PERTANYAAN
:
Assalamu'alaikum wr wb. Pak
bagaimana cara sholatnya seorang pelaut (orang yang berlayar). Apa bisa diangap
musafir ? Terus kalau dianggap musifir bisa nggak jamak qosor ? Terus bagaimana
cara menghadap qiblatnya ? sedang arah kapal berubah setiap saat ? [Kasrakaz
Ettoe Dhorkazz Fahmi].
JAWABAN
:
Waalaikumsalam wr wb. Orang
yang selalu musafir (sejauh masaafatil qashri) :
~ Dalam hal rukhshah qashar shalat hukumnya lebih utama itmaam (tidak mengqoshor)
~ Dalam puasa bila ada harapan lain dapat mengqadha puasanya di hari lain maka ia boleh ifthar (tidak berpuasa) tetapi bila harapan bila harapan tersebut tidak ada maka tidak boleh ifthar demikian pendapat Imam Subky yang didukung oleh Imam Ramli sedang menurut Imam Ibnu Hajar boleh Ifthar secara Muthlak.
~ Dalam hal rukhshah qashar shalat hukumnya lebih utama itmaam (tidak mengqoshor)
~ Dalam puasa bila ada harapan lain dapat mengqadha puasanya di hari lain maka ia boleh ifthar (tidak berpuasa) tetapi bila harapan bila harapan tersebut tidak ada maka tidak boleh ifthar demikian pendapat Imam Subky yang didukung oleh Imam Ramli sedang menurut Imam Ibnu Hajar boleh Ifthar secara Muthlak.
وخرج
بقولنا ولم يختلف فى جواز قصره .من اختلف فى جواز قصره كملاح يسافر فى البحر ومعه
عياله فى سفينة ومن يديم السفر مطلقا كالساعى فإن الاتمام افضل له خروجا من خلاف من
اوجبه كالإمام احمد رضي الله عنه
“Dikecualikan dari
penuturan kami (mushannif) dan tidak terjadi perbedaan ulama tentang kebolehan
mengqoshor sholat bagi seorang musafi adalah orang yang di perselisihkan ulama
tentang kebolehan mengqoshor sholatnya seperti seorang pelaut yang selalu
berlayar bersama keluarganya dalam kapal atau orang yang selalu bepergian
seperti seorang pengusaha maka menyempurnakan sholat (tidak mengqoshor) baginya
lebih utama agar terhindar dari perbedaan pendapat ulama yang mewajibkan
menyempurnakan sholat baginya seperti pendapat Imam Ahmad” (Hasyiyah al-Bajuri
I/201).
وقال
السبكي : بحثا ولا أي ولا يجوز الإفطار لمن لا يرجى زمنا يقضي فيه لإدامته السفر
أبدا وفيه نظر ظاهر فالأوجه خلافه ( ابن حجر ، التحفة ، ج 3 ص 430 )
"Imam Subki berpendapat
tidak diperkenankan membatalkan puasa bagi orang yang tidak punya harapan
diwaktu lain untuk mengqodho karena terus menerus bepergian, dalam hal ini ada
perbedaan pendapat yang lebh benar ('ala wajh) adalah kebalikannya". (Attuhfah
III/430). Wallohu a'lam. [Masaji
Antoro ].