Lebih
dari 83 Ribu Polisi Amankan Natal dan Tahun Baru
Liputan6.com, Jakarta:
Polisi siap mengamankan ibadah dan perayaan hari Natal dan tahun baru di seluruh
tanah air. Melalui operasi Lilin 2011 yang akan digelar selama 10 hari, Mabes
Polri mengerahkan 83.555 personil di seluruh Indonesia. Untuk pengamanan kali
ini Polri lebih fokus mencegah terjadinya anarkhisme yang belakangan banyak
terjadi di wilayah Indonesia, selain mencegah terjadinya kemungkinan lainnya.
"Ancaman anarkhisme tentunya menjadi atensi dalam momen merayakan Natal dan
tahun baru tahun ini," ujar Kapolri, Jenderal Timur Pradopo dalam amanatnya
sebagai Inspektur Apel dan Gelar Pasukan Operasi Lilin 2011, di Lapangan Silang
Monas, Kamis (22/12). Menurutnya, untuk mengantisipasi berbagai tindak anarkisme
tersebut, perlu dirumuskan pengamanan dengan cara efektif dan antisipatif.
Terdapat 14 prioritas provinsi yang perlu diamankan, terutama di wilayah
provinsi Papua, Sulawesi Utara, Maluku, Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan
Jawa Barat.
GP Ansor
Siap Amankan Perayaan Natal dan Tahun Baru 2012
JAKARTA - Gerakan Pemuda
(GP) Ansor akan turut serta menjaga keamanan menjelang perayaan Natal dan Tahun
Baru 2012. Ketua GP Ansor, Nusron Wahid mengatakan, pihaknya telah diminta untuk
berkoordinasi dengan sejumlah gereja di seluruh Indonesia untuk mengamankan hari
raya sakral umat Kristiani tersebut. "Berkaitan dengan persiapan perayaan Natal
dan Tahun Baru, kami pimpinan pusat GP Ansor sudah berkoordinasi di kota-kota
strategis untuk bersama bahu membahu, terutama dengan aparat kepolisian di semua
level. Kemudian kita berkoordinasi dengan pihak otoritas di gereja-gereja untuk
bersama-sama bertanggung jawab untuk menjaga iklim yang kondusif dalam rangka
membantu warga menjalani ibadah misa dan natal," ujar Nusron di Kantor Pimpinan
Pusat GP Ansor, Jakarta Pusat, Kamis (22/12/2011) malam.
Ditambahkannya, kegiatan
ini merupakan tradisi dari GP Ansor, yang merupakan organisasi sayap dari
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam rangka menciptakan suasana kerukunan
antar umat beragama. "Ini semua sudah kita lakukan bertahun-tahun. Tidak hanya
Natal dan Tahun Baru, tapi juga event yang lain untuk menciptakan rasa aman dan
kerukunan antar umat beragama," jelasnya.
Nusron juga mengatakan,
pihaknya telah mensinyalir beberapa titik di kota-kota besar di Indonesia yang
berpotensi untuk dijaga ketat keamanannya, khsususnya di Jabodetabek. "Terutama
di GKI Yasmin di Bogor, kemudian gereja di Bekasi, Jogja, Solo, Semarang,
Bandung, Malang, Jember, Surabaya dan beberapa lainnya," tuturnya. Pihaknya juga
telah dimintai bantuan oleh beberapa gereja Katholik dan Protestan di Jakarta
yang tersebar dalam 49 titik. "Kita siapkan Banser. Di Jakarta kita sudah
mendapatkan surat permohonan bantuan dari elemen gereja Katholik dan Protestan
sebanyak 49 titik, ada juga gereja yang tidak minta kita, tapi tetap kita
pantau. Intinya kita dalam kondisi early warning system," pungkasnya.
[
http://news.okezone.com/read/2011/12/22/338/546134/gp-anshor-siap-amankan-perayaan-natal-dan-tahun-baru-2012 ]
PERTANYAAN
:
Bolehkah seorang Muslim
mengamankan kegiatan Natal ?
PERTIMBANGAN
:
Dalam khazanah islam,
sebuah Negara dapat dianggap sebagai Negara islam jika memenuhi salah satu dari
tiga kriteria :
• Negara yang batas-batas
serta perkembangannya dilakukan oleh kaum muslimin seperti Iraq. Pada bentuk
Negara semacam ini, orang-orang non muslim dilarang untuk membangun sarana
peribadatannya atau melakukan aktifitas yang menyimpang dengan Islam seperti
mengkonsumsi miras, babi dll, bahkan Presiden melakukan perjanjian dengan mereka
agar mereka dapat mentaati hal-hal yang dilarang diatas, bila tidak disepakati
maka perjanjian dianggap batal, berdasarkan hadits nabi :
لا
تبنى الكنيسة في الاسلام ولا يجدد ما خرب منها
“Tidak diperbolehkan
membangun gereja dalam Negara islam dan tidak diperbolehkan merenovasi gereja
yang telah rusak” (HR. Ad-Dailaami dan Ibn ‘Asaakir)
• Negara yang telah
ditundukkan oleh orang-orang muslimin. Pada bentuk Negara semacam ini
orang-orang kafir dilarang untuk membangun sarana-sarana peribadatan, sebab
kepimilakan Negara secara absolut adalah hak muslimin.
