PERTANYAAN
:
Apa hukum memakai cadar dan
jilbab ? [Ido
Al-Faqih].
JAWABAN
:
Aurat wanita di luar shalat
kepada laki-laki lain (ajnabi / ghoiru mahram) adalah seluruh badan kecuali
wajah dan kedua telapak tangan ketika tidak kuwatir fitnah, tapi jika kuatir
akan fitnah maka haram melihat keduanya.
Secara mendasar seorang
wanita tidak diwajibkan menutui wajahnya melainkan bahwa hal itu menutupi wajah
hukumya sunnah bagi wanita dan merupakan maslahah umum agar tidak timbul fitnah
sdangkan bagi laki-laki tidak di perbolehkan mlhat perempuan secara
mutlaq.karena inilah kaum wanita wajib menutupi wajahya demi menutup jalan dari
perbuatan dosa kaum laki-laki dan agar terhindar dari unsur menolng dalam
kemaksiatan sebab mlhatya laki-laki lain kepada perempuan secara mutlaq. [
i'anatut tholibin 3/229, hasyiyah bujairimi 3/272 ].
Menurut pendapat yang
mu’tamad (terkuat dan terpercaya) aurat wanita dalam penglihatan lelaki lain
keseluruhan tubuhnya hingga wajah dan telapak tangannya sehingga haram bagi
laki-laki lain melihat sesuatu dari tubuhnya dan wajib bagi wanita menutup
tubuhnya dari lelaki lain, sedang menurut pendapat lainnya wajah dan telapaknya
boleh terbuka dan juga bagi lelaki lain melihatnya.
و
منها : المرأة في العورة لها أحوال : حالة مع الزوج : و لا عورة بينهما و في الفرج
وجه و حالة مع الأجانب : و عورتها كل البدن حتى الوجه و الكفين في الأصح و حالة مع
المحارم و النساء : و عورتها ما بين السرة و الركبة و حالة في الصلاة :
و
عورتها كل البدن إلا الوجه و الكفين و صرح الإمام في النهاية : بأن الذي يجب ستره
منها في الخلوة هي العورة الصغرى و هو المستور من عورة الرجل
1.Bersama suami : Tiada
batasan aurat baginya saat bersama suami, semua bebas terbuka kecuali bagian
FARJI (alat kelamin wanita) yang terjadi perbedaan pendapat di antara
Ulama
2.Bersama lelaki lain :
Menurut pendapat yang paling shahih seluruh tubuhnya hingga wajah dan kedua
telapak tangannya, menurut pendapat yang lain wajah dan telapaknya boleh
terbuka
3.Bersama lelaki mahramnya
dan sesama wanita : Auratnya diantara pusar dan lutut
4.Di dalam sholat : Seluruh
tubuh menjadi auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya
5.Saat sendiri : Menurut Imam
Romli dalam Kitab Nihaayah al-Muhtaaj aurat wanita saat sendiri adalah 'aurat
kecil' yaitu aurat yang wajib ditutup oleh seorang lelaki (antara pusar dan
lutut). [ Asybaah wa An-Nadhooir I/410 ].
أمَّا
عَوْرَتُهَا خَارِجَ الصَّلَاةِ بِالنِّسْبَةِ لِنَظَرِ الْأَجْنَبِيِّ إلَيْهَا
فَهِيَ جَمِيعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ ، وَلَوْ عِنْدَ أَمْنِ
الْفِتْنَةِ ، وَلَوْ رَقِيقَةً فَيَحْرُمُ عَلَى الْأَجْنَبِيِّ أَنْ يَنْظُرَ
إلَى شَيْءٍ مِنْ بَدَنِهَا وَلَوْ قُلَامَةَ ظُفْرٍ مُنْفَصِلًا مِنْهَا ،
وَالْعِبْرَةُ بِوَقْتِ النَّظَرِ
Sedang auratnya diluar
shalat dengan dinisbatkan penglihatan lelaki lain padanya adalah keseluruhan
tubuhnya hingga wajah dan kedua telapak tangannya meskipun saat aman dari fitnah
dan meskipun ia budak sahaya.
Maka haram bagi lelaki lain
melihat sesuatu dari tubuhnya meskipun potongan kuku yang terpisah darinya,
sedang yang dipertimbangkan adalah saat melihatnya. [ Tuhfah al-Habiib II/172
].
وبحضرة
الأجانب جميع بدنها . وقال الرافعي : يجوز النظر من الأجنبية لوجهها وكفيها من غير
شهوة وكذا مذهب المالكية
Auratnya didekat lelaki
lain keseluruhan tubuhnya, Imam ar-Rofi’i berkata “Boleh melihat wajah dan
telapak tangan wanita lain dengan tanpa disertai syahwat, yang demikian juga
merupakan madhab Malikiyyah”. [ Tuhafah al-Habiib II/106 ].
(وإنما
حرم نظرهما الخ) أي الوجه والكفين من الحرة ولو بلا شهوة، قال الزيادي في شرح
المحرر بعد كلام: وعرف بهذا التقرير أن لها ثلاث عورات عورة في الصلاة وهو ما تقدم،
وعورة بالنسبة لنظر الاجانب إليها جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد، وعورة
في الخلوة وعند المحارم كعورة الرجل اه.
Sesungguhnya diharamkan
melihat wajah dan telapak tangannya meskipun tanpa disertai syahwat, berkata
az-Ziyaadi “Dengan demikian dapat disimpulkan auratnya terbagi tiga :
1. Saat shalat yakni
seperti keterangan yang telah lewat (seluruh tubuhnya kecualai wajah dan telapak
tangannya),
2. Saat dinisbatkan
penglihatan lelaki lain yakni keseluruhan tubuhnya hingga wajah dan kedua
telapak tangannya menurut pendapat yang mu’tamad
3. Saat bersama mahram
serta saat sendiri seperti auratnya orang lai-laki (anggauta antara pusat dan
lutut). [ Hawaasyi as-syarwaanyi II/112 ].
