Jilbab itu menurut Tafsir
al Qurtubi dalam menafsiri ayat ke-59 dari surat al Ahzab, adalah : Selembar
pakaian yang lebih besar daripada kerudung. Menurut riwayat Ibn Abbas dan Ibn
Mas’ud, jilbab itu adalah selendang. Ada yang mengatakan bahwa jilbab itu adalah
cadar yang dipakai untuk menutupi muka wanita. Yang benar, jilbab itu adalah
pakaian yang dipakai untuk menutupi seluruh badan wanita. Dengan demikian, maka
masalah memakai jilbab adalah sama dengan masalah menutup aurat bagi wanita.
Dalam hal menutup aurat bagi wanita ini menurut madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i
dan Hambali, disebutkan dalam kitab al Fiqhul Islamy wa Adillatuhu karangan Dr.
Wahbah az Zuhaili (terbitan Darul Fikr) juz 1 halaman 584-594 sebagai berikut
:
1-
مَذْهَبُ الحَنَفِيَّةِ: ج- المَرْأَةُ الحُرَّةُ وَمِثْلُهَا الخُنْثَى: جَمِيْعُ
بَدَنِهَا حَتَّى شَعْرِهَا النَّازِلِ فِى الأصَحِّ, مَاعَدَا الوَجْهِ
وَالكَفَّيْنِ, وَالقَدَمَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا عَلَى المُعْتَمَدِ
لِعُمُومِ الضَرُورَةِ.
2-
المَذْهَبُ المَالِكِيَّةِ. والعَورَةُ بِالنِّسْبَةِ لِلرُّؤْيَةِ: للرَّجُلِ
مَابَيْنَ السُرَّةِ وَالرُّكْبَةِ, وَلِلْمَرْأَةِ أمَامَ رَجُلٍ أجْنَبِيٍّ
جَمِيْعُ بَدَنِهَا غَيْرَ الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ, وَاَمَامَ مَحَارِمِهَا جَمِيعٌ
جَسَدِهَا غَيْرَ الوَجْهِ وَالأطْرَافِ: وَهِيَ الرّأسُ وَالعُنُقُ وَاليَدَانِ
وَالرِّجْلاَنِ, إلاَّ انْ يُخْشَ لَذَّةٌ, فَيَحْرُمُ ذَلِكَ, لاَ لِكَوْنِهِ
عَوْرَةُ. وَالمَرْأَةُ مَعَ المَرْأةِ أو مَعَ ذَوِى المَحَارِمِهَا كَالرَّجُلِ
مَعَ الرَّجُلِ, تُرَى مَاعَدَا مَابَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ وَأمَامَ
المَرْأَةُ فِى النَّظْرِ إلَى الأَجْنَبِيِّ فَهِيَ كَحُكْمِ الرَّجُلِ مَعَ
ذَوَاتِ مَحَارِمِهِ وَهُوَ النَّظْرُ إلَى الوَجْهِ وَالأطْرَافِ (الرَّأسِ
وَاليَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ).
3-
مَذْ هَبُ الَشَّافِعِيَّةِ ج-عَوْرَةُ الحُرَّةِ وَمِثْلُهَا الخُنْثَى: مَاسِوَى
الوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ, ظَهْرِهِمَاوَبَطْنِهِمَا مِنْ رُؤُوْسِ الاَصَابِعِ الَى
الْكُعَيْنِ (الَرَّسْغُ اَوْ مَفْصِِلُ الزَّنْدِ) لِقَوْلِهِ تَعَلَى:
وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّ مَاظَهَرَ مِنْهَا. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ
وَعَائِشَهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ: هُوَ الوَجْهُ وَالْكَفَّانِ. وَلاَنَّ
الَنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَرْأَةَ الْحَرَامَ
(الْمُحَرَّمَةَ بِحَجِّ اَوْعُمْرَةٍ) عَنْ لُبْسٍ الْقُفَّزَيْنِ وَالَّنقَابِ,
وَلَوْكَانَ الَوجْهُ عَوْرَةً لَمَّاحُرِّمَاسَتْرُهُمَا فِى الاِحْرَامِ,
وَلاَّنَ الْحَاجَةتَدْعُوْ اِلَى اِبْرَازِ الْوَجْهِ لِلْبَيْعِ وَالشَّرَاءِ,
وَاِلَى اِبْرِازِ الْكَفِّ لِلاَ خْذِ وَالْعَطَاءِ, فَلَمْ يُجْعَلْ ذَالِكَ
عَوْرَةً.
