PERTANYAAN
:
Menurut pandangan fiqih
ulama salafiyah. Bagaimana hukumnya orang islam menikah dengan orang yang
berbeda agama sedangkan undang-undang di indosenia tidak memperbolehkan.
Syukron. [Adirianto
Wong Farobian].
JAWABAN
:
A. Nikah
antara Muslim dengan Kafir Musyrik
Allah ta'ala
berfirman:
)
ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولو أعجبتكم ولا تنكحوا
المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أولئك يدعون إلى النار
والله يدعو إلى الجنة والمغفرة بإذنه ويبين ءاياته للناس لعلهم يتذكرون( (سورة
البقرة: 221)
Maknanya: "Dan janganlah
kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran". (Q.S. al Baqarah:221)
Berdasarkan ayat ini dan
dalil-dalil yang lain, para ulama menyepakati (ijma') keharaman pernikahan
antara seorang laki-laki atau perempuan muslim dengan orang-orang kafir musyrik
laki-laki maupun perempuan.
B. Nikah
antara Lelaki Muslim dengan Perempuan Kafir Ahli Kitab
Allah ta'ala
berfirman:
)
اليوم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم والمحصنات
من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم إذا ءاتيتموهن أجورهن محصنين
غير مسافحين ولا متخذي أخدان ومن يكفر بالإيمان فقد حبط عمله وهو في الآخرة من
الخاسرين( (سورة المائدة: 5)
Maknanya: "Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang ahli kitab
itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan
mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan
maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya
gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk
orang-orang merugi ". (Q.S. al Ma-idah:5).
Berdasarkan ayat ini dan
dalil-dalil yang lain, mayoritas para ulama berpendapat bolehnya pernikahan
antara seorang laki-laki muslim dengan perempuan Ahli Kitab, yahudi dan nasrani
saja [5]. Hanya saja menurut Imam Syafi'i Perempuan Ahli Kitab yang dimaksud
(yang boleh dinikahi) adalah mereka yang memang memiliki nenek moyang yahudi
sebelum diutusnya Nabi Isa dan yang memiliki nenek moyang nasrani sebelum
diutusnya Nabi Muhammad. Sebagian ulama melarang lelaki muslim menikahi
perempuan Ahli Kitab karena memang mengharamkannya dan sebagian lagi melarang
dalam artian menganjurkan dan menasehatkan (Min Bab an-Nashihah wa at-Taujiih wa
al Irsyad) agar tidak melakukan hal itu lebih karena alasan kemaslahatan. Mereka
menganggap pernikahan semacam ini sedikit banyak akan membawa bahaya dan yang
lebih besar maslahatnya adalah menghindari model pernikahan semacam
ini.
Pernikahan dengan perempuan
Ahli Kitab ini dilakukan oleh para sahabat Nabi shallallahu 'alayhi wasallam, di
antaranya: Utsman ibn 'Affan menikah dengan Ibnatul Farafishah al Kalabiyyah,
seorang nasrani kemudian masuk Islam. Thalhah ibn Ubaidillah menikahi perempuan
dari Bani Kulayb nasrani atau yahudi. Hudzaifah ibn al Yaman menikahi seorang
perempuan yahudi. (Semua diiriwayatkan oleh al Bayhaqi dengan sanad yang sahih)
[6].
C. Nikah
antara Perempuan Muslimah dengan Lelaki Kafir Musyrik atau Kafir Ahli
Kitab
Allah ta'ala
berfirman:
)
...فإن علمتموهن مؤمنات فلا ترجعوهن إلى الكفار لا هن حل لهم ولا هم يحلون لهن...(
(سورة الممتحنة: 10)
Maknanya: "…Maka jika kamu
telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka janganlah kamu kembalikan
mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka…".
(Q.S. al Mumtahanah :10)
Berdasarkan ayat ini dan
dalil-dalil yang lain, para ulama menyepakati (ijma') keharaman pernikahan
antara seorang perempuan muslim dengan laki-laki kafir, baik musyrik maupun Ahli
Kitab. Orang yang menghalalkan model pernikahan semacam ini berarti telah
mendustakan al Qur'an dan telah keluar dari Islam. [Mujawwib : Mbah
Jenggot].
____________________________________
[1]. Lihat Mukhtar
ash-Shihah, h. 562.
[2]. Syekh Abdul Ghani
an-Nabulsi, al Fath ar-Rabbani wa al Faidl ar-Rahmani, h. 190-191, Syekh
Abdullah al Harari, ash-Shirath al Mustaqim, h. 30
[3]. Syekh Abdullah al
Harari, Sharih al Bayaan, Jilid I, h. 172-189 dan ash-Shirath al Mustaqim, h.
18-21
[4]. Syekh Muhammad Anwar
al Kasymiri, Ikfar al Mulhidin, h. 124
[5]. Tidak masuk ke
dalamnya perempuan majusi. Karena Majusi disamakan dengan Ahli Kitab dalam hal
jizyah saja, sementara dalam hal nikah dan sembelihan tetap diharamkan seperti
orang-orang kafir lainnya. Dalam hadits disebutkan:
"
سنوا بهم (أي المجوس) سنة أهل الكتاب غير ناكحي نسائهم ولا ءآكلي ذبائحهم" رواه
البيهقي في شعب الإيمان
Lihat Syekh Muhammad al
Huut al Beiruti, Mukhtashar al Badr al Munir Fi Takhrij Ahaadits asy-Syarh al
Kabiir Li Ibn al Mulaqqin, h. 205
[6]. Syekh Muhammad al Huut
al Beiruti, Mukhtashar al Badr al Munir, h. 205
Artikel Berhubungan Tentang
AHLUL KITAB silahkan klik disini :
www.fb.com/notes/www.piss-ktb.com/207432645946218