PERTANYAAN :
Satria Marawis
salam.ada prtnyaan ttpn: apa alsnnya dlm alqur'an tntng prnth sholt pke lafdz
"AQIIMUUS SHOLAAT", nggk pk lfdz "SHOLLUU?
JAWABAN :
Yupiter Jet
sambil menunggu kantuk, hanya menambahka n saja
وأصل القيام في اللغة هو الانتصاب المضاد للجلوس
والاضطجاع، وإنما يقوم القائم
لقصد عمل صعب لا يتأتى من قعود، فيقوم الخطيب ويقوم العامل ويقوم الصانع ويقوم
الماشي فكان للقيام لوازم عرفية مأخوذة من عوارضه اللازمة ولذلك أطلق مجازا على
النشاط في قولهم قام بالأمر، ومن أشهر استعمال هذا المجاز قولهم قامت السوق وقامت
الحرب، وقالوا في ضده ركدت ونامت، ويفيد في كل ما يتعلق به معنى مناسبا لنشاطه
المجازي وهو من قبيل المجاز المرسل وشاع فيها حتى ساوى الحقيقة فصارت كالحقائق
ولذلك صح بناء المجاز الثاني والاستعارة
عليها، فإقامة الصلاة استعارة تبعية شبهت المواظبة على الصلوات والعناية بها بجعل
الشيء قائما،
attahrir wattanwir 1/228
والمراد بإقامتها إتقان شروطها وأركانها وخشوعها ، وحفظ السر فيها ، قال
الشيخ أبو العباس المرسي رضي الله عنه : ( كل موضع ذكر فيه المصلّون في معرض المدح
فإنما جاء لمن أقام الصلاة ، إما بلفظ الإقامة ، وإما بمعنى يرجع إليها ، قال تعالى
{ الَّذِينَ يُؤْمِنُون َ
بِالْغَيْب ِ
وَيُقيمُون َ
الصَّلاَةَ } ، وقال تعالى : {
أَقِمِ الصَّلاَةَ } [ الإسرَاء :
78 ] ، { وَالْمُقِي مِى
الصَّلاَةِ } [ الحَجّ : 35 ] ،
ولما ذكر المصلّين بالغفلة قال : { فَوَيْلٌ لِّلْمُصَل ِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَن
صَلاَتِهِم ْ سَاهُونَ } [ الماعون : 4 ،
5 ] ولم يقل : فويل للمقيمين الصلاة )
albahrul madid 1/16
واختُلف لِمَ سُمِّي فعل الصلاة على هذا الوجه إقامةً لها ، على قولين :
أحدهما : من تقويم الشيء من قولهم قام بالأمر إذا أحكمه وحافظ عليه .
والثاني : أنه فعل الصلاة سُمِّي إقامة لها ، لما فيها من القيام فلذلك قيل : قد
قامت الصلاة
annukatu wal 'uyun 1/11
، والإقامة في الأصل : الدوام والثبات ، من قولك : قام الحق أي : ظهر وثبت .
ومعنى { وَيُقِيمُو نَ الصلاة }
: يؤدونها في أوقاتها المقدرة لها ، مع تعديل أركانها ، وإيقاعها مستوفية لواجباتها
وسننها وآدابها وخشوعها ، فإن الصلاة المقامة بحق هي تلك التي يصحبها الإخلاص
alwasith 1/16
========== ========== ========== ======
Masaji Antoro
•• Ngaji Tafsir YuuuK...!! ••
(3)
الَّذِيْنَ
يُؤْمِنُوْ نَ
بِالْغَيْب ِ
وَيُقِيْمُ وْنَ
الصَّلاَةَ وَمِمَّا
رَزَقْنَاه ُمْ
يُنفِقُوْن َ Yang percaya kepada
yang ghaib , dan yang mendirikan
sembahyang dan dari sebagian apa
yang Kami anugerahka n kepada
mereka, mereka dermakan (QS: Al-Baqarah ayat 3)
CARA BACA
Tidak ada tanda bacaan khusus yang perlu dibahas secara detail yang
terdapat dalam ayat ini selain tanda (لا) kecil diakhir ayat yang
menandakan ayat ini masih
berkaitan erat baik secara lafadz ataupun makna dengan ayat
berikutnya .
