Pada masa kini semakin jelas apa yang telah ditulis oleh ulama besar
Syria, pakar syariat (fiqih), DR. Said Ramadhan Al-Buthy dalam bukunya yang
berjudul Al-Laa Mazhabiyah ,
Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiy ah. Kalau kita terjemahka n secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah :
Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancur kan Syariat Islam.
Semakin banyak kaum muslim yang awam tidak lagi mau mengikuti pendapat
atau pemahaman para Imam Mazhab yang empat. Mereka terindoktr inisasi atau terhasut perkataan
ulama-ulam a mereka bahwa apa
yang ulama mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh. Benar,
ulama-ulam a mereka membaca Al
Qur’an , tafsir bil matsur, kitab hadits shohih, sunan, musnad, namun apa yang
mereka sampaikan bukanlah pemahaman Salafush Sholeh melainkan pemahaman mereka
sendiri terhadap Al Qur’an , tafsir bil matsur, kitab hadits shohih, sunan,
musnad. Setiap upaya penterjema ahan, pentafsira n dan pemahaman bisa benar dan bisa pula salah.
Yang pasti benar adalah lafaz/ nash Al Qur’an dan Hadits bukan
terjemahan dan bukan pula
tafsirnya.
Kitab-kita b tersebut bukanlah
penjelasan pemahaman Salafush Sholeh
namum harus ada upaya pemahaman lebih lanjut. Hal ini telah kami sampaikan dalam
tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/10/13/ perlu-pemah aman-lanju t/
Ironis, segelintir kaum
muslim yang awam disampaika n
oleh ulama-ulam a mereka bahwa
para Imam Mazhab yang empat tidak maksum namun ketika kita luruskan
kesalahpah aman
ulama-ulam a mereka,
seolah-ola h
ulama-ulam a mereka lebih
berkompete nsi daripada Imam
Mazhab yang empat. Padahal ulama-ulam a mereka tidak pernah dikenal
berkompete nsi sebagai Imam Mujtahid
Mutlak.
Contoh dalam tulisan kali ini adalah memahami hadits berikut
Al-Mundzir bin Jarir
menceritak an dari ayahnya Jarir
bin Abdillah , bahwasanya
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi
wassalam pernah bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَ مِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ
عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أُجُوْرِهِ مْ شَيْءٌ. ومَنْ سَنَّ
فِي اْلإِسْلاَ مِ سُنَّةً
سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِه ِمْ شَيْءٌ
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia
mendapatka n pahalanya dan pahala
orang-oran g yang
mengamalka n sunnah tersebut
setelahnya tanpa
mengurangi
pahala-pah ala mereka
sedikitpun . Dan siapa yang
melakukan satu sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatka n dosanya dan dosa orang-oran g yang mengamalka n sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.”
Hadits di atas diriwayatk an dalam Shahih Muslim no. 2348, 6741, Sunan
An-Nasa‘i no.2554, Sunan At-Tirmidz i no. 2675, Sunan Ibnu Majah no. 203, Musnad Ahmad
5/ 357, 358, 359, 360, 361, 362 dan
juga diriwayatkan oleh yang lainnya.
Contoh hadits dengan sanad selengkapn ya pada http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=48&a yatno=14&a ction=disp lay&option =com_musli m
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallah u alaihi wasallam menyampaik an adanya sunnah hasanah dan sunnah sayyiah
Arti sunnah adalah hadits Rasulullah atau anjuran (mandub/ mustahab) atau contoh/ suri tauladan
Arti hasanah adalah kebaikan, sayyiah adalah keburukan
Anjuran (mandub/ mustahab) artinya jika dikerjakan mendapatka n kebaikan (pahala) jika
ditinggalk an boleh saja.
Dari ketiga kemungkina n
arti dari kata sunnah, tentu tidak ada anjuran (mandub/ mustahab) keburukan , tentu pula tidak ada hadits
Rasulullah yang menyuruh dalam
keburukan.
Dalam hal hadits diatas dapat disimpulka n sunnah artinya contoh / suri tauladan atau sesuatu yang tidak dilakukan
oleh orang lain sebelumnya atau perkara baru yang belum dilakukan oleh orang
lain sebelumnya .
