STANDAR THORIQOT
Thoriqoh secara etimologis adalah jalan. Secara terminologis adalah
jalan yang menuju kepada Allah swt, kemudian dijadikan istilah gerakan
ibadah yang tertentu dengan aurod-aurod yang tertentu dengan mendapat
baiat dari seorang Mursyid tertentu. Dan mempunyai silsilah Mursyid
sampai pada Rasulullah, dengan dibangsakan pada seorang Mursyid yang
terkenal kapasitasnya.
Berbicara tentang aliran thoriqot
pada zaman sekarang bukan soal yang mudah apalagi untuk mengetahui apa
thoriqot tersebut mu’tabar atau tidak, demikian pula untuk membedakan
antara aliran tersebut merupakan aliran yang mardliyah atau tidak,
aliran yang shohihah atau fasad. Karena masing-masing thoriqot atau
masing-masing aliran pengikutnya saling mengatakan atas kebenaran aliran
yang diikuti, mengklaim atas kemu’tabaran thoriqoh yang diikuti.
Lebih-lebih rata-rata thoriqoh dan aliran yang ada selalu bersifat di
thoreh dengan tidak transparan kecuali hanya pada pengikutnya bahkan
pengikutnya sendiri tidak tahu apa yang semestinya terprogram pada
gerakan-gerakan yang ia
anut. Banyak yang tidak tahu juga misi-misi tokoh dan pimpinan yang
mereka anut. Mereka percaya karena tokoh yang telah diikutinya tanpa mau
memfilter dengan ilmu pengetahuan yang telah diajarkan oleh syari’at.
Memang sangatlah naif orang yang kurang ilmu pengetahuan agamanya.
Mereka hanya menjadi objek orang-orang yang punya kepentingan, sementara
mereka hanya menganggap apa yang dilakukannya adalah baik semua tanpa
dapat membedakan apakah yang dilakukan tersebut legal atau ilegal. Hal
ini memang sesuai dengan Firman Allah swt.
وَالْعَصْرِ (1)
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
“Demi waktu asar, bahawa sesungguhnya semua manusia adalah rugi kecuali orang-orang
yang beriman dan beramal shaleh, berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran”.(Al- Ashr:1-3)
Kalau di zaman Rosullulloh saw. yang lebih dari 14 abad lamanya Allah
telah menyebutkan dengan waktu ashar kiranya tidaklah berlebihan kalau
sekarang waktu sudah ghurub ( waktu terbenamnya matahari ). Kebiasaan
pada waktu tersebut keadaan cuaca telah berubah menjadi remang-remang
melihat sesuatu serba tidak jelas. Istilah orang kuno banyak tuntunan
menjadi tontonan, tontonan menjadi tuntunan, musikan gitar seruling
dianggap budaya islam. Budaya yang islam dianggap ketinggalan zaman,
aliran yang legal dianggap ilegal, yang ilegal dianggap legal Thoriqot
yang sesat pengikutnyya tidak pernah menganggap sesat tapi aliran yang
shohih justru dianggap sesat. Aliran yang sesat dianggap keren, aliran
yang benar dianggap kemunduran, berbicara benar dianggap salah, yang
jelas-jelas salah justru dianggap pembaharuan. Memang hal ini sudah
menjadi sunnatulloh dalam kehidupan manusia.
STANDAR FASID DAN SHOHIHNYA SEBUAH ALIRAN
FILTER PERTAMA; MUWAFIQ (cocok ) DENGAN SYARIAT
Fasid dan tidaknya aliran tidak diukur dari sosok tokoh yang dianutnya,
juga bukan dari banyaknya pengikut, juga bukan pembawa aliran tersebut
termasuk seorang kyai atau putra kyai, bahkan golongan haba’ib. Yang
perlu kita sadari bahwa siapapun orangnya yang kita ikuti jika terjadi
kefasidan dalam aliran yang dibawanya mereka tidak akan bertanggung
jawab apalagi sampai menjamin kita untuk selamat dari siksaan api neraka
atau dapat masuk sorga. Tetapi masing-masing pengikut dan yang diikuti
akan bertanggung jawab sendiri di hadapn Allah yang Maha Benar dan Maha
Kuasa sebagaimana Firman Allah dalam Al-Baqarah: 166-167.
إِذْ
تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا
الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ (166) وَقَالَ الَّذِينَ
اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا
تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ
عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ (167)
166.
(yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari
orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika)
segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.