ARTI PERKATA
الَّذِيْنَ
(IsimMaush ul, kata benda yang
membutuhka n
shilah/ sifat) :
Orang-oran g
يُؤْمِنُوْ نَ
(FiilMudho ri' sebagai shilah
dari الَّذِيْنَ ): Yang Beriman
بِالْغَيْب ِ (Jar Majrur) :
Dengan yang ghaib
وَيُقِيْمُ وْنَالصَّل اَةَ : Dan mendirikan sholat
وَمِمَّا (Asalnya ومن ما setelah diidghomka n menjadi وَمِمَّا) : Dan dari sebagian perkara
رَزَقْنَاه ُمْ :Yang Kami
berikan padanya
يُنفِقُوْن َ : Mereka
mendermaka nnya
PENJELASAT AYAT
Ini adalah tiga tanda MUTTAQIIN (orang-ora ng yang bertaqwa) taraf pertama yang telah ditutur
pada ayat sebelumnya .
1. {الَّذِينَ
يُؤْمِنُون َبِالْغَيْ بِ} mereka yang beriman kepada yang gaib,
Pengertian IMAN disini adalah
:
Abu ja'far ar-Razi menceritak an dari Abdullah, ia berkata: Iman itu adalah
kebenaran. "
Ali bin Abi Thalhah dan juga lainnya, berkata,da ri Ibnu Abbas, ra : "mereka beriman maksudnya
adalah mereka membenarka n.
"Sedangkan mu'amar, dari az-zuhri :
"Iman adalah amal."
Ibnu Jarir berkata bahwa yang lebih baik dan tepat adalah mereka harus
mensifati diri dengan iman kepada yang ghoib baik melalui ucapan maupun
perbuatan. Lafazh Iman kepada
yang ghoib itu adalah Keimanan kepada Allah, Kitab-kita bnya dan Rasul-rasu l-Nya sekaligus membenarka n pernyataan itu melalui perbuatan.
Ibnu Katsir berkata secara asal-usul kata bahwa Iman berarti
pembenaran semata. Al Qur'an
sendiri terkadang menggunaka n
kata ini untuk pengertian
tersebut, sebagaiman a dikatakan oleh
Yusuf a.s kepada ayah mereka:
"dan kamu sekali-kal i
tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah
orang-oran g yang benar." (Yusuf
:17)
Demikian pula jika kata iman itu dipergunak an beriringan dengan amal shalih, sebagaiman a firman Allah dalam al-Ashr : 3
"kecuali orang-oran g
yang beriman danmengerj akan amal
saleh"
Adapun jika kata "Iman" itu dipergunak an secara mutlak, maka iman menurut syari'at tidak
mungkin ada kecuali yang diwujudkan melalui keyakinan, ucapan dan amal perbuatan.
Demikian itulah yang menjadi pegangan mayoritas ulama, bahkan telah
ijma Imam asy-Syafi' I, Imam
Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaidah ,dan lain-lain "Bahwa iman itu adalah
pembenaran dengan ucapan dan
amal perbuatan, bertambah dan
berkurang. "
Sebagian mereka mengatakan bahwa beriman kepada yang ghoib sama seperti
beriman kepada yang nyata, dan bukan seperti yang difirmanka n Allah mengenai orang-oran g munafik
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّاوَإ ِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِ هِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا
نَحْنُمُسْ تَهْزِئُون َ
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-oran g yang beriman, mereka mengatakan : "Kami telahberim an." Dan bila mereka kembali kepada
syaitan-se tan mereka, mereka
mengatakan :
"Sesungguh nya kami
sependiria n dengan kamu, kami
hanyalahbe rolok-olok ". (al-baqara h : 14) ==>>Tafsir Ibnu Katsir
Percaya pada yang ghaib. Yang ghaib ialah yang tidak dapat
disaksikan oleh panca indera;
tidak nampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, yaitu dua indera yang
utama dari kelima (panca) inderakita . Tetapi dia dapat dirasa adanya oleh akal. Maka
yang pertama sekali ialah percaya kepada Allah, zat yang
menciptaka n sekalian alam,
kemudian itu percayaaka n adanya
hari kemudian, yaitu kehidupan kekal yang sesudah dibangkitk an dari maut.
Abu ja'far ar Razi menceritak an dari ar-Rabi' bin Anas, dari Abu 'Aliyah, ia berkata
:
"Mereka beriman kepada Allah,Mala ikat-malai kat-Nya, Kitab-kita b-Nya, Rasul-rasu l-Nya, hari akhir, Surga dan neraka, serta
pertemuan dengan Allah, dan juga beriman akan adanya kehidupan setelah kematian,
serta adanya kebangkita n. Dan semuanya
itu adalah hal yang ghoib."'
