
7. Meletakkan sesuatu
(selain mushaf) yang agak berat di perut mayit, dengan cara benda tersebut di
bujurkan dan diikat agar perutnya tidak mengembang. Untuk beratnya kira-kira
54,3 gram atau 0,5 ons
8. Segera melunasi hutang
dan melaksanakan wasiatnya
-------------------------
[4] Al mahalli juz 1 hal;
321
[5] Nihayatuz zain
147
[6] Qulyubi juz 1
hal;321
[7] Nihayatuz zain hal;
147
TAJHIZUL
MAYYIT
Tajhizul mayit artinya
merawat atau mengurus seseorang yang telah meninggal. Hukum tajhiz adalah fardlu
kifayah bagi setiap orang mukallaf yang mengetahui atau menyangka atas kematian
seseorang.
STATUS
MAYIT YANG AKAN DIRAWAT DIPERINCI SEBAGAI BERIKUT;
1. Muslim Ghoiru Syahid Wa
Ghoiru Siqti
Yaitu mayit muslim dewasa
serta bukan mati syahid
Kewajiban yang harus
dilakukan terhadap mayit ini adalah :
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Memakamkan
2. Mayit Muslim Al Syahid
(Syahid Dunia Dan Akhirat)
Yaitu mayit yang mati waktu
perang dengan non muslim (orang kafir)
Hal-hal yang harus
dilakukan kaum muslimin terhadap mayit seperti ini adalah :
1. Mengkafani dengan
pakaian perangnya. Bila tidak cukup maka ditambah dengan kain kafan lain
sehingga bisa menutupi seluruh badannya
2. Memakamkan.
Untuk mayit syahid dunia
akhirat ini haram di sholati dan dimandikan meski ia menanggung hadast
besar.
3. Mayit Al-Muslim As-Siqtu
(Bayi Prematur)
Yaitu bayi atau janin yang
lahir sebelum mencapai usia 6 bulan. Dalam kitab-kitab salafi menangani bayi ini
diperinci sebagai berikut,
Lahir dalam keadaan hidup,
yang bisa diketahui dengan jeritan, gerakan atau yang lainnya.
Kewajiban terhadap bayi ini
adalah sama seperti mayit muslim dewasa yaitu: memandikan, mengkafani,
menyolati, dan menguburkan.
Lahir dalam bentuk bayi
sempurna, (sudah berusia 4 bulan), namun tidak diketahui tanda-tanda
kehidupan.
Kewajiban terhadap bayi ini
adalah : memandikan, mengkafani dan menguburkan. Adapun hukum mensholatinya
tidak diperbolehkan.
Belum berbentuk manusia
(belum berusia 4 bulan). Bayi yang demikian, tidak ada kewajiban apapun, namun
disunahkan membungkusnya dengan kain dan memakamkannya[1].
Keterangan :
Bayi yang lahir mencapai
usia 6 bulan, maka menurut pendapat yang kuat, harus ditahjiz seperti orang
dewasa meski tidak ada tanda-tanda kehidupan.[2]
4. Kafir
Dzimmi[3]
Yaitu kafir yang tidak
memusuhi orang islam.
Kewajiban yang harus
dilakukan hanya ada dua macam yaitu;
a.Mengkafani
b.Memandikan
Hukum memandikannya boleh
(jawaz), namun haram untuk disholati.
_______________________________________
[1] At-tarmasy juz III hal
453-461
[2] Hasyiyatul jamal juz 2
hal 191 / I’anatut tholibin juz 2 hal;123
[3] At-tarmasi juz 3 hal.