Dalam Syarhu Sunan Ibnu Majah lil Imam As Sindi 1/ 90 dijelaskan “Yang
membedakan antara sunnah hasanah
dengan sayyiah adalah adanya kesesuaian dengan pokok-poko k syar’i atau tidak”.
Sunnah hasanah adalah contoh / perkara baru yang tidak
bertentangan dengan
pokok-poko syar’i atau contoh
/ perkara baru yang tidak
bertentangan dengan apa yang
telah ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya.
Sunnah sayyiah adalah contoh / perkara baru yang bertentangan dengan pokok-poko k syar’i atau contoh / perkara baru yang bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguh nya Allah
telah mewajibkan beberapa
kewajiban, maka jangan kamu
sia-siakan dia; dan Allah telah
memberikan beberapa
batas/ larangan, maka jangan kamu
langgar dia; dan Allah telah mengharamk an sesuatu, maka jangan kamu
pertengkar kan dia; dan Allah
telah mendiamkan beberapa hal
sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu
perbincang kan dia.” (Riwayat
Daraquthni ,
dihasankan oleh
an-Nawawi) .
Segala perkara yang ditetapkan Nya atau diwajibkan Nya atau “urusan kami” atau “perkara syariat”
atau “dalam agama” adalah segala perkara yang wajib dijalankan dan segala perkara wajib
ditinggalk an atau perkara
kewajiban (ditinggal kan berdosa)
, perkara larangan (dikerjaka n
berdosa), perkara pengharama n
(dikerjaka n berdosa).
Setelah Nabi Sayyidina wa Maulana Muhammad Shallallah u alaihi wasallam di utus oleh Allah Azza wa Jalla
maka apa yang ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya terurai dalam
kitab Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah .
Jadi kesimpulan nya
Sunnah Hasanah adalah contoh / perkara baru yang tidak
bertentangan dengan Al Qur’an dan
Hadits
Sunnah Sayyiah adalah contoh / perkara baru yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits
Imam Asy Syafi’i ~rahimahul lah berkata “Apa yang baru terjadi dan
menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka
hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan
tidak menyalahi sedikitpun dari hal
tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”
Kesalahpah aman-kesal ahpahaman yang terjadi selama ini adalah karena
segelintir ulama tidak lagi mau
mengikuti pendapat/ pemahaman
para Imam Mazhab yang empat dan mereka mau berijtihad (upaya pemahaman) sendiri sedangkan mereka tidak dikenal
berkompete nsi sebagai Imam
Mujtahid
Pokok kesalahpah aman
ulama-ulam a mereka tentang
bid’ah adalah salah memahami sabda Rasulullah “kullu bid’atin dholalah”.
Pengertian arti kullu
ada tiga, dan disesuaika n dengan
susunan kata dalam bahasa arab :
1. syay'in artinya setiap satu
2. ba'din artinya setiap sebagian
3. jam'in artinya setiap semua.
Al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menuliskan : “Sabda Rasulullah “Kullu Bid’ah dlalalah” ini adalah 'Amm
Makhshush; artinya, lafazh umum
yang telah dikhususka n kepada
sebagian maknanya. Jadi yang dimaksud adalah bahwa sebagian besar bid’ah itu
sesat (bukan mutlak semua bid’ah itu sesat)” (al-Minhaj Bi Syarah Shahih Muslim ibn
al-Hajjaj, j. 6, hlm. 154).
Kemudian al-Imam an-Nawawi membagi bid’ah menjadi lima macam. Beliau
berkata: “Jika telah dipahami apa yang telah aku tuturkan, maka dapat diketahui
bahwa hadits ini termasuk hadits umum yang telah dikhususka n. Demikian juga pemahamann ya dengan beberapa hadits serupa dengan ini. Apa
yang saya katakan ini didukung oleh perkataan ‘Umar ibn
al-Khathth ab tentang shalat
Tarawih, beliau berkata: “Ia (Shalat Tarawih dengan berjama’ah ) adalah sebaik-bai knya bid’ah”.
