PERTANYAAN
:
Assalamualaikum. Kepada
seluruh jajaran admin dan member, Afwan, Mohรถn referensinya bahwa iman dan amal
sholeh bukan jaminan kita masuk syurga. Sebelumnya terimakasih :-) [Marini
Terima TaqdirNya].
JAWABAN
:
َْูู
َُููุฌَِّู ุฃَุญَุฏًุง ู
ُِْููู
ْ ุนَู
َُُูู َูุงُููุง ََููุง ุฃَْูุชَ َูุง ุฑَุณَُูู ุงَِّููู
َูุงَู ََููุง ุฃََูุง ุฅَِّูุง ุฃَْู َูุชَุบَู
َّุฏَِูู ุงَُّููู ุจِุฑَุญْู
َุฉٍ ุณَุฏِّุฏُูุง
ََููุงุฑِุจُูุง َูุงุบْุฏُูุง َูุฑُูุญُูุง َูุดَْูุกٌ ู
ِْู ุงูุฏُّْูุฌَุฉِ َูุงَْููุตْุฏَ ุงَْููุตْุฏَ
ุชَุจُْูุบُูุง
“Amal tidak akan bisa
menyelamatkan seseorang di antara kalian.” Mereka bertanya: “Tidak pula anda
wahai Rasulullah saw?” Beliau menjawab: “Ya, saya pun tidak, kecuali Allah
menganugerahkan rahmat kepadaku. Tepatlah kalian, mendekatlah, beribadahlah di
waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam, beramallah yang pertengahan, yang
pertengahan, kalian pasti akan sampai.” (HR Bukhari).
ูุงَ
ُูุฏْุฎُِู ุฃَุญَุฏًุง ู
ُِْููู
ْ ุนَู
َُُูู ุงْูุฌََّูุฉَ َููุงَ ُูุฌِูุฑُُู ู
َِู ุงَّููุงุฑِ
َููุงَ ุฃََูุง ุฅِูุงَّ ุจِุฑَุญْู
َุฉٍ ู
َِู ุงِููู
Amal tidak akan memasukkan
seseorang di antara kalian ke surga dan tidak pula menyelamatkannya dari neraka.
Demikian juga saya, kecuali dengan rahmat Allah swt.
Muncul diskusi di kalangan
para ulama terkait hadits di atas; benarkah masuk surga itu bukan karena amal?
Jika demikian apa gunanya amal kita? Bagaimana pula kaitannya dengan
firman-firman Allah swt berikut : “Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan
apa yang telah kamu amalkan”. (QS. An-Nahl [16] : 32). Dan diserukan kepada
mereka: “Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu
kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7] : 43. Ayat semisal terdapat juga dalam QS.
Az-Zukhruf [43] : 72).
Satu hal saja yang harus
dicatat, semua ulama hadits tidak ada yang menyatakan bahwa hadits di atas
bertentangan dengan ayat-ayat tersebut. Semuanya menempuh metode jam’
(menyatukan, mengompromikan) karena memang hadits di atas jelas keshahihannya.
Sebuah pertanda juga bahwa hadits yang shahih haram ditolak meskipun tampaknya
bertentangan dengan al-Qur`an. Sedapat mungkin carikan komprominya, karena tidak
mungkin Nabi saw menentang al-Qur`an. Dan itulah yang ditempuh oleh para ulama
hadits sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Imam Ibn Bathal,
sebagaimana dikutip Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, menjelaskan bahwa surga itu
ada beberapa tingkatan. Ayat-ayat yang menjelaskan masuk surga karena amal, itu
maksudnya adalah menempati tingkatan-tingkatannya itu. Sementara masuk surganya
sendiri, itu mutlak hanya berdasarkan rahmat Allah swt. Jadi, dengan rahmat
Allah swt, seseorang ditentukan masuk surga dan tidaknya. Sesudah ada keputusan
masuk surga, maka ketentuan masuk surga tingkatan yang mananya itu ditentukan
berdasarkan amal.
Selanjutnya, Ibn Bathal
menjelaskan, bisa juga maksud dari ayat-ayat dan hadits di atas adalah saling
menguatkan. Artinya, masuk surga itu tergantung rahmat Allah swt juga amal-amal
kita. Demikian juga, penentuan tingkatan yang mananya di dalam surga itu
tergantung rahmat Allah swt dan amal-amal kita.
Imam al-Karmani, Jamaluddin
ibn as-Syaikh, dan Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa huruf ‘ba’ pada ayat-ayat di
atas bukan bermakna sebab (sababiyyah), melainkan bersamaan (ilshaq,
mushahabah). Jadi bukan berarti masuk surga itu dengan sebab amal, melainkan
masuk surga itu bersamaan adanya amal, karena sebab yang paling utamanya adalah
rahmat Allah swt. Ini berarti bisa membantah pendapat Jabariyyah yang menyatakan
bahwa masuk surga itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan amal, melainkan
mutlak hanya rahmat Allah swt saja. Juga membantah pendapat Qadariyyah yang
menyatakan bahwa masuk surga itu murni karena amal saja, tidak ada kaitannya
dengan rahmat Allah swt.
Imam Ibn Hajar memberikan
penjelasan yang sedikit berbeda. Amal seseorang walau bagaimanapun tidak mungkin
menyebabkannya masuk surga jika pada kenyataannya amal itu tidak diterima oleh
Allah swt. Nah, persoalan amal itu diterima atau tidaknya, ini jelas wewenang
Allah swt, dan ini mutlak berdasarkan rahmat Allah swt (semua pendapat ulama di
atas dikutip dari Fath al-Bari kitab ar-riqaq bab al-qashd wal-mudawamah
‘alal-’amal). [Mbah
Jenggot II].