453-461
MEMANDIKAN
MAYIT
Batas minimal memandikan
mayit adalah :
1. menghilangkan najis yang
ada pada tubuh mayyit
2. mengguyurkan air secara
merata ke seluruh tubuh mayit termasuk juga farjinya tsayyib (kemaluan wanita
yang sudah tidak perawan) yang tampak ketika duduk atau bagian dalam alat
kelamin laki-laki yang belum dikhitan (kulup)[1]
Keterangan:
Kusus mengenai anak
laki-laki yang belum dikhitan (berkelopak kulit) jika air tidak bisa sampai
kebawahnya maka hukumnya diperinci sebagai berikut :
a.Jika di bawah kelopak
kulitnya suci, maka sebagai ganti membasuh adalah di tayammumi
b.Jika dibawah kelopak
kulitnya najis yang tidak bisa dihilangkan kecuali dipotong. Maka haram
memotongnya.
Mengenai penanganan
laki-laki ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama’ :
Menurut imam romli : cukup
dikafani dan dikubur tanpa disholati
Menurut imam ibnu hajar :
ditayammumi kemudian disholati dan dikubur. Pendapat ibnu hajar ini mendapat
dukungan dari syeikh al fadani, sebab mengubur mayit dengan tanpa disholati
menandakan kurang adanya penghormatan.[2]
Sedangkan cara mentayammumi
mayit yang praktis sebagai berikut :
Kedua tangan orang yang
tayammum diletakkan pada debu
Tangan kanannya diusapkan
pada wajah mayit, seraya niat :
نويت
التيمم عن تحت القلفة هذاالميت لله
Tangan kiri diusapkan pada
tangan kanan mayit. Tangan kanan diletakkan pada debu lagi untuk diusapkan pada
tangan kiri mayit.
Cara
memandikan yang lebih sempurna, sebagai berikut :
1.Tempat memandikan sepi,
tertutup dan tidak ada orang masuk kecuali orang yang bertugas.
2.Ditaburi wewangian, semisal
dengan membakar dupa, yang berguna untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh
mayit, selain juga karena ada ulama yang berpendapat supaya malaikat turun
memberikan rahmatnya (mahfudz at-tarmasi juz 3 hal. 399-402)
3.Mayit dibaringkan dan
diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti di atas dipan atau dipangku oleh
tiga atau empat orang. Hal ini dilakukan guna mencegah mayit supaya tidak
terkena percikan air
4.Mayit dimandikan dalam
keadaan tertutup semua anggota tubuhnya, jika tidak memungkinkan atau mengalami
kesulitan, maka cukup auratnya saja yang ditutup yaitu antara pusar sampai
lutu
5.Orang yang memandikan wajib
memakai alas tangan ketika menyentuh auratnya (antara pusar sampai lutut). Dan
sunah beralas tangan ketika menyentuh bagian tubuh selain aurat.
6.Perut mayit diurut dengan
tangan kiri secara perlahan oleh orang yang memandikan secara berulang-ulang
agar kotoran yang ada di perut mayit dapat keluar.
7.Membersihkan dua lobang
kemaluan dengan menggunakan tangan kiri yang wajib dibungkus dengan
kain.
8.Membersihkan gigi mayit dan
kedua lubang hidungnya dengan jari telunjuk tangan kiri yang beralaskan kain
basah dan jika terkena kotoran maka harus disucikan terlebih dahulu.
9.Mewudhukan mayyit persis
seperti wudlunya orang yang hidup, baik rukun maupun sunnahnya, niatnya
mewudlukan mayyit adalah :
نويت
الوضوء لهذا الميت
“saya niat mewudlukan pada
mayit ini”
10.Membasuh mayyit mulai
kepala hingga telapak kaki dengan air sabun, sampo atau daun bidara dengan cara
:
§Mengguyurkan air ke kepala
mayyit
§Mengguyur sebelah kanan
bagian depan anggota tubuh mayit dimulai dari leher sampai telapak kaki
mayit
§Mengguyur sebelah kanan
bagian belakang anggota tubuh mayit dengan agak memiringkan posisinya, mulai
leher sampai kaki. Kemudian sebelah kiri juga dimulai dari bagian leher sampai
kaki.
Keterangan : Untuk basuhan nomer 8
ini, belum dihitung basuhan yang wajib dalam memandikan mayit, sebab air yang
digunakan bukan air yang thohir muthohir.