Imam Ahmad meriwayatk an
dari Ibnu Muhairiz, ia menceritak an bahwa ia pernah mengatakan kepada Abu Jam'ah: Beritahuka n kepada kami sebuah hadist yang engkau dengan
dari Rasulullah saw, ia pun
berkata : Baiklah aku akan beritahuka n sebuah hadist kepadamu.K ami pernah makan siang bersama
Rasulullah , dan bersama kami
terdapat Abu 'Ubaidilla h bin
al-Jarrah, lalu ia bertanya: Ya
Rasulullah , adakah seseorang yang
lebih baik daripada kami? Sedangkan kami telah masuk Islam bersamamu dan
berjihad bersamamu juga?,
Rasulullah menjawab :
"Ya ada, yaitu suatu kaum setelah kalian, mereka beriman kepadaku padahal mereka
tidak melihatku. "'
2. وَيُقِيمُو نَ
الصَّلاة : dan yang mendirikan
sholat
Ibnu Abbas berkata { وَيُقِيمُو نَ الصَّلاة} adalah mendirikan shalat, berarti mendirikan shalat dengan segala kewajibann ya,
Dari Ibnu Abbas, adh Dhahhak, ia berkata: "mendirika n Shalat berarti mengerjaka n dengan sempurna ruku', sujud,
bacaa,sert a penuh ke khusyu'an"
Dan Qatadah berkata : { وَيُقِيمُو نَ الصَّلاة} berarti, berusaha
mengerjaka nnya tepat waktunya,
berwudhu, ruku' dan bersujud.
Sedangka Muqatil bin Hayyan berkata { وَيُقِيمُو نَ الصَّلاةَ} , yaitu menjaga untuk selalu
mengerjaka nnya pada waktunya,
menyempurn akan wudhu' ruku',
sujud, bacaaan al Qur'an, tasyahhud, serta membaca sholawat kepada
Rasulullah . Demikian itulah
makna mendirikan shalat.
3. { وَمِمَّارَ زَقْنَاهُم ْ يُنْفِقُون َ}, "Dan menafkahka n sebagian rizki yang Kami
anugerahka n kepada mereka.".
Ali Bin Abi Thalhah dan yang lainnya berkata, dari Ibnu Abbas, ia
berkata "maksud ayat ini ialah : mengeluark an zakat dari harta kekayaan yang
dimiliknya .
As Suddi, menceritak an
dari Ibnu Abbas, dari IbnuMas'ud
dan dari beberapa sahabat Rasulullah , ia berkata { وَمِمَّا
رَزَقْنَاه ُمْ
يُنْفِقُون َ}, yakni pemberian
nafkah seseorang kepada keluargany a.
Sedangkan Ibnu Jarir Ath Thobary, menentukan pilihannya bahwa ayat diatas bersifat umum mencakup segala
bentuk zakat dan infak. Ia berkata, : sebaik-bai knya tafsir mengenai sifat kaum itu (beriman)
adalah hendaklah mereka menunaikan semua kewajiban yang ada pada harta benda mereka,
baik berupa zakat ataupun memberi nafkah kepada orang-oran g yang harus ia jamin dari kalangan
keluargany a, anak-anak dan yang
lainnya dari kalangan orang-oran g yang wajib dia nafkahi karena hubungan
kekerabata n,
kepemilika n (budak) atau faktor
lainnya. Yang demikian itu karena Allah mensifati da memuji mereka dengan hal
itu secara umum. Setiap Zakat dan infaq merupakan sesuatu yang terpuji.
Ibnu Katsir berkata : Seringkali Allah Ta'ala menyanding kan antara shalat dan infaq (zakat) karena shalat
merupakan hak Allah sekaligus sebagai bentuk ibadah kepada-Nya , dan ia mencakup peng-Esa-a n, penyanjung an, pengharapa n, pemujian, pemnajatan do'a, serta tawakal kepada-Nya .Sedangkan infak/ zakat merupakan salah satu bentuk perbuatan baik
kepada semua makhluk dengan memberikan manfaat kepada mereka. Dan yang paling berhak
mendapatka nnya adalah keluarga,
kaum kerabat serta orang-oran g
terdekat.
Dengan demikian segala bentuk nafkah dan zakat wajib tercakup dalam
firman Allah { وَمِمَّا رَزَقْنَاه ُمْ يُنْفِقُون َ} = dan menafkahka n sebahagian rezki yang Kami anugerahka n kepada mereka.
==>> Tafsir Ibnu Katsir