Manhaj Salaf ?
Salaf artinya orang-oran g terdahulu. Orang-oran g terdahulu ada yang sholeh dan ada pula yang tidak sholeh
Mazhab Salaf ?
Penamaan mazhab dinisbatka n
kepada nama ulama yang melakukan ijitihad dan istinbath atau disebut
Imam Mujtahid Mutlak. Tidak ada nama Imam Mujtahid Mutlak bernama Salaf
bin Fulan.
Jika manhaj salaf atau mazhab salaf adalah hal yang teramat penting, tentulah Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang sholeh akan menyampaik an atau menjelaska n adanya manhaj salaf atau mazhab salaf dalam kitab-kita b mereka. Kenyataann ya tidak satu bab pun mereka menjelaska n hal itu.
Istilah manhaj salaf atau mazhab salaf adalah bagian dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi dan dipergunak an salah satunya oleh ulama Ibnu Taimiyyah agar orang banyak mau mempedulik an pendapat atau pemahaman beliau. Mau mempedulik an apa yang disampaika n olehnya walaupun beliau tidak mencapai kompetensi Imam Mujtahid Mutlak dan memang kita tidak pernah mendengar kesepakata n jumhur ulama akan adanya mazhab ibnu Taimiyyah
Ulama Ibnu Taimiyyah dalam memahami agama dikenal berlandask an muthola’ah (menelaah) kitab. Jadi sebenarnya apa yang dipahami oleh beliau adalah pemahaman beliau sendiri bukan pemahaman Salaf yang sholeh.
Salah seorang ulama keturunan cucu Rasulullah , Habib Munzir mengatakan , “Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahann ya
karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia
salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia
tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya, maka oleh sebab
itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja
boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika
kita mendapatka n masalah”
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaik an bahwa “maksud dari pengijazah an sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatk an tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadany a, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadany a dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallah u ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaa n al-Qur’an itu benar-bena r sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan “
Dalam mempelajar i ilmu agama bukan sekedar memahami ilmu agama namun termasuk meneladani akhlak yang menyampaik an ilmu agama karena tujuan beragama adalah untuk mencapai muslim yang berakhlaku l karimah.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda “Sesungguh nya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Ibnu Hajar al-Asqalan i asy-Syafi’ i berkata: “Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah Shallallah u alaihi wasallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam“
Para Sahabat bukan orang-oran g yang menelaah kitab namun orang-oran g yang bertemu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam dan meneladani Beliau.
Para Tabi’in adalah orang-oran g yang bertemu dengan para Sahabat dan meneladani mereka.
Para Tabi’ut Tabi’in adalah orang-oran g yang bertemu dengan para Tabi’in dan meneladani mereka.
Para Imam Mazhab yang empat adalah mereka yang bertemu Salaf yang Sholeh dan meneladani mereka.
Pengikut utama dari pemahaman Ibnu Taimiyyah adalah murid beliau yakni ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah.
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangk abawi,
ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar
di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20 menjelaska n dalam kitab-kita b beliau seperti ‘al-Khitht hah al-Mardhiy ah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffu zh bian-Niyah ’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisih pemahaman Imam Mazhab yang empat. Imam Mazhab yang empat bertemu dan mendapatka n pemahaman langsung dari lisannnya Salaf yang sholeh.
Contohnya Imam Syafi”i ~rahimahul lah adalah imam mazhab yang cukup luas wawasannya karena bertalaqqi
(mengaji) langsung kepada Salafush Sholeh dari berbagai tempat, mulai
dari tempat tinggal awalnya di Makkah, kemudian pindah ke Madinah,
pindah ke Yaman, pindah ke Iraq, pindah ke Persia, kembali lagi ke
Makkah, dari sini pindah lagi ke Madinah dan akhirnya ke Mesir. Perlu
dimaklumi bahwa perpindaha n beliau itu bukanlah untuk berniaga, bukan untuk turis, tetapi untuk mencari ilmu, mencari hadits-had its, untuk pengetahua n agama. Jadi tidak heran kalau Imam Syafi’i ~rahimahul lah lebih banyak mendapatka n hadits dari lisannya Salafush Sholeh, melebihi dari yang didapat oleh Imam Hanafi ~rahimahul lah dan Imam Maliki ~rahimahul lah yang cenderung menetap di suatu tempat.
Semula ulama Ibnu Taimiyyah bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulam a bermazhab Hanbali namun pada akhirnya beliau lebih bersandark an pemahaman beliau sendiri. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2010/11/03/ 2011/07/28/ semula-berm azhab-hamb ali/
Dikesankan atau dicitrakan seolah-ola h banyak orang yang menolak dakwah Ibnu Taimiyyah namun sebenarnya para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah menolak pemahaman ala pemahaman Ibnu Taimiyyah sebagaiman a contohnya yang diuraikan pada http:// mutiarazuhu d.files.wo rdpress.co m/2010/02/ ahlussunnah bantahtaim iyah.pdf
350 tahun lebih setelah Ibnu Taimiyyah wafat, pemahaman beliau
diangkat kembali oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang dikenal
sebagai pendiri Wahhabi
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab memahami agama bersandark an muthola'ah (menelaah) kitab-kita b ulama Ibnu Taimiyyah.
Apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab belum tentu
pula sama persis dengan apa yang dipahami oleh ulama Ibnu Taimiyyah
karena mereka tidak bertemu.
Sedangkan ulama Ahlus sunnah wal jama'ah pada umumnya bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulam a yang mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat, antara lain mengaji kitab fiqih sebagaiman a yang disampaika n ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, menuliskan sebagai berikut: "Sebagian ulama yang aku jumpai menginform asikan
kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa
beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu
fiqih seperti para pendahulu dan orang-oran g di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat , “Hati-hati , kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-bena r
terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad
bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahn ya dengan bantahan yang baik berdasarka n ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-had its Nabi shallallah u alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahanny a dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamat kan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-oran g yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangn ya, dan membantahn ya, lalu ia tidak mampu membunuhny a secara terang-ter angan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatny a yang mengkafirk an dan menghalalk an membunuh orang yang menyelisih inya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabil ah, hal. 275). "
Ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang
populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya,
Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut: "Keteranga n tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaiman a
terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar
dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti
madzhab Hanabilah.
Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan
orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-oran g musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalk an membunuh Ahlussunna h
dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka,
merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada
tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr
al-Mukhtar , juz 4, hal. 262).
Ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalai n sebagai berikut: "Ayat ini turun mengenai orang-oran g Khawarij, yaitu mereka yang mendistors i penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalk an darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaiman a yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah , mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-oran g pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalai n, juz 3, hal. 307).
Daripada mengikuti pemahaman- pemahaman para ulama yang bersandark an muthola’ah (menelaah) kitab dengan akal pikiran mereka sendiri yang kemungkina n bercampur dengan hawa nafsu atau kepentinga n, lebih baik dan selamat, kita mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah disepakati
oleh jumhur ulama sejak dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin
ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak). Imam Mazhab yang empat
bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang sholeh. Imam Mazhab yang empat melihat langsung penerapan, perbuatan serta contoh nyata, jalan atau cara (manhaj) beribadah dari Salaf yang sholeh dan membukukan nya dalam kitab-kita b mereka.
Sekali lagi kami ingatkan, marilah kita mengikuti pemahaman
Imam Mazhab yang empat yang diperoleh dari lisannya Salaf yang Sholeh
yang diperoleh dari lisannya Rasulullah shallallah u alaihi wasallam.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830