Mengguyur seluruh tubuh
mayit mulai kepala sampai kaki dengan air yang murni (tidak tercampur dengan
sabun atau daun widara) untuk membilas sisa-sisa daun bidara, sabun atau sesuatu
yang ada pada tubuh mayit, dengan posisi mayit dimiringkan.
Keterangan : Basuhan ini juga tidak
bisa dihukumi basuhan yang wajib sebab air tersebut (meski air murni) namun
akhirnya akan berubah (thahir goiru muthohir) sebab terkena bekas sabun, sampo,
daun bidara yang berada pada tubuh mayit
Mengguyur seluruh tubuh
mayit yang ketiga kalinya dengan memakai air yang dicampur sedikit kapur barus,
yang tidak sampai merubah kemutlakan air atau bisa dengan cara diguyur dengan
air bersih murni (tanpa kapur barus) sampai rata keseluruh tubuh mayit, lalu
tubuh mayit diperciki dengan air kapur barus
Keterangan : Basuhan ini merupakan
basuhan yang wajib dalam memandikan mayit. Pada saat basuhan terakhir ini
disunahkan untuk membaca niat :
نويت
الغسل لاستباحة الصلاة عليه \ نويت الغسل عن هذه الميت
"saya niat memandikan
mayyyit ini / saya niat memandikan untuk memperbolehkan menyolatinya"
Menyisir rambut dan jenggot
mayit yang tebal dengan perlahan (jika rambutnya acak acakan) memakai sisir yang
longgar agar tidak ada rambut yang rontok. Jika ada rambut yang rontok maka
harus diambil dan dikembalikan, namun kesunnahannya dibungkus dengan kain kafan
kemudian dikebumikan bersama mayit.
Hal ini jika mughtasil
(orang yang memandikan) menghendaki membasuh sebanyak tiga kali, apabila
menghendaki yang lebih sempurna lagi maka mayit bisa dimandikan dengan 5/7
basuhan.
Untuk lima kalli basuhan
maka dengan urutan sebagai berikut :
1. Air sabun/daun
widara
2. Air pembilas
(muzilah)
3. Basuhan ke 3, 4 dan 5
memakai air bersih yang dicampur sedikit kapur barus atau sejenisnya
Untuk 7 kali basuhan maka
dengan urutan sebagai berikut :
1. Air sabun/daun
widara
2. Air pembilas
(muzilah)
3. Air sabun/daun
widara
4. Air pembilas
(muzilah)
5. Basuhan ke 5,6 dan 7 air
bersih yang dicampur sedikit kapur barus dan sejenisnya
Tambahan :
Paling sempurna memandikan
mayit adalah Sembilan basuhan, berbeda dengan pendapat al-muksyi yang mengatakan
bahwa tujuh basuhan adalah batas maksimal kesempurnaan memandikan mayit, lebih
dari itu hukumnya makruh karena termasuk Isrof(berlebihan)
Haram menelungkupkan mayit
pada saat memandikan sebab hal tersebut menandakan penghinaan kepada
mayit.