• Negara yang direngkuh
oleh orang-orang muslim dengan dasar persemakmuran (shuluh). Pada bentuk Negara
semacam ini orang-orang kafir bebas untuk membangun sarana peribadatannya, sebab
pada dasarnya Negara merupakan miliknya juga secara bersama-sama.
Sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Negara-negara Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa
Indonesia merupakan Negara Islam sebab Indonesia masuk dalam kategori kedua,
namun yang menjadi permasalahan disini ialah bahwa azas Negara Indonesia tidak
menggunakan Islam, melainkan Pancasila.
Azas Negara Indonesia yang
menggunakan Pancasila, menuntut masyarakat Indonesia untuk saling menghormati
antar sesama hingga pemeluk agama diberi kebebasan untuk melakukan ajaran agama
mereka masing-masing. Pemerintah memberikan jaminan keamanan kepada non-muslim
atau dalam istilah lain menggunakan bahasa “kafir
fii dzimmah at-ta’miin" (non-muslim yang dalam
jaminan keamanan).
Secara detail konsep kafir
fii dzimmah at-ta’miin ialah sebagai berikut :
- Orang kafir yang masuk
Negara Islam sesuai dengan kebiasaan yang ada (tidak mencurigakan)
- Pemerintah melarang untuk
mengganggunya
- Orang kafir merasa bahwa
mereka mempunyai jaminan keamanan dari pemerintah
- Jika nyawa orang kafir
terancam, warga muslim wajib menjaga keamanannya.
JAWABAN
:
Dari beberapa penjelasan
pertimbangan di atas, polemik dalam hal ini dapat dipecahkan dengan perincian :
• Bagi relawan tidak
diperbolehkan untuk berpartisipasi mengamankan kegiatan natal kecuali saat
terjadi kerusuhan yang mengancam nyawa orang-orang kafir, hal ini semata-mata
untuk menyelamatkan nyawa mereka, sebab secara konsep, muslimin tidak
diperbolehkan untuk mengikuti perayaan hari-hari besar orang kafir sebagaimana
ungkapan Umar ra.
عن
عمر رضي الله عنه : "لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل
عليهم
“Dan janganlah kalian
menemui orang-orang musyrikin di gereja-gereja atau tempat-tempat ibadah mereka,
karena kemurkaan Allah akan menimpa mereka.” (HR Al Baihaqi dengan sanad
shahih).
• Bagi petugas keamanan
diperbolehkan menjaganya untuk mengantisipasi ancaman para teroris yang
mengganggu keselamatan mereka sebagai wujud jaminan keselamatan dari Negara.
REFERENSI
:
1. Al-Mausuu’ah
al-Fiqhiyyah VII/25-28
2. Hasyiyah al-Jamal ala
al-Minhaj X/185-186
3. Qurratul ‘Uyuun Hal
211-212
4. Bughyah al-Mustarsyidiin
Hal 543
5. Tafsiir al-Fakhrur Roozy
I/1124
6. al-Adaab as-Syar’iyyah
Li Ibn al-Muflh al-Hambaly IV/120-122
الموسوعة
الفقهية الكويتية رقم الجزء: 7 رقم الصفحة:25-28