Hadits “Kullu Bid’ah dlalalah” merupakan hadits bersifat umum yang
dijelaskan
(dikhususk an) pada
hadits-had its yang lain seperti
contoh,
Rasulullah bersabda
“Barangsiap a yang
membuat-bu at sesuatu dalam urusan kami
ini maka sesuatu itu ditolak”
“Urusan kami” adalah perkara syariat atau segala yang telah
ditetapkan Nya atau
diwajibkan Nya yakni perkara yang
wajib di jalankan dan wajib dijauhi atau perkara kewajiban, larangan dan pengharama n
Jadi bid’ah dholalah adalah perkara baru dalam perkara kewajiban (jika
ditinggalk an berdosa), perkara
larangan (jika dikerjakan
berdosa) dan pengharama n (jika
dikerjakan berdosa)
Rasulullah
mencontohk an kita untuk
menghindar i perkara baru dalam
kewajiban (jika ditinggalk an
berdosa)
Rasulullah bersabda,
“Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687).
Sumber: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=10&a yatno=120& action=dis play&optio n=com_bukh ari
Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada
ampunannya karena bid’ah dholalah
adalah perbuatan syirik.
Rasulullah
shallallah u alaihi wasallam
bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَ ةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhn ya Allah
menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahi hah No. 1620]
Bid’ah dholalah, membuat perkara baru dalam hal yang menjadi hak Allah
ta’ala menetapkan nya yakni
perkara kewajiban (ditinggal kan
berdosa), larangan (dikerjaka n
berdosa) , pengharama n
(dikerjaka n berdosa) adalah
perbuatan syirik, penyembaha n kepada
selain Allah.
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat
Rasulullah –pada waktu itu dia lebih
dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang
artinya, “Mereka menjadikan orang–oran g alimnya, dan rahib–rahi b mereka sebagai tuhan–tuha n selain Allah, dan mereka (juga
mempertuha nkan) al Masih putera
Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutuk an.“ (QS at
Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhn ya mereka itu tidak menyembah para pastor dan
pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallah u alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para
pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan
menghalalk an sesuatu yang haram,
kemudian mereka mengikutin ya.
Yang demikian itulah penyembaha nnya
kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Jadi perkara baru (bid’ah) atau mengada-ad a yang tidak diwajibkan menjadi wajib atau sebaliknya , yang tidak haram (halal) mejadi haram atau
sebaliknya atau yang tidak
dilarang menjadi dilarang atau sebaliknya adalah dholalah (kesesatan ) karena penyembaha n kepada selain Allah atau
penyembaha n diantara yang
menetapkan dengan yang
mengikutin ya.
Untuk itulah ulama yang berfatwa dalam perkara kewajiban
(ditinggal kan berdosa), larangan
(dikerjaka n berdosa) dan
pengharama n
(dikerjaka n berdosa) wajib
berlandask an dengan apa yang
telah ditetapkan oleh Allah Azza wa
Jalla.
Kenyataan yang timbul pada saat ini adanya segelintir ulama yang melarang amal-amal kebaikan yang
dilakukan oleh kaum muslim seperti peringatan Maulid, sholawat nariyah, sholawat badar,
qashidah burdah, maulid barzanji, ratib al haddad dan amal kebaikan lainnya
dikarenaka n
kesalahpah aman mereka tentang
bid’ah ditambah ketidakmau an
mereka mendalami balaghoh atau mengingkar i makna majaz.
Dengan kata lain karena kesalahpah aman-kesal ahpahaman ulama mereka menyebabka n segelintir umat Islam terjerumus kedalam bid’ah dholalah atau
kesyirikan karena
mengada-ad a dalam perkara
larangan. Mereka menyembah kepada selain Allah atau menyembah diantara yang
berfatwa dengan yang mengikutin ya.
Ada diantara mereka memfatwaka n larangan peringatan Maulid berdasarka n kaidah tanpa dalil dari Al Qur’an dan Hadits
yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainy a hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan
mendahului kita dalam
melakukann ya).
Kesalahpa haman kaidah ini telah kami
uraikan dalam tulisan pada
Mereka bertanya , “Kalau peringatan Maulid Nabi tersebut adalah perkara baik kenapa
Rasulullah ataupun para Sahabat
tidak melakukann ya?”
Jawab kami, “Kalau Rasulullah melakukann ya artinya peringatan Maulid Nabi bukanlah perkara baru”
Peringatan Maulid Nabi
adalah bukan kewajiban (jika ditinggalk an berdosa) , kalau berkeyakin an bahwa peringatan Maulid Nabi adalah kewajiban maka inilah yang namanya
bid’ah dholalah.