SYARAT
ORANG YANG MEMANDIKAN
Harus sejenis atau ada
hubungan mahrom atau ada ikatan suami istri, atau mayit adalah seorang anak
kecil yang belum menimbulkan potensi syahwat. Jika tidak di temukan, maka mayit
cukup ditayammumi dengan ditutupi semua anggota badannya selain anggota
tayammum. Dan orang yang menayammumi harus beralas tangan (Ibrahim al-bajuri juz
1 hal. 246)
Memiliki keahlian dalam
memandikan mayit
Orang yang memandikan dan
orang yang membantunya harus memiliki sifat amanah (dapat di percaya), dalam
artian : seandainya dia memberitahukan suatu kondisi menggemvirakan yang Nampak
dari mayit, maka beritanya dapat dipercayai kebenarannya. Sebaliknya, jika
melihat hal-hal yang tidak menggembirakan, maka ia mampu untuk merahasiakannya
(Ibrahim al-bajuri juz 1 hal. 246)
PERINGATAN : Harom melihat aurotnya
mayit, kecuali untuk kesempurnaan memandikan, seperti untuk memastikan bahwa air
yang digunakan sudah merata atau untuk menghilangkan kotoran yang dapat mencegah
sampainya air pada kulit mayit
Disunahkan pula memakai air
dingin, karena lebih menguatkan daya tahan tubuh mayit. Kecuali di saat cuaca
dingin maka disunahkan memakai air hangat
________________________________________
[1] At-turmusi juz 3 hal;
399-402
[2] Nihayah zain hal. 151 /
kasifatus saja hal;101
TATA
CARA PEMAKAMAN
Mengubur jenazah di
pekuburan lebih utama daripada di tempat khusus. Dalam membawa jenazah ke
pekuburan disunnahkan menaruh posisi kepala di arah depan walaupun bukan arah
kiblat.[1]
Sedangkan lubang kubur,
minimal harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya:
1. Bisa menutupi dari bau
busuknya mayit dan bisa melindungi mayit dari binatang buas (tidak bisa digali
dan dimakan binatang buas)
2. Berupa galian, tidak
cukup jika berupa bangunan di atas tanah sekalipun bisa melindungi dari binatang
buas.
Sedangkan yang paling utama
yaitu membuat galian yang luas dan dalam setinggi orang normal berdiri dengan
mengangkat tangannya ke atas atau sekitar 4 ½ dzira’ atau 2,25 M Galian ini bisa
berbentuk dua macam yaitu : Lahd, yaitu melubangi bagian bawah dari lubang kubur
pada sisi arah kiblat setelah menggali sedalam 2,25 M. Ini lebih utama (afdol)
di daerah dengan struktur tanah yang keras.
Syaq, yaitu membuat galian
di tengah-tengah lubang kubur seperti galian sungai. Ini lebih utama(afdol) di
daerah dengan struktur tanah yang gembur dan lunak.
Tata
cara penguburan mayit yang paling sempurna dan sesuai dengan kesunahan adalah
sebagai berikut :
1.Meletakkan jenazah sebelum
dimasukkan ke liang kubur di posisi kaki kubur (sebelah selatan liang
lahat).
2.Mengangkat jenazah, lalu
diturunkan ke liang kubur dengan posisi kaki terlebih dahulu.
3.Dikubur tanpa memakai alas,
bantal atau peti. Hukum menggunakan ini semua makruh kecuali dalam keadaan
darurat seperti ketika lahatnya berair.
4.Orang yang masuk ke dalam
liang lahat disunnahkan ganjil, afdolnya tiga orang.
5.Menutup liang kubur dengan
kain ketika prosesi pemakaman supaya tidak terlihat aurat mayit jika
terbuka.
6.Mayit diletakkan berbaring
miring dan sisi tubuh bagian kanan (lempeng kanan) menempel di tanah, makruh
bila menggunakan sisi tubuh bagian kiri. Adapun menghadapkan ke kiblat hukumnya
wajib.
7.Sunnah bagi yang
menguburkan mengucapkan :
“بسم
الله وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وآله وسلم “
8.Melepas ikatan kafan mayit
pada kepala mayit dan membuka kafan yang menutupi pipi mayit lalu menempelkannya
ke tanah.
9.Meletakkan bantalan dari
tanah (biasanya berbentuk bulat) pada bagian belakang tubuh mayit seperti
belakang kepala dan punggung, kemudian menekuk sedikit bagian tubuh mayit ke
arah depan supaya tidak mudah untuk terbalik atau menjadi terlentang.
10.Adzan dan iqomah dengan
lirih, lalu menutup liang dengan papan sebelum ditutup dengan tanah dengan
menaikkan sedikit urukan tanah setinggi jengkal.
