PERTANYAAN
:
Assalamu alaikum, ketika
kakeku meninggal, setelah dimandikan & di-wudhu'-kan, ada seorang tokoh
melarang nenek saya menyentuh kakek saya, katanya mayyit sudah di-wudhu'i,
bagaimana sich pandangan fiqih menyikapi ini? mohon penjelasannya kawan-kawan
yang ada di piss, trims. [Dewi
Vie].
JAWABAN
:
Wa'alaikumsalam. Yang batal
yang hidup kalau wudhunya yang mati tidak batal [baca Kitab Tausyeh, hal. 22],
SEANDAINYA DIJIMA’ pun, mayat tersebut tidak perlu dimandikan lagi, yang harus
mandi atau batal wudhunya adalah yang menyentuh / menyetubuhinya [lihat
Kasyifatus Saja halaman 22], yang batal wudhunya non mahrom yang memegang
mayatnya sedang wudhunya si mayat tidak menjadi BATAL.
(و)
رابعها (تلاقى بشرتى ذكر وأنثى) ولو بلا شهوة وإن كان أحدهما مكرها أو ميتا لكن لا
ينقض وضوء الميت
Nomor empat dari hal yang
dapat membatalkan wudhu adalah pertemuan dua kulit wanita dan wanita meskipun
tanpa disertai syahwat dan meskipun salah satu dari keduanya dipaksa atau sudah
meninggal, hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [
Hamisy I’anah at-Thoolibiin I/64 ].
ولا
فرق في ذلك بين أن يكون بشهوة أو إكراها أو نسيان، أو يكون الرجل ممسوحا أو خصيا أو
عنينا، أو المرأة عجوزا شوهاء، أو كافرة بتمجس أو غيره، أو حرة أو رقيقة، أو أحدهما
ميتا، لكن لا ينتقض وضوء الميت
Dan tidak ada perbedaan
dalam batalnya wudhu akibat persentuhan kulit antara wanita dan pria tersebut
antara disertai syahwat atau tidak, terpaksa atau lupa, atau keberadaan
lelakinya terpotong, terkebiri atau impoten kemaluannya, atau keberadaan
wnitanya sudah tua renta yang buruk rupanya atau wanita penganut agama majusi
atau lainnya, wanita merdeka atau budak, atau salah seorang dari keduanya sudah
meninggal hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [
Iqnaa’ I/56 ]. Wallaahu a'lamu bis showaab. [Nur
Hasyim S. Anam, Mbah Jenggot , Masaji Antoro].
Link Asal :
www.fb.com/groups/piss.ktb/416075051748642/