رابعتها
جميع بدنها حتى قلامة ظفرها وهي عورتها عند الرجال الأجانب فيحرم على الرجل الأجنبي
النظر إلى شيء من ذلك ويجب على المرأة ستر ذلك عنه
Auratnya yang keempat
adalah keseluruhan tubuhnya hingga potongan kukunya yakni auratnya saat bersama
lelaki lain, maka haram bagi laki-laki lain melihat sesuatu daru tubuhnya dan
wajib bagi wanita menutup tubuhnya dari lelaki lain. [ Nihaayah az-Zain I/47 ].
PENDAPAT
MADZHAB TENTANG AURAT WANITA
1.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi,
wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan)
dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali
berkata:
وجميع
بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو
المختار
“Seluruh tubuh wanita
adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar,
ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“. (Matan
Nuurul Iidhah).
* Al Imam Muhammad
‘Alaa-uddin berkata:
وجميع
بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على
الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال
للفتنة
“Seluruh badan wanita
adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga
telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan
sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya
di hadapan para lelaki”. (Ad Durr Al Muntaqa, 81).
* Al Allamah Al Hashkafi
berkata:
والمرأة
كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل
يندب
“Aurat wanita dalam shalat
itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya
tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh,
bahkan dianjurkan”. (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189).
* Al Allamah Ibnu Abidin
berkata:
تُمنَعُ
من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها
بشهوة
“Terlarang bagi wanita
menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian
timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya
dengan syahwat”. (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189).
* Al Allamah Ibnu Najiim
berkata:
قال
مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami
berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan
para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah”. (Al
Bahr Ar Raaiq, 284).
Beliau berkata demikian di
zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita
sekarang?
2.
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat
bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah
(dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan
sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani
berkata:
وعورة
الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها .
وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من
شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني
والقلشاني
“Aurat wanita di depan
lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan.
Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan
dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut
masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika
khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka
hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan
oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” .(Syarh Mukhtashar Khalil, 176).
* Ibnul Arabi
berkata:
والمرأة
كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة
عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya
adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya
kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan
pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud
(dalam sebuah persoalan)”. (Ahkaamul Qur’an, 3/1579).
* Al Qurthubi
berkata:
قال
ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف
من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف
وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia
adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir
wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup
wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan
wajahnya”. (Tafsir Al Qurthubi, 12/229).
* Al Hathab
berkata:
واعلم
أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد
الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika
dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak
tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh
Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat”.
(Mawahib Jaliil, 499).
* Al Allamah Al Banaani,
menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو
الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا
الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ،
وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة
فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga
dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah
pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al
Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan
pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan
pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab
Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka
sunnah”. (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176).
3.
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i,
aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh.
Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah
pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani
berkata:
إن
لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين
. وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد
وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة
ـ
“Wanita memiliki tiga jenis
aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan
kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi,
yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang
mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki,
yaitu antara pusar dan paha”. (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj,
2/112).
* Syaikh Sulaiman Al Jamal
berkata:
غير
وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند
الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع
البدن
“Maksud perkataan An Nawawi
‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam
shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih
mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan
mahram adalah seluruh badan”. (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj,
411).
* Syaikh Muhammad bin
Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع
بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة
فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita
selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun
di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan”. (Fathul Qaarib,
19).
* Ibnu Qaasim Al Abadi
berkata:
فيجب
ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس
لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup
seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib
pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun
karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah”. (Hasyiah Ibnu Qaasim
‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni,
penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره
أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب
لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع
النقاب
“Makruh hukumnya shalat
dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai
niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga
dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi
sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)”.
(Kifaayatul Akhyaar, 181).
4.
Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal
berkata:
كل
شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita
adalah aurat, termasuk pula kukunya”. (Dinukil dalam Zaadul Masiir,
6/31).
* Syaikh Abdullah bin Abdil
Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
«
وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة
في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة
إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita
yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah
dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di
dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk
pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan
sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha”. (Raudhul Murbi’,
140).
* Ibnu Muflih
berkata:
«
قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا
خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل
لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata:
‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan
mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil
penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka
keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena
khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat
semacam kancing tekan di bagian tangan’”. (Al Furu’, 601-602).
* Syaikh Manshur bin Yunus
bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
«
وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة «
باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua
telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan,
sama seperti anggota badan lainnya”. (Kasyful Qanaa’, 309).
Cadar
Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas,
jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya
timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para
ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh
umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam
ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu
ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim
berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa
cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang
memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah
menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut
dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita
muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj
sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab:
33).
Sedangkan, yang disebut
dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum
di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan
memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau
jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab,
para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam
seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka.
‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا
نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ )
أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ
بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin),
ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan
leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu
mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759).
Menunjukkan bahwa
sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga
mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat
tersebut.
Singkat kata, para ulama
sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian
mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara
mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah
arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh,
ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
Wallaahu A'lamu Bis Showaab.
[Ilman
Nafi'an, Masaji Antoro, Sholeh Punya].
Link Diskusi :
www.fb.com/groups/piss.ktb/369472016408946/
www.fb.com/groups/piss.ktb/363518967004251/