11.Setelah proses penguburan
selesai, berdiam sebentar untuk dibacakan talqin serta memperbanyak istighfar
bagi mayit.
REFRENSI :
.[1]
حواشي الشرواني – (ج 3 / ص 130)
قوله:
(إلى تنكيس رأس الميت) يؤخذ منه أن السنة في وضع رأس الميت في حال السير أن يكون
إلى جهة الطريق سواء القبلة وغيرها كما قاله السيد عمر بصري
التقريرات
السديدة ص387
رابعا
:دفن الميت
أحكام
الدفن ثلاثة :
1.
واجب للمسلم والكافر الذمي غير السِّقط الذي لم يظهر فيه مبدأ خلق آدمي
.
2.
مندوب : للسّقط الذي لم يظهر فيه مبدأ خلق آدمي .
3.
مباح : للكافر الحربي، إلا إذا تأذّى الناس برائحته، فيجب .
أقل
الدفن ( الواجب ) : حفرة تكتم رائحته وتحرسه من السباع حتى لا تنبشه وتأكله، ولا
يكفي البنأ مع إمكان الحفر .
كيفيات
الدفن : له كيفيتان، لحد وشَقّ :
اللحد
: هو أن يحفر ما يسع الميت في أسفل جانب القبر من جهة القبلة بعد أن يحفر – بعمق –
قدر قامة وبسْطة : ” أربعة أذرع ونصف “، وهي أفضل من الشق إن صلبت الأرض كالمدينة
المنورة.
الشق
: هو أن يحفر في وسط القبر كالنهر، ويكون أفضل إذا كانت الأرض رَُخْوة كمكة
المكرمة
TALQIN
MAYIT
Telah umum dalam masyarakat
kita, selesai jenazah dimakamkan salah seorang dari pihak keluarga mayit duduk
disamping makam lalu mulai melafadzkan bacaan talqin[i] bagi mayit. Namun dewasa
ini, ada satu kelompok yang mengklaim dirinya paling mengikuti al-Qur’an dan
sunnah dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in menyatakan bahwa talqin mayit
adalah bid’ah karena tidak memiliki landasan dalam syari’at serta tidak
bermanfaat bagi si mayit. Permasalahan semacam ini telah menjadi polemik dalam
masyarakat, benarkah talqin mayit tidak memiliki landasan syari’at padahal telah
dilakukan oleh para ulama’ pendahulu kita ?.
Oleh karena itu, kami akan
membahas tentang dalil-dalil yang menjadi landasan talqin mayit agar bisa
memberikan kejelasan pada masyarakat.
Dasar hukum talqin
mayit
Salah satu dasar hukum
mengenai talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi
Dawud, dan imam An Nasai :
لقنوا
موتاكم لا إله إلا الله
“Talqinilah orang-orang
mati kalian dengan Laa ilaaha illalloh “
Memang mayoritas ulama
mengatakan bahwa yang dimaksud lafadz موتاكم dalam hadits di atas
orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits
tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah
juga jika kita artikan lafadz tersebut dengan arti aslinya yaitu orang yang
telah mati. karena menurut kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan suatu lafadz
kepada makna majasnya diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik berupa kata atau
keadaan yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut adalah
makna majasnya bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita katakan
“talqinillah mayit kalian sebelum matinya” maka kata-kata “sebelum matinya”
merupakan qorinah yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit
dalam kalimat ini bukan makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna
majasnya (orang yang hampir mati).
Sedangkan dalam hadits
tersebut tidak diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم kepada makna
majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna aslinya yaitu
orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah yang dipilih
oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy Syaukany, dan
Ulama lainya.
Selain hadits di atas,
masih ada hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah
dikuburkan, yaitu :
إِذَا
مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ،
فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن
فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن
فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ،
فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ،
فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا
إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ
بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ
إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ
صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ
حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟ قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا
فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه الطبراني
“Jika salah satu diantara
kalian mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah
satu dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai
fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang
yang mati, pent)” sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya.