Peringatan Maulid Nabi
adalah kebutuhan bagi kami yang zaman kehidupann ya telah terpaut jauh dengan zaman kehidupan para
Salafush Sholeh. Kami amat sangat merindukan bertemu dengan Nabi Muhammad
Shallallah u alaihi wasallam.
Jika tidak sekarang bertemu Rasulullah , semoga Allah Ar Rahmaan Ar Rahiim meridhoi kita
dan mendapatka n syafa’at Beliau
shallallah u alaihi wasallam
sehingga bertemu dan ditempatka n
dekat Beliau shallallah u alaihi
wasallam dan dekat pula dengan Allah Azza wa Jalla, berkumpul dengan
orang-oran g
disisiNya. Memang diantara kami,
pada saat ini ada yang dizinkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk
“mendatang i”
Rasulullah dengan
cara/ sarana yang
dikehendak iNya. Mereka yang
diizinkan “mendatang i”
Rasulullah
menyampaik an salam Beliau kepada kita
semua.
Rasulullah bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت
خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian.
Kalian bercakap-c akap dan
mendengark an
percakapan . Amal perbuatan
kalian disampaika n kepadaku.
Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan
keburukan aku memohonkan ampunan
kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatk an oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al
Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami
menyebutka nnya dalam Majma’u al
Zawaaid dan mengkatego rikannya
sebagai hadits shahih dengan komentarny a : hadits diriwayatk an oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan
kriteria hadits shahih)
Ketika kami mendatangi
Rasulullah di makam Beliau dalam
masjid Nabawi, Madinah , kami terenyuh dengan umat Rasulullah yang seolah “dihalang- halangi” oleh mereka yang tidak meyakini bahwa
Rasulullah melihat umatnya yang
menziarahi makamnya. Oleh karena
ketidak-ta huan atau
ketidak-ya kinan mereka malah
diperintah kan umat
Rasulullah untuk berdoa
menghadap kiblat dan "membelaka ngi" makam Rasulullah shallallah u alaihi wassalam.
Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di
mana Rasulullah dikubur di dalamnya
dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku.
Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan
busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar”. (HR Ahmad).
Al Hafidh Al Haitsami menyatakan , “Para perawi atsar di atas Btu sesuai dengan
kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm. 26 ). Al Hakim
meriwayatk anya dalam Al
Mustadrok dan mengatakan atsar
ini shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama sekali tidak
mengkritik nya. ( Majma’ul Zawaid vol.
4 hal. 7 ).
‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia
mengetahui bahwa Nabi dan kedua
sahabatnya
mengetahui siapakah yang orang yang
berada didekat kuburan mereka.
Nabi shallallah u alaihi
wasallam bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak seorangpun
yang mengunjung i kuburan
saudaranya dan duduk kepadanya
(untuk mendoakann ya) kecuali dia
merasa bahagia dan menemaniny a
hingga dia berdiri meninggalk an
kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).
Bahkan kita ketika di dekat makam Beliau, tidak tersedia waktu yang
cukup untuk sekedar bertawasul dengan
doa seperti
Artinya : Selamat sejahtera atasmu wahai
Rasulullah , rahmat Allah dan
berkat-Nya untukmu. Selamat
sejahtera atasmu wahai Nabiyallah . Selamat sentosa atasmu wahai makhluk pilihan
Allah. Selamat sejahtera atasmu wahai kekasih Allah. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan ( yang disembah) selain Allah, Yang Esa/ Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya dan engkau adalah
hamba-Nya serta rasul-Nya. Dan saya bersaksi, bahwa Engkau telah
menyampaik an risalah engkau
telah menunaikan amanat egkau
telah memberi nasihat pada ummat, engkau telah berjihad di jalan Allah maka
selamat-Ny a, untukmu selawat
yang berkekalan sampai hari
kiamat, Wahai tuhan kami, berilah kami ini kebaikan di dunia dan kebaikan pula
di akhirat serta peliharala h
kami dari siksa neraka. Ya Allah, berilah pada beliau kemuliaan dan martabat
yang tinggi serta bangkitkan dia
di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya,
sesungguhn ya Engkau tidak akan
memungkiri janji.