167. Dan
berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali
(ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana
mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada
mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali
mereka tidak akan keluar dari api neraka.
Maka dari itu jika
akan mengikuti pada suatu aliran jangan sekali-kali kita terpengaruh
dengan figur yang terlihat atau maziah tokoh yang kita ikuti (khoriq al
addah) karomah atau lainnya. Tapi lihatlah aliran tersebut cocok dengan
syari’at yang dibawa Nabi atau tidak ? Cocok dengan ajaran Al-Qur’an
atau tidak ? Cocok dengan gerakan Sahabat Nabi apa tidak ? Cocok dengan
ijma’nya para Sahabat apa tidak ? sebagaimana ucapan Imam Ghozali yang
dinukil dari Syech Zakaria Al-Ansori dalam kitab Lubbul Usul Hal. 164;
Juga senada dengan sabda Rosul; "Barang siapa mengada-ada di dalam
urusan agama kami ini, sesuatu yang tidak dari agama kami, maka sesuatu
itu tertolak"
Jelas dari keterangan di atas menunjukkan bahwa aliran
atau gerakan model apapun yang tidak cocok dengan syari’at tidak dapat
dianggap benar, apalagi aliran-aliran yang dasar pengambilannya melewati
mimpi atau bahkan berdasar ilham dan mengaku diajari Nabi Khidzir
kecuali cocok dengan sari’at.
Imam Ghozali menegaskan
apapun bentuknya ilham atau ilmu mukasyafah tidak dapat dijadikan
pedoman dalam melangkah apalagi membenarkan sebuah aliran. Hal ini
bukannya ilham atau ilmu kasyf tidak dapat dipertanggungja wabkan
kebenarannya, melainkan ilham atau kasyf yang benar adalah tidah pernah
bertentangan dengan dalil syar’i (ajaran al-Qur’an atau al-Hadits) maka
dicukupkan dengan dalil syara’ yang sorih dan baku, yakni ajaran
Al-Qur’an dan ajaran Hadits, jika adanya hal yang dianggap ilham atau
kasyf yang bertentangan dengan Al-qur’an atau Al-Hadits sebenarnya bukan
ilham yang salah tapi orang yang menganggap bahwa itu ilham atau kasyf
itulah yang tidak dapat memfilter bahwa itu ilham dari Allah atau tipuan
dari Iblis karena memang Iblis telah mampu menampakkan wujudnya kepada
manusia dengan perwujudan langit, Arsy, Laukh al Mahfudz, Kursi dan
lain-lainnya, sebagaimana yang telah ditegaskan Imam Al- Ghozali yang
telah dinuqil oleh Imam Abdul Wahhan As-Sya’roni dalam muqodimah Mizan
Kubronya.
Lalu ukuran ajaran tersebut sesuai dengan Al-Qur’an atau Al-Hadits yang bagaimana? Padahal hampir semua ajaran mengatasnamakan sebagai ajaran Islam, aliran atau thoriqot mengaku sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits ?
Perlu diketahui bahwa lafadz-lafadz dalam Al-Qur’an atau Al-Hadits
memang masih elastis dapat kita artikan dengan interpretasi yang
bermacam-macam. Namun bukan
berarti ajaran Al-Qur’an boleh diartikan dengan interpretasi yang
bermacam-macam dengan mengikuti hawa nafsu atau kepentingan kita
masing-masing, tapi Al-Qur’an diartikan sebagaimana arti yang telah
dijelaskan oleh Rasulullah Muhammad saw. karena Allah memberi jaminan
dengan ayat-Nya bahwa Muhammad diutus oleh Allah juga untuk memperjelas
kapada umat termasuk arti Al-Qur’an.
Lalu untuk mengetahui arti
Al-Qur’an yang dijelaskan Rasulullah bagaimana caranya? Padahal arti
Hadits sendiri kadang masih dapat diartikan dengan beberapa kemungkinan
sebagaimana sabda Rasulullah dengan beberapa kemungkinan? Sebagaimana
sabda Rasulullah: "Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali".
Dapat
diartikan dengan “pernikahan tidak sempurna tanpa wali, sebagaimana
pendapat Imam Abu Hanifah. Dan juga dapat diartikan dengan “menikah
tidak sah tanpa adanya wali”. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh
Imam Syafi’i. Lalu yang sesuai yang mana?