4-مَذْهَبُ
اْلحَنَابِلَةِ وَعَوْرَةُ الْمَرْأَةِ مَعَ مَحَارِمِهَاالرَِّّجَالِ: هِيَ
جَمِيْعُ بَدَنِهَامَاعَدَ الوَجْهِ وَالَّر قْبَةِ وَالْيَدَيْنِ وَالْقَدَمِ
وَالسَّاقِ. وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْمَرْأَةِ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ
خَارِجَاالصَّلاَةِ عَوْرَةٌ كَمَا قَالَ الشّضافِعِيَّةُ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّابِقِ: الَْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ. وَيُبَاحُ كَشْفُ
الْعَوْرَةِ لِنَحْوِ تَدَاوٍ وَتَحِلُّ فِى الْخَلاَءِ, وَخِتَانٍ, وَمَعْرِفَةِ
الْبُلُوْغِ, وَبِكَارَةٍ وَثَيُوْبَةٍ, وَعَيْبٍ. وَعَوْرَةٌ المُسْلِمَةِ اَمَامَ
الكَافِرَةِ: عَوْرَةُ الْمُسْلِمَةِ اَمَامَ الْكَافِرَةِ عِنْدَ الْحَنَابَلَةِ
كَاالرَّجُلِ الْمُحْرِمِ: مَابَيْنَ السُّرَّةِ وَالُّركْبَةِ. وَقَالَ
الْجُمْهُوْرُ: جَمِيْعُ الْبَدَنِ مَاعَدَامَاظَهَرَ عِنْدَ الْمِهْنَةِ اَيِ
الاَسْغَالِ الْمَنْزِلِيَّةِ.
Madzhab Hanafi : Wanita
merdeka dan yang sepertinya adalah orang banci, auratnya adalah seluruh badanya
sampai rambutnya turun, menurut pendapat yang paling kuat, selain dan tapak dua
tangan, kedua kaki bagian dalam dan bagian luar menurut pendapat yang dapat di
jadikan pegangan, karena keumuman dari keperluan yang mendesak.
Madzhab Maliki : Aurat
dipandang dari segi melihatnya: bagi laki-laki adalah apa yang ada diantara
pusat dan lutut. Dan bagi wanita dihadapan orang laki-laki lain adalah seluruh
tubuhnya selain muka dan kedua telapak tangan. Dan di hadapan muhrimnya
(laki-laki) adalah seluruh jasadnya selain muka dan anggauta –anggauta: kepala,
leher, kedua tangan dan kedua kaki, kecuali jika di takutkan rasa lezat, maka
hal tersebut haram, bukan karena keadaanya sebagai aurat. Dan wanita dengan
wanita atau yang mempunyai hubungan muhrim adalah laki-laki, yaitu dapat dilihat
apa yang ada dipusat dan lutut. Adapun wanita wanita dalam memendang ke
laki-laki lain adalah seperti hukumnya lain adalah seperti hukumnya laki-laki
beserta para wanita yang menjadi muhrimnya, yaitu memandang kepada
anggauta-anggauta: kepala, kedua tangan dan kedua kaki.
Madzhab Syafii : Aurat
wanita merdeka dan yang sepertinya adalah orang banci adalah: apa yang selain
muka dan kedua telapak tangan, bagian luar dan dalam dari kedua ujung-ujung jari
dan dari dua pergelangan tangan (ruas atau tempat pergelangan tangan) ,
berdasarkan firman Allah : Janganlah
para wanita menampakan perhiasan mereka kecuali apa yang nampak dari
padanya. Ibnu
Abbas dan Aisyah ra. berkata: Yaitu muka dan kedua tapak tangan. Dan Nabi saw.