Kemudian berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak
fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan duduk. Kemudian
berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah
(sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan berkata : “berilah kami
petunjuk –semoga Allah merahmatimu-“ dan kalian tidak akan merasakannya.
Kemudian hendaklah berkata : “ sebutlah sesuatu yang kamu bawa keluar dari
dunia, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah SWT, Muhammad hamba dan
utusan Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi
Nabimu, dan Al Quran menjadi imammu”, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan
tangan dan berkata : “mari kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) di
sisi orang yang telah ditalqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah
menjadi hajiij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah) baginya bukan
Mungkar dan Nakir”. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya : wahai
Rasulullah ! Jika dia tidak tahu ibu si mayit ?Maka Rasulullah menjawab :
nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa”(H.R. Thabrani) (2).
Berdasarkan hadits ini
ulama Syafi`iyah, sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan sebagian ulama Hanafiyah
serta Malikiyah menyatakan bahwa mentalqini mayit adalah mustahab
(sunah)(3).
Hadits ini memang termasuk
hadist yang dhaif (lemah), akan tetapi ulama sepakat bahwa hadits dhaifmasih
bisa dijadikan pegangan untuk menjelaskan mengenai fadloilul a`mal dan anjuran
untuk beramal, selama tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat (hadits
shohih dan hadits hasan lidzatih) dan juga tidak termasuk hadits yang matruk
(ditinggalkan)(4). Jadi tidak mengapa kita mengamalkannya.
Selain itu, hadist ini juga
diperkuat oleh hadist-hadits shohih seperti :
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ
الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا
لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ،
وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .
“Apabila Rasulullah SAW
selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di dekat kuburan dan berkata :
mintalah kalian ampunan untuk saudara kalian dan mintalah untuknya keteguhan
(dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang
sedang ditanya” (H.R. Abu Daud dan dishahihkan oleh Hakim)(5).
Juga hadits yang
diriwayatkan Imam Muslim r.a :
وعن
عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا
حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى
أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه
مسلم
Diriwayatkan dari `Amr bin
Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka hendaklah kalian
menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta dan dibagi dagingnya
sampai aku merasa terhibur dengan kalian dan saya mengetahui apa yang akan saya
jawab apabila ditanya Mungkar dan Nakir(6).
Semua hadits ini
menunjukkan bahwa talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan bahwa
mayit bisa mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa terhibur
dengannya.
Salah satu ayat yang
mendukung hadits di atas adalah firman Allah SWT :
وَذَكِّرْ
فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]
“Dan tetaplah memberi
peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang
beriman. “
Ayat ini memerintah kita
untuk memberi peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan orang yang masih
hidup. Karena mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga
dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya adalah mengingatkan
mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur dan memang mayit
di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut (7). Jadi ucapan
pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan pasti
bermanfaat bagi orang-orang mukmin. Wallohu a'lam. [Mbah
Jenggot].
Referensi :
(1)شرح
النووي على صحيح مسلم – (6 / 219(
(2)المعجم
الكبير للطبراني – (ج 7 / ص 286(
المقاصد
الحسنة للسخاوي ج 1 ص 167
(3)الأذكار
ج 1 ص 162
الجوهرة
النيرة ص2 ج2
فتاوى
ابن حجر الهيثمي ج 5 ص 226
مغني
المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ج 1 ص 447
سبل
السلام – (ج 3 / ص 155(
(4)أضواء
البيان ج 6 ص 225
المجموع
شرح المهذب ج 5 ص 226
(5)سبل
السلام – (ج 3 / ص 151)
(6)رياض
الصالحين – (ج 1 / ص 477)
(7)التاج
والإكليل لمختصر خليل ج 3 ص 3
لسان
العرب
تفسير
تنوير الأذهان ص 125 ج 3.
أنوار
المسالك شرح عمدة السالك ص135