Oleh Yusuf
Suharto
[1]
Bulan Rajab adalah bulan ke
tujuh dari bulan hijriah (penanggalan Arab dan Islam). Peristiwa Isra Mi’raj
Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu
diyakini terjadi pada 27 Rajab ini. Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan
haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam
dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah,
Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.
Dinamakan bulan haram
karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan.
Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan : “ Sesungguhnya bilangan bulan
pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan)
agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang
empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang
yang bertakwa.”
Hukum
Puasa Rajab
Ditulis oleh al-Syaukani,
dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur
al-Sam'ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan
kesunahan puasa Rajab secara khusus. Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan
puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab
adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai
pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan
bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan,
maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan-
bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah
atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang
memakruhkan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah
al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia)."
(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat
al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata
pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan
puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab:
'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh
kebanyakan orang.'"
Menurut al-Syaukani dalam
Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah
bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara
implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di
dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada
bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di
dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama
setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan
adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan
Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum
al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan
pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat
ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan
ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di
samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur
al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah
al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah
bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara
keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram,
kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah
al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan
ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang benar tidak satupun
ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan shahih
riwayat bahwa Rasul saw menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram,
dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan
khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk
melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala
Shahih Muslim).
Hadis
Keutamaan Rajab
Berikut beberapa hadis yang
menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab : Diriwayatkan bahwa
apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau
berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan
sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin
Malik).
"Barang siapa berpuasa pada
bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka
ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan
untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya
dengan kebaikan."
Riwayat al-Thabarani dari
Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana
berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka
jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari,
Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
"Sesungguhnya di surga
terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan
rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka
ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".
Riwayat (secara mursal)
Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Saw bersabda: "Rajab itu bulannya Allah,
Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
Sabda Rasulullah SAW lagi :
“Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari
madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya
bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka
berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca
salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
Mengamalkan
Hadis Daif Rajab
Ditegaskan oleh Imam
Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan
kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha'if (lemah atau kurang
kuat).
Namun dalam tradisi
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para ulama generasi salaf
yang saleh telah bersepakat mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il
al-a’mal (amal- amal utama).
Syaikhul Islam al-Imam
al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah mengatakan : “Adapun
hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan
mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya,
apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan
dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat,
kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain- lain.”
-------------
[1] Alumni Pesantren Denanyar Jombang.
Sumber :
Sumber :
www.fb.com/notes/pesantren-virtual/puasa-dan-keutamaan-rajab/10150239208476014