Telah melarang wanita yang ihram untuk haji atau umroh untuk memakai dua sarung
tangan dan kain tutup maka (cadar). Andaikata tapak tangan dan muka itu adalah
aurat, niscaya tidak diharamkan menutup keduanya dalam ihram, dan karena hajat
mengundang kepada penampakan muka untuk jual beli dan penampakan tpak tangan
untuk mengambil dan memberi, maka hal itu tidak di jadikan aurat.
Madzhab Hambali : Aurat
wanita beserta para muhrimnya laki-laki adalah selain badanya selain muka,
tengkuk, dua tangan, kaki dan betis. Semua badan wanita sampai muka dan kedua
tapak tangan diluar salat adalah aurat, sebagaimana kata Asy Syafii berdasarkan
sabda Nabi saw. yang telah lalu wanita adalah aurat. Dan diperbolehkan membuka
aurat karena keperluan seperti, berobat, berhajat di tempat yang sunyi, khitan,
mengetahui masa baligh, perawan dan tidaknya wanita dan cacat. Aurat wanita
muslim dihadapan wanita kafir, menurut madzhab Hambali adalah seperti di hadapan
laki-laki mahram, yaitu anggota badan yang ada diantara pusat dan lutut. Jumhur
(sebagian besar ulama) berpendapat bahwa seluruh badan wanita itu adalah aurat,
kecuali apa yang nampak pada waktu melakukan kesibukan-kesibukan
rumah.
Di atas sudah dicantumkan
menurut Tafsir al Qurtubi dalam menafsiri ayat ke-59 dari surat al
Ahzab
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ
فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٥٩﴾
(59) Hai Nabi katakanlah
kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
Sub :
REALITA JILBAB vs KERUDUNG di INDONESIA
Jilbab memang banyak
tafsiran. Jilbab merupakan fenomena lokal Indonesia. Jadi semestinya di sini
perlu telaah teks, konteks, dan kontekstualisasi. Ranah teks ditunjukkan oleh
QS. An-Nur: 31 untuk kerudung : "... Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya ..." (An-nur : 31). Dan QS.
Al-Ahzab: 59 untuk jilbab: "Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" (Al-ahzab :
59)
Konteksnya alias
pengejawantahan teks bisa dipahamami dari penjelasan Lisanul 'Arab. Tertulis di
kitab itu jilbab adalah sesuatu yang menutupi tubuh dari arah atas seperti
halnya mantel. Ada juga yang menyebut jilbab sama dengan kerudung. Menurut Ibnu
Mas'ud, 'Ubaidah, Hasan Bashri, dll jilbab adalah selendang yang dikenakan di
atas kerudung.
Simpelnya, konteks jilbab
diistilahkan berbeda-beda oleh orang Arab tempo dulu. Lalu bagaimana jika
dihadapkan pada era kekinian? Nah, inilah tahap kontekstualisasi. Jika anda
mendalami bahasa Arab maka andanya tentunya mengerti telah terjadi penyempitan
makna jilbab di masa sekarang. Jilbab sekarang ini terbatas pada pakaian terusan
yang menutupi seluruh tubuh. Dikenal juga dengan baju kurung di Indonesia,
chador di Iran, pardeh di India dan Pakistan, milayat di Libya, abaya di Irak,
charsaf di Turki, serta hijab di beberapa negara Arab-Afrika seperti Sudan,
Yaman, dan Mesir.
Sedangkan jilbab dalam
artian penutup kepala hanya dikenal di Indonesia. Penutup kepala disebut khimar
di negara-negara Arab, tudung di Malaysia, dan kerudung di Indonesia. Namun
sejak awal 80'an masyarakat kita lebih populer menyebutnya jilbab. Bisa
diketahui dari uraian di atas bahwa jilbab sebagai penutup kepala merupakan
istilah mu'arrab (yang diarab-arabkan). Mirip dengan ambiguitas istilah 'syekh'
di Indonesia. Lalu apakah jilbab sama dengan kerudung ? Kalau di Indonesia ya
sama. [Umam
Zein, Alif Kho Ta-Ro].