ثَالِثًا
- عَدَمُ التَّعَرُّضِ لَهُمْ فِي عَقِيدَتِهِمْ وَعِبَادَتِهِمْ :
23
- إِنَّ مِنْ مُقْتَضَى عَقْدِ الذِّمَّةِ أَلاَّ يَتَعَرَّضَ الْمُسْلِمُونَ
لأَِهْل الذِّمَّةِ فِي عَقِيدَتِهِمْ وَأَدَاءِ عِبَادَتِهِمْ دُونَ إِظْهَارِ
شَعَائِرِهِمْ ، فَعَقْدُ الذِّمَّةِ إِقْرَارُ الْكُفَّارِ عَلَى كُفْرِهِمْ
بِشَرْطِ بَذْل الْجِزْيَةِ وَالْتِزَامِ أَحْكَامِ الْمِلَّةِ ، وَإِذَا كَانَ
هُنَاكَ احْتِمَال دُخُول الذِّمِّيِّ فِي الإِْسْلاَمِ عَنْ طَرِيقِ مُخَالَطَتِهِ
لِلْمُسْلِمِينَ وَوُقُوفِهِ عَلَى مَحَاسِنِ الدِّينِ ، فَهَذَا يَكُونُ عَنْ
طَرِيقِ الدَّعْوَةِ لاَ عَنْ طَرِيقِ الإِْكْرَاهِ ، وَقَدْ قَال اللَّهُ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى : { لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ } (1) ، وَفِي كِتَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لأَِهْل نَجْرَانَ : وَلِنَجْرَانَ
وَحَاشِيَتِهَا جِوَارُ اللَّهِ وَذِمَّةُ مُحَمَّدٍ رَسُول اللَّهِ عَلَى
أَمْوَالِهِمْ وَمِلَّتِهِمْ وَبِيَعِهِمْ وَكُل مَا تَحْتَ أَيْدِيهِمْ . . . (2)
وَهَذَا الأَْصْل مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ ، لَكِنْ هُنَاكَ
تَفْصِيلٌ وَخِلاَفٌ فِي بَعْضِ الْفُرُوعِ نَذْكُرُهُ فِيمَا يَلِي :
أ
- مَعَابِدُ أَهْل الذِّمَّةِ :
24
- قَسَّمَ الْفُقَهَاءُ أَمْصَارَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى ثَلاَثَةِ أَقْسَامٍ (3)
:
الأَْوَّل
: مَا اخْتَطَّهُ الْمُسْلِمُونَ وَأَنْشَئُوهُ كَالْكُوفَةِ وَالْبَصْرَةِ
وَبَغْدَادَ وَوَاسِطَ ، فَلاَ يَجُوزُ فِيهِ إِحْدَاثُ كَنِيسَةٍ وَلاَ بِيعَةٍ
وَلاَ مُجْتَمَعٍ لِصَلاَتِهِمْ وَلاَ صَوْمَعَةٍ بِإِجْمَاعِ أَهْل الْعِلْمِ ،
وَلاَ يُمَكَّنُونَ فِيهِ مِنْ شُرْبِ الْخَمْرِ وَاتِّخَاذِ الْخَنَازِيرِ
وَضَرْبِ النَّاقُوسِ ؛ لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
لاَ تُبْنَى كَنِيسَةٌ فِي دَارِ الإِْسْلاَمِ ، وَلاَ يُجَدَّدُ مَا خَرِبَ
مِنْهَا (4) وَلأَِنَّ هَذَا الْبَلَدَ مِلْكٌ لِلْمُسْلِمِينَ فَلاَ يَجُوزُ أَنْ
يَبْنُوا فِيهِ مَجَامِعَ لِلْكُفْرِ ، وَلَوْ عَاقَدَهُمُ الإِْمَامُ عَلَى
التَّمَكُّنِ مِنْ ذَلِكَ فَالْعَقْدُ بَاطِلٌ (1) .
الثَّانِي
: مَا فَتَحَهُ الْمُسْلِمُونَ عَنْوَةً ، فَلاَ يَجُوزُ فِيهِ إِحْدَاثُ شَيْءٍ
مِنْ ذَلِكَ بِالاِتِّفَاقِ ؛ لأَِنَّهُ صَارَ مِلْكًا لِلْمُسْلِمِينَ ، وَمَا
كَانَ فِيهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ هَل يَجِبُ هَدْمُهُ ؟ (2) ؟ قَال الْمَالِكِيَّةُ
: وَهُوَ وَجْهٌ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ : لاَ يَجِبُ هَدْمُهُ ؛ لأَِنَّ
الصَّحَابَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَتَحُوا كَثِيرًا مِنَ الْبِلاَدِ عَنْوَةً
فَلَمْ يَهْدِمُوا شَيْئًا مِنَ الْكَنَائِسِ .
