PERTANYAAN :
ButiranAir mata Riedha MengharapR idha-Nya
Assalamu'a laykum...m f.mau tnya ni..Ta'apa Miskin Harta yng Penting Kaya Hti #Nah gmn carax agr Mnjdi siKaya Hati?
JAWABAN :
Masaji Antoro
Wa'alaikum salam
KAYA HATI
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ "عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ" ...
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya
(ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari)
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى ؟ قُلْت : نَعَمْ .
قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول
اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلْب
“Rasululla h shallallah u
‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau
memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?”
“Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang
bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguh nya
yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa
cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa
tidak puas).” (HR. Ibnu Hibban
قال بن بطال معنى الحديث ليس حقيقة الغنى كثرة المال لأن كثيرا ممن وسع
الله عليه في المال لا يقنع بما أوتى فهو يجتهد في الازدياد ولا يبالي من
أين يأتيه فكأنه فقير لشدة حرصه وانما حقيقة الغنى غنى النفس ، وهو من
استغنى بما أوتي وقنع به ورضي ولم يحرص على الازدياد ولا ألح في الطلب،
فكأنه غني....
والحاصل أن المتصف بغنى النفس يكون قانعا بما رزقه الله، لا يحرص على
الازدياد لغير حاجة ولا يلح في الطلب ولا يحلف في السؤال، بل يرضى بما قسم
الله له، فكأنه واجد أبدا، والمتصف بفقر النفس على الضد منه لكونه لا يقنع
بما أعطى بل هو أبدا في طلب الازدياد من أي وجه أمكنه، ثم إذا فاته المطلوب
حزن وأسف، فكأنه فقير من المال لأنه لم يستغن بما أعطى، فكأنه ليس بغنى،
ثم غنى النفس إنما ينشأ عن الرضا بقضاء الله تعال والتسليم لأمره علما بأن
الذي عند الله خير وأبقى، فهو معرض عن الحرض والطلب، وما أحسن قول القائل:
غنى النفس ما يكفيك من سد حاجة ... فإن زاد شيئا عاد ذاك الغنى فقرا...
Hakikat kekayaan sebenarnya
bukanlah dengan banyaknya harta. Karena begitu banyak orang yang
diluaskan rizki berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah merasa
puas dengan apa yang diberi. Orang seperti ini selalu berusaha keras
untuk menambah dan terus menambah harta. Ia pun tidak peduli dari
manakah harta tersebut ia peroleh. Orang semacam inilah yang seakan-aka n begitu fakir karena usaha kerasnya untuk terus menerus memuaskan dirinya dengan harta.
Perlu dikencamka n baik-baik bawa hakikat kekayaan yang sebenarnya
adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni, selalu merasa cukup). Orang
yang kaya hati inilah yang selalu merasa cukup dengan apa yang diberi,
selalu merasa qona’ah (puas) dengan yang diperoleh dan selalu ridho atas
ketentuan Allah. Orang semacam ini tidak begitu tamak untuk menambah
harta dan ia tidak seperti orang yang tidak pernah letih untuk terus
menambahny a. Kondisi orang semacam inilah yang disebut ghoni (yaitu kaya yang sebenarnya ).”
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahull ah menerangka n
pula, “Orang yang disifati dengan kaya hati adalah orang yang selalu
qona’ah (merasa puas) dengan rizki yang Allah beri. Ia tidak begitu
tamak untuk menambahny a tanpa ada kebutuhan. Ia pun tidak seperti orang yang tidak pernah letih untuk mencarinya . Ia tidak meminta-mi nta dengan merengek-r engek
untuk menambah hartanya. Bahkan yang terjadi padanya ialah ia selalu
ridho dengan pembagian Allah yang Maha Adil padanya. Orang inilah yang
seakan-aka n kaya selamanya.
Sedangkan orang yang disifati dengan miskin hati adalah
kebalikan dari orang pertama tadi. Orang seperti ini tidak pernah
qona’ah (merasa puas) terhadap apa yang diberi. Bahkan ia terus berusaha
kerus untuk menambah dan terus menambah dengan cara apa pun (entah cara
halal maupun haram). Jika ia tidak menggapai apa yang ia cari, ia pun
merasa amat sedih. Dialah seakan-aka n
orang yang fakir, yang miskin harta karena ia tidak pernah merasa puas
dengan apa yang telah diberi. Orang inilah orang yang tidak kaya pada
hakikatnya .
Intinya, orang yang kaya hati berawal dari sikap selalu ridho
dan menerima segala ketentuan Allah Ta’ala. Ia tahu bahwa apa yang Allah
beri, itulah yang terbaik dan akan senatiasa terus ada. Sikap inilah
yang membuatnya enggan untuk menambah apa yang ia cari.”
Perkataan yang amat bagus diungkapka n oleh para ulama:
غِنَى النَّفْس مَا يَكْفِيك مِنْ سَدّ حَاجَة فَإِنْ زَادَ شَيْئًا عَادَ ذَاكَ الْغِنَى فَقْرًا
“Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau butuh.
Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah
ghina (kaya hati), namun malah fakir (miskinnya hati)
وإنما يحصل غنى النفس بغنى القلب بأن يفتقر إلى ربه في جميع أموره
فيتحقق أنه المعطي المانع فيرضى بقضائه ويشكره على نعمائه ويفزع إليه في
كشف ضرائه، فينشأ عن افتقار القلب لربه غنى نفسه عن غيره وبه تعالى،
HAL-HAL YANG DAPAT MENJADIKAN KAYA HATI
Kekayaan hati dapat diraih dengan cara membuat hati merasa
cukup dan hanya butuh terhadap Allah atas segala yang ia hadapi,
mensyukuri segala karunia-Ny a, rela menerima segala kehendakNy a dan selalu berlindung kepadaNya dalam segala hal yang menyakitka nnya.
Dengan selalu menghadirk an rasa butuh akan Tuhannya disegenap penjuru hati maka ia merasa tercukupi dari segala hal selainNya.
Fath al-Baari XI/271-272
Wallahu A'lamu Bis Showaab.
Link Diskusi >>