Begitupula
dikarenaka n para ulama pada masa
kini tidak lagi menyampaik an
atau menjalanka n tasawuf atau
tentang Ihsan, ketika tawaf di masjidil haram atau hendak mencium hajar aswad
dapat kita temukan saudara-sa udara muslim kita yang tidak mengerti tentang
Ihsan sehingga mereka berdesak-d esakan , saling mendorong karena mereka tidak
merasa sedang diawasi/ dilihat
oleh Allah Azza wa Jalla. Padahal mereka sedang di Baitullah, di tempat yang mulia.
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَا نُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut
(takhsya / khasyyah) kepada
Allah seakan-akan kamu melihat-Ny a, maka jika kamu tidak
melihat-Ny a maka
sesungguhn ya Dia
melihatmu. ’ (HR Muslim 11) Link: http:// www.indoqur an.com/ index.php?s urano=2&ay atno=3&act ion=displa y&option=c om_muslim
Juga karena tidak diajarkan tentang Ihsan atau tasawuf maka bisa kita
dapati para koruputor, pemimpin
tidak adil, mafia pengadilan dan
pelaku perbuatan keji dan mungkar lainnya, ketika kita tanyakan pada mereka ,
“takutkah dengan siksa neraka”, seolah-ola h mereka menjawab “itu bagaimana
nantilah”. Semua itu karena mereka tidak tahu tentang Ihsan , tidak
takut (takhsya / khassyah) kepada
Allah Azza wa Jalla yang melihat segala sikap perbuatan mereka. Mereka seolah
berdusta ketika mereka mengucapkan “Allahu Akbar”
Begitupula dengan
ulama-ulam a mereka ketika kita
tanyakan pada mereka, "takutkah dengan siksa neraka”, tentulah dengan
ilmu mereka akan menjawab, "mereka takut siksa neraka" , namun
karena mereka tidak mendalami dan menjalanka n tasawuf atau tentang Ihsan maka seolah tidak
tampak takut (takhsya /
khassyah) kepada Allah Azza wa Jalla yang melihat segala fatwa mereka. Mereka
tetapkan larangan-lar angan tanpa
berlandask an apa yang telah
ditetapkan Nya atau tanpa
berlandask an Al Qur'an dan Hadits.
Contoh (sunnah sayyiah) lainnya, mereka membolehka n atau berfatwa untuk meminta
perlindung an kepada Amerika yang
dibelakang nya kaum Zionis
Yahudi. Begitupula mereka
menyusun kurikulum pendikan bekerjasam a dengan Amerika sebagaiman a yang terurai dalam tulisan pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/02/07/ muslim-buka nlah-ekstr imis/
Padahal Allah Azza wa Jalla memperinga tkan kita dengan firmanNya yang artinya“Hai
orang-oran g yang beriman,
janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaa nmu orang-oran g yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hent inya (menimbulk an) kemudharat an bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahka n kamu. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyi kan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.
Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminy a” , (Ali Imran,
118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak
menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kita b semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka
berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri , mereka menggigit ujung jari antaran marah
bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena
kemarahanm u itu”.
Sesungguhn ya Allah
mengetahui segala isi hati“. (Ali
Imran, 119)
Seolah mereka berdusta karena mereka selama ini kita kenal sering
mengaku hanya meminta pertolonga n
kepada Allah Azza wa Jalla.
Boleh jadi akibat contoh fatwa buruk (sunnah sayyiah) ulama mereka maka
ada saja pemimpin-p emimpin
negeri yang muslim namun berlindung "diketiak" Amerika. Inilah yang disampaika n oleh Rasulullah dengan "al wahn"
Nabi shallallah u alaihi
wasallam bersabda, “Hampir tiba suatu masa di mana berbagai bangsa
atau kelompok mengerubut i kalian
bagaikan orang-oran g yang
kelaparan mengerumun i hidangan
mereka.” Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kami yang sedikit pada
waktu itu?” Nabi shal lallahu
alaihi wasallam menjawab, “(Tidak) Bahkan jumlah kalian pada hari itu banyak
(mayoritas ), tetapi
(kualitas) kamu adalah buih, laksana
buih di lautan (banjir).
Allah mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati
musuh-musu h kamu, dan Allah
akan menanamkan
penyakit “al wahn”ke dalam hati kalian. Seseorang bertanya, “Apakah al wahn itu
wahai Rasulullah ?”
Rasulullah menjawab, “Cinta dunia dan
takut mati.” (HR Abu Dawud).
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830