Jawab: Perlu
diketahui bahwa ajaran Al-Qur’an atau Al-Hadits ada yang bersifat qot’i
(tidak dapat ditawar atas interpretasi lain), ada pula yang bersifat
dzonni, (memang masih dimungkinkan arti yang lain dari dhohirnya lafad)
yang ganti adalah interpretasi yang sudah disepakati seluruh umat islam
satu periode yang sudah mempunyai kapasitas mujtahid. Contoh firman
Allah tentang wajibnya sholat lima waktu, wajibnya zakat, Puasa, haji,
wujudnya Allah, terutusnya Nabi Muhammad, wujudnya Malaikat dan
lain-lain.
Memang firman Allah : "dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat". Asal mulanya lafadz sholat dapat diartikan dengan
do’a atau yang lainnya. Lalu perintah sholat juga dapat diinterpretasik an
dengan hanya himbauan yang sunah, jawaz atau wajib. Namun setelah ada
konsensus pada Sahabat Nabi dan para Ulama’ sampai hari ini maka kita
tidak diperbolehkan mengartikan selain sholat yang diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam dengan surat-surat yang terentu sebagaimana
yang diajarkan dalam hadits: "shalatlah sebagaimana kalian melihatku
shalat".
Demikian pula kita tidak dapat menginterpretas ikan dengan hanya anjuran sunnah atau bahkan bebas.
Barang siapa yang punya aliran atau gerakan yang sampai tidak
mempercayai hasil konsensus para Ulama’ sudah jelas dan mashur di
kalangan masyarakat awam maka, orang yang beraliran tersebut telah
dinyatakan keluar dari stambuk daftar sebagai orang islam, yakni mereka
Adalah kufur sebagaimana aliran yang menganggap bahwa sholat hanya cukup
di batin saja atau cukup hanya di dzikir.
Hadits yang diriwayatkan as-Syafi’i dari Abu Karimah Dari Abu Ja’far dari Nabi, Baliau bersabda:
"Orang-orang akan siarkan hadits-hadits dariku, maka apa yang datang
kepadamu yang sesuai dengan Al-Qur’an maka hadits itu dariku, dan apa
yang datang kepadamu yang berlawanan dengan Al-Quran maka hadits itu
bukan dariku"
FILTER KEDUA; SANAD DAN TASAWWUF
Setelah
aliran atau thoriqot tersebut tidak menyalahi dari aturan syari’at untuk
mu’tabar dan tidaknya sebuah aliran atau thoriqot tersebut termasuk
mempunyai sanad yang muttasil kepada Rosul atau tidak.;
1.Jika aurod-aurod tersebut tidak manqul dari Nabi atau pimpinan
thoriqot (Mursyid) tidak mempunyai sanad yang muttasil kepada Nabi, maka
thoriqot tersebut tidak mu’tabar, sebab dzikir yang warid dari Rosul
lebih baik dari pada yang lainnya sekalipun tidak berbeda dengan syara’
sebagaimana da’i-da’i yang menyusun kalimat sendiri atau sholawat-sholaw at yang dibikin sendiri.
2.Seseorang menyamakan thoriqoh yang silsilah guru-gurunya tidak
muttasil kepada Nabi, maka akan terputus dari keloberan Nur Hidayah
dari-Nya dan bukan Warosatul Anbia’ sebagaimana dalam kitab Tanwir al
Qulub halaman 500:
"Barang siapa yang silsilah gurunya tidak sambung
sampai pada Nabi Muhammad maka akan terputus dari keloberan Nur dan
tidak dapat mewarisi Nur dari Nabi Rosul dan tidak dapat membai’at atau
ijazah".
3.Semua guru yang diikuti jika ternyata salah
sehingga menyimpang dari ajaran islam, maka mereka tidak dapat
bertanggung jawab kepada pengikutnya. Oleh karenanya seseorang yang akan
mengikuti sosok seorang guru harus menimbang pada guru tersebut dengan
syari’at apakah guru tersebut, komitmen dengan syari’at apa tidak ?
Karena siapun orangnya yang diikuti jika sampai melanggar syari’at maka
ia tidak akan ikut bertanggung jawab atas perbuatan yang mengikutinya.
