PERTANYAAN
:
Bagaimana hukumnya apabila
seorang wanita sedang keputihan, waktu ia berwudhu keputihannya tidak keluar.
Tapi ketika sholat baru dapat 1 atau 2 rokaat keputihannya keluar sedikit. Itu
sholatnya batal tidak ya ? Dihentikan wudhu lagi atau dilanjutkan ?
[Thiyah
RizQie].
JAWABAN
:
Da’imul hadats yang hendak
salat fardlu, wudlunya wajib dilaksanakan setelah masuknya waktu salat. Setiap
akan bersesuci (wudlu/tayamum), wajib membersihkan kemaluannya dengan air atau
istinja’ dengan benda padat dsb. Lalu menyumbat lubang kemaluannya dengan
sejenis kapas yang suci. Bila setelah disumbat hadasnya (darah/kencing) masih
merembes keluar, ia wajib memakai pembalut dan bercelana dalam yang kuat. Untuk
pria hal ini dilakukan dengan cara membalut kepala penis lalu
mengikatnya.
Semua ini dilakukan bila
memang;
1.Tidak membahayakan diri;
misalnya menimbulkan rasa sakit atau panas dengan terhentinya aliran darah. Bila
hal itu dirasa membahayakan / menyakitkan, maka boleh tidak melakukan
penyumbatan atau pembalutan.
2.Tidak berpuasa. Bagi mereka
yang berpuasa tidak boleh melakukan penyumbatan. Sebab bisa membatalkan
puasa.
Jika setelah disumbat atau
memakai pembalut hadasnya masih merembes keluar karena darah/kencingnya sangat
kuat –bukan karena kurang kuat dalam membalut-, tidak menjadi masalah. Artinya
salatnya sah, karena wudlunya tidak batal. Berbeda halnya jika hadas tersebut
merembes karena kurang kuat dalam membalut.
Ketika menyumbat tidak
boleh ada bagian kain/kapas penyumbat yang keluar, atau berada pada vagina/penis
bagian luar. Meskipun sedikit. Sebab bila ada penyumbat yang keluar ke
vagina/penis luar –walaupun hanya sehelai benang-, maka salatnya tidak sah.
Sebab dianggap membawa barang najis. Yang dimaksud vagina bagian luar adalah
daerah yang tampak ketika sedang jongkok buang air.
Semua hal di atas (membasuh
kelamin, menyumbat sampai dengan salat) harus dilaksanakan setelah masuknya
waktu dan tidak boleh lamban. Bila setelah wudlu, ia tidak langsung salat, maka
wudlunya batal. Kecuali jika kelambanannya tersebut untuk kemaslahatan salat,
semisal untuk menutup aurat, menunggu adzan /iqamah, mencari arah qiblat atau
menunggu jamaah.
Perlu diketahui bahwa,
wudlu bagi orang yang selalu berhadas (termasuk mustahadhah) hukumnya sama
dengan orang bertayammum. Dalam artian, niat wudlunya sama dengan niat tayammum.
Tidak boleh niat wudlu sebagaimana biasa.
Contoh niat wudlu bagi
mustahadhah adalah;
a) niat wudlu agar
diperbolehkan salat Ashar,
b) niat wudlu agar
diperbolehkan membaca al-Qur’an, atau lainnya.
Satu kali wudlu yang
diniatkan untuk salat fardlu hanya dapat dipakai untuk satu kali salat fardlu
dan beberapa salat atau ibadah sunnat, sampai dengan keluarnya waktu salat. Jadi
misalkan wudlunya untuk salat Zuhur, maka setelah melakukan salat Zuhur ia boleh
melaksanakan ibadah-ibadah sunnah yang lain –tanpa mengulangi wudlunya– sampai
keluarnya waktu Zuhur. Setelah itu wudlunya dianggap batal.
Da’imul hadats yang setelah
wudlu hadasnya (darah/kencing) berhenti cukup lama (cukup untuk salat dan
wudlu), maka wudlunya batal. Demikian juga sebaliknya, wudlu yang dilaksanakan
saat darahnya berhenti (lama) tersebut batal dengan keluarnya darah.Mustahadhah
yang memiliki kebiasaan kadang-kadang darahnya bersih (yang lama) dan
kadang-kadang keluar, wajib melaksanakan salat dan wudlu pada saat masa bersih.
Kecuali bila khawatir kehabisan waktu salat. Maka wajib wudlu dan salat pada
saat darahnya mengalir, tanpa menunggu masa bersih.Mustahadhah yang jika
melaksanakan shalat berdiri darahnya lebih deras daripada saat duduk, maka harus
shalat dengan duduk. Wallahu A’lam. [Nur
Hasyim S. Anam ].
Link Asal :
www.fb.com/groups/piss.ktb/335696603119821/