حاشية
الجمل على المنهج لشيخ الإسلام زكريا الأنصاري رقم الجزء: 10 رقم
الصفحة:185-186
قوله
وبأمر بمعروف ولا يشترط في الأمر بالمعروف العدالة بل قال الإمام وعلى متعاطي الكأس
أن ينكر على الجلاس وقال الغزالي يجب على من غصب امرأة على الزنا أن يأمرها بستر
وجهها عنه ا ه ز ي ا ه ع ش قوله ونهي عن منكر والإنكار يكون باليد فإن عجز فباللسان
فعليه أن يغيره بكل وجه أمكنه ولا يكفي الوعظ لمن أمكنه إزالته باليد ولا كراهة
القلب لمن قدر على النهي باللسان ويستعين عليه بغيره إذا لم يخف فتنة من إظهار سلاح
وحرب ولم يمكنه الاستقلال فإن عجز عنه رفع ذلك إلى الوالي فإن عجز عنه أنكره بقلبه
ا ه من الروض وشرحه قوله إذا لم يخف على نفسه وماله إلخ عبارة شرح م ر وشرط وجوب
الأمر بالمعروف أن يأمن على نفسه وعضوه وماله وإن قل كما شمله كلامهم بل وعرضه كما
هو ظاهر وعلى غيره بأن يخاف عليه مفسدة أكثر من مفسدة المنكر الواقع ويحرم مع الخوف
على الغير ويسن مع الخوف على النفس والنهي عن الإلقاء باليد إلى التهلكة مخصوص بغير
الجهاد ونحوه كمكره على فعل حرام غير زنا وقتل وأن يأمن أيضا أن المنكر عليه لا
يقطع نفقته وهو محتاج إليها ولا يزيد عنادا ولا ينتقل إلى ما هو أفحش وسواء في لزوم
الإنكار أظن أن المأمور يمتثل أم لا انتهت
(
قرة العين ص 211 – 212 )
سئل
رحمه الله تعا لي اعتاد بعض سلاطين الجاوي ان يقر الكفار الغير الكتابيين
والمجوسيين في بلده بكذا وكذا من الدرهم والحبوب في كل سنة وهم تحت طاعته يمتثلون
اوامره ونواهيه ويتوجهون حيث ماوجههم وانتفع المسلمون بهم في الا عمال الخسيسة
ولكنه لم يأمرهم بالاسلام فهل يجوزذلك لتلك المنفعة والمصلحة أولا وهل هؤلاءالكفار
يقال فيهم أنهم حربييون لكونهم ليسوا من اهل الذمة وما حكم الاموال التي يؤدونها كل
سنة هل هي غنيمة ام لا وهل يجوز لمن اعطي من الفقراء شيأ من ذلك اخده اولا افتونا (
الجواب ) الي ان قال.... وقول السائل وهل هؤلاء الكفار يقال انهم حربييون الخ....
ان اراد انه يجوز قتلهم واغتيالهم لكونهم ليسوا باهل الدمة فليس كذلك بل ذمة
التأمين من الامام.اهـ
بغية
المسترشدين رقم الصفحة:543
ولو
دخل الكفار بلادنا لتجارة وأقاموا سنين وعلم السلطان وسكت فلم ينههم ولا أمرهم لكنه
نهى عن ظلمهم وقتلهم ، فالذي يظهر أنه حيث دخلوا معتمدين على العادة المطردة من منع
السلطان من أخذ أموالهم وقتل نفوسهم وظنوا أن ذلك عقد مأمن صحيح لم يجز اغتيالهم
ولو بسبب دين عليهم ، بل يجب تبليغهم المأمن ، وإن انتفى شرط من ذلك جاز الاغتيال
والإرقاق مطلقاً.
تفسير
الفخر الرازى رقم الجزء: 1 رقم الصفحة:1124
واعلم
أن كون المؤمن موالياً للكافر يحتمل ثلاثة أوجه أحدها : أن يكون راضياً بكفره
ويتولاه لأجله ، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوباً له في ذلك الدين ،
وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر ، فيستحيل أن يبقى مؤمناً مع كونه بهذه
الصفة.
فإن
قيل : أليس أنه تعالى قال : {وَمَن يَفْعَلْ ذَالِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي
شَىْءٍ} وهذا لا يوجب الكفر فلا يكون داخلاً تحت هذه الآية ، لأنه تعالى قال :
{ذَالِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا } فلا بد وأن يكون خطاباً في شيء يبقى المؤمن
معه مؤمناً وثانيها : المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر ، وذلك غير ممنوع
منه.
والقسم
الثالث : وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم
والمعونة ، والمظاهرة ، والنصرة إما بسبب القرابة ، أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن
دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه ، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره
إلى استحسان طريقته والرضا بدينه ، وذلك يخرجه عن الإسلام فلا جرم هدد الله تعالى
فيه فقال : {وَمَن يَفْعَلْ ذَالِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَىْءٍ}
.
الْآدَابِ
الشَّرْعِيَّةِ رقم الجزء: 3 رقم الصفحة :120-122
فَصْلٌ
( دُخُولُ مَعَابِدِ الْكُفَّارِ وَالصَّلَاةُ فِيهَا وَشُهُودُ أَعْيَادِهِمْ ) .
وَلَهُ دُخُولُ بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا وَالصَّلَاةُ فِي ذَلِكَ
وَعَنْهُ ، يُكْرَهُ إنْ كَانَ ثَمَّ صُورَةٌ ، وَقِيلَ : مُطْلَقًا