Tapi masing-masing akan bertanggung jawab sendiri-sendiri
kapada Allah di hari akhir nanti. Artinya jika aliran yang diikuti
tersebut ternyata sesat maka yang diikutinya tidak dapat menyelamatkan
para pengikutnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat
166-167 di atas. Di samping itu sanad yang muttasil pelaku thoriqot
tersebut harus dilakukan dengan mengambil yang lebih berhati-hati
sebagaimana keterangan dalam kitab Sulam al-Fudlola’:
Dengan
kata lain Thoriqot dapat mu’tabar jika mengikuti sunnat ar rosul,
menjauhi tidak melakukan yang azimah, menjauhi dari beberapa dipensasi
(ruhksoh). Yang dikehendaki rukhsoh dalam hal ini adalah hal-hal yang
seharusnya dijauhi oleh orang-orang yang menuju kapada Allah,
sebagaimana mencari kesenangan nafsu, hal-hal yang mubah yang tidak ada
unsur taqwa, berjalan selalu lupa kepada Allah, selalu kenyang dan
lain-lain, bukan ruhksoh yang dimaksudkan para Fuqoha’, sabagiamana
mengusap muzah, menqosor, menjama’, Syech Abdul Wahab As-Sya’roni
menegaskan dalam kitab Minah as Sanniyah Halaman 4:
“Ulama’
ahli thoriqot telah konsensus bahwasannya seseorang yang menyiapkan
dirinya untuk melakukan ruhsoh bukan yang aza’im maka orang tersebut
tidak akan mendapat petunjuk jalan menuju kepada Allah”.
Maka
seseorang disebut dengan ahli thoriqot yang mu’tabar jika ia sudah
mendudukkan sunah sebagaimana sebagaimanq hal yang wajib, mendudukkan
hal yang mubah ditinggalkan sebagaimana diperintahkan melakukan hal yang
sunah atau lebih utama.
Catatan;
Orang dapat dianggap melakukan thoriqoh yang benar manakala mereka dapat meletakkan hal yang sesuai dengan haknya.
Sebagaimana fatwa Salman Al-Farisi di hadapan Nabi dan dibenarkan oleh
baginda Muhammad; "dan berikanlah kepada setiap orang haknya".
Dengan demikian pelaku thoriqot harus melihat sebenarnya ia
diperintahkan apa dari Allah ? sebagaimana ditegaskan dalam Tanwir
al-Qulub Halaman 401;
“Orang yang mnuju pada akhirat dengan menempuh
jalan yang benar-benar dapat menuju pada Alloh tidak lepas dari enam
macam tingkatan yakni; jalan baginya harus dengan ibadah
mahdloh, orang alim, muta’alim, penguasa pemenrintahan, pekerja dan atau mustaghriqun fi Al-Wahid Ash-Shomad”.
Bagi orang yang punya label muta’alim tidak boleh ingin pindah pada
waalin atau sebaliknya, karena adanya pasrah terhadap tugas yang
diberikan Alloh bukan memilih sendiri.
4.Terakhir ajaran tersebut
dilakukan bukan untuk bagian nafsu, tapi semata-mata hanya untuk
melakukan perintah Allah, karena semata ia menjadi hamba dengan demikian
thoriqoh dianggap mu’tabar bila mendahulukan fardlu ain dari amalan
yang sunah. Termasuk fardlu ain adalah berusaha menghilangkan
sifat-sifat yang khobisah seperti ria’ , hasud, adu domba, ding dong
gila harta, kedudukan, ujub dan lainnya. Nabi bersabda:
"Dan lain-lain dari sifat-sifat yang tercela seperti ingin popular".
FILTER KETIGA; AQIDAH KEIMANAN
Aliran atau thoriqoh yang gerakannya muafiq dengan syari’at dan
tasawwuf belum tentu mu’tabar sebelum kita tahu aqidah mereka, bagaimana
keyakinan mereka terhadap Dzat-Nya Allah, sifat-Nya, pekerjaan-Nya
sehingga tidak sampai keluar dari aqidah islam atau fasiq.
Filter-filter tersebut terkumpul pada kalimah; Lailaha Illa Allah Muhammadur rasulullah.
Syariat dari; Lailaha Illa Allah dengan tingkat makna; la ma'buda illah Allah.
Thoriqot dari; Lailaha Illa Allah dengan tingkat makna; la maqshuda illa Allah.
Hakikat dari ; Lailaha Illa Allah dengan tingkat makna; la maujuda illa Allah.
La ma'buda illah Allah: Hidup kita hanya mengabdi kepada Alloh.
La maqshuda illa Allah: Tujuan pengabdian kita hanya untuk Alloh bukan selain Alloh walau surga atau neraka.
la maujuda illa Allah: Secara substansinya bahwa yang menjadikan kita
mengabdi hanya Alloh, bahkan wujud kita, pengabdian kita hanya wujud
majazi. Sedangkan wujud hakiki hanya Alloh.
والله